3. Psikis yang terluka

"Kamu udah baikan?" Bia datang ke kamar Dinia pagi itu. Dia buka gorden, sementara anak gadisnya baru bangun dan melemaskan otot. Drabia Kenan—ibu kandung Dinia dan istri satu-satunya Dira Kenan, berbalik menatap putrinya yang masih ada di atas tempat tidur.

"Mama gak nyuruh aku nikahin Pablo Rubey, kan?" Dinia turun dari tempat tidur. Dia kenakan sandal kelinci kesukaannya.

"Tidak. Mana mungkin. Apalagi kalau kamu sudah nolak. Mama tahu, dia gak seganteng Kris Sulivan." Bia memperlihatkan wajah ceria. Dia tak ingin membicarakan ini dengan kaku. Tentu dia harus bersikap layaknya sahabat.

Dinia baru belajar menjadi wanita dewasa. Dia mulai memandang dunia dengan realista. Di sisi lain masa fiksinya belum berakhir. Dua jiwa yang saling bertentangan hingga membuat Dinia bingung dan labil. Jika Bia ikut keras, dia akan gagal mendekati putrinya itu.

"Gak usah bahas itu. Aku bilang, 'kan. Aku baik-baik saja. Hak dia menikah dengan siapa pun juga."

Lelaki yang Dinia ingin nikahi, menikah dengan perempuan lain hari ini. Cinta pertama yang Dinia paksa lupakan. "Kamu gak akan dateng?"

"Untuk? Biar dia bilang, 'hei Dinia. Kamu nolak lamaran aku, bukan artinya aku menderita. Lihat istriku secantik ini.' Males!" Dinia menirukan suara lelaki.

Bia terkekeh. "Ya sudah. Mama akan bilang kalau kamu sakit demam karena salah makan."

"Jangan! Bilang aja aku harus gantiin Papa ketemu sama siapa gitu. Kalau bilang sakit, dia mikir aku patah hati." Dinia menolak.

Bia duduk di samping putrinya. Dia peluk Dinia dengan erat. Diusap rambut panjang dan lurus Dinia. "Kamu mencintai dia?"

Dinia terdiam.

"Kamu bisa bilang ke Mama. Gak akan Mama bicara sama Papamu."

Meski awalnya ragu, Dinia mengangguk. "Aku gak bisa egois, Ma. Entah sampai kapan aku gak mau nikah. Tapi, Kak Kris sudah dewasa. Dia harusnya gak nunggu aku yang kayak gini. Jadi, biarlah."

"Dinia, kamu tahu tentang Papa dan Mama di masa lalu?"

Dinia anggukan kepala. "Dia ninggalin Mama sampai besarin Kak Divan sendiri?" terka Dinia.

"Pada akhirnya Papa kini temani Mama sampai kalian dewasa. Nasib setiap wanita beda, Dinia. Apa yang terjadi dengan teman kamu, belum tentu kamu alami."

Dinia menggelengkan kepala. "Aku tahu itu. Tapi aku gak mau percaya. Entahlah. Aku takut, Ma." Dinia peluk erat tubuh Ibunya. Tangannya gemetar. Wajahnya berubah pucat.

Dira mendengar itu dari luar. Andai kalau dia bisa memaksa Dinia pergi ke psikolog dan menyembuhkan penyakitnya psikis. Namun, Dira tak ingin membuat keadaan itu semakin parah. Dia hanya berharap, Dinia bisa lekas sembuh, meski mungkin itu menghabiskan waktu yang lama.

"Mama siap-siap dulu. Papa pasti udah nunggu. Minta maaf sama Mama karena bicara dengan nada tinggi. Mama yakin, Papa sekarang pasti sudah bisa menerima keputusan kamu," pinta Bia.

"Mama tahu dari mana?"

"Tentu Mama sudah bicara dengan Papa semalam. Kamu tahu, Papa gak bisa nolak Mama.

Dinia tersenyum kecil. "Mama mau anter aku ketemu Papa?"

Bia mengangguk. "Tapi kamu mandi dulu. Anak gadis Mama yang cantik harus wangi saat keluar dari kamar, ya?" pinta Mama.

"Siap. Makasih udah mau dengan perasaanku, Ma."

"Sama-sama. Mama sayang kamu. Karena itu, kamu harus tegar, ya? Tidak ada orang tua yang ingin memberikan hal buruk pada anaknya. Ingat itu, Sayang." Bia melambaikan tangan dan meninggalkan kamar Dinia.

🍁🍁🍁

Terpopuler

Comments

Noy Fendi

Noy Fendi

ah dunia kuq ga sama Kris siyh Thor,, pdhl dulu dunia ngejar nya bukan main .. 🥺🥺🥺

2023-12-07

0

Sani Srimulyani

Sani Srimulyani

kirain dinia bakalan nikah sama kris.

2023-07-09

1

nengkirana

nengkirana

apa yg membuat dinia trauma akn pernikahan?? pdahl dinia n kris saling cintq kn duluu😐

2023-07-04

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!