Pagi ini Rico terpaksa memenuhi janjinya kepada Andi untuk bertemu dengan seorang wanita. Wanita yang adalah sahabat baik temannya itu.
Kencan buta. Begitulah kira-kira kata yang menggambarkan aktifitasnya pagi ini. Hanya saja Andi akan ikut bersama mereka karena pria itu yang akan memperkenalkannya dengan wanita bernama Alina, jika dia tidak salah dengar semalam.
Setelah melakukan sarapan bersama keluarganya, Rico segera berpamitan kepada kedua orang tuanya untuk segera pergi.
"Mau ke mana pagi-pagi sekali, Co?" tanya Santi kepada putranya.
"Rico ada janji dengan Andi untuk bertemu, Ma. Nggak lama kok, sebelum jam 12 pasti sudah pulang," sahut Rico.
"Yasudah, hati-hati ya, Sayang. Salam buat Andi, kalau ada waktu kosong ajaklah dia main ke rumah."
Rico tersenyum kepada bidadari yang menjelma menjadi manusia itu.
"Nanti Rico sampaikan, Ma. Kalau begitu Rico pergi dulu ya."
Rico mencium kedua pipi Santi dan bergantian dengan Santi yang mencium keningnya. Seperti itu kebiasaan yang Santi ajarkan sejak kecil kepada Rico jika mereka hendak pergi. Dan kebiasaan itu terjadi hingga sekarang. Meski sudah dewasa, tapi Rico tidak keberatan dengan hal itu karena itu artinya Santi sangat sayang padanya.
Setelah berpamitan kepada mamanya, Rico berganti berpamitan kepada Irfan dengan mencium punggung tangannya. Setelah itu barulah dia pergi menuju lokasi tempatnya akan bertemu yang lokasinya telah Andi kirimkanke ponselnya.
Jalanan pagi di hari weekend membuat Rico tiba dengan cepat di salah satu restoran western, tempat mereka akan bertemu. Dia masuk ke dalam dan saat melihat wujud seorang Andi, Rico langsung menghampirinya.
Temannya itu terlihat sedang menikmati sarapannya bersama seorang wanita yang duduk membelakanginya. Ya, Andi sengaja membuat Alina duduk membelakangi pintu masuk agar Rico penasaran dengan wajah sahabatnya itu.
Penasaran? Andi terkekeh mengingat itu.
Begitu Andi melihat ke arahnya, pria itu langsung mengangkat tangannya sebagai bentuk sapaan.
"Hei, Co."
Rico tersenyum tipis dan mengangguk. Setelah tiba di meja temannya itu, pandangan Rico langsung tertuju pada seorang wanita cantik yang duduk berhadapan dengan Andi.
Mereka saling pandang sejenak sampai Andi menyuruh Rico untuk duduk di sampingnya.
"Kamu sudah sarapan belum?" tanya Andi setelah Rico duduk di sampingnya.
"Sudah," jawab Rico.
"Kalau gitu kita sarapan dulu, Co. Kenalannya nanti saja setelah ini," ucap Andi. Kemudian dia kembali melanjutkan makannya bersama dengan Alina yang hanya tersenyum kepada Rico sebelum melanjutkan juga makannya.
Selama Alina dan Andi makan, tak ada interaksi di antara mereka bertiga. Suasana tampak hening dan mereka fokus pada aktifitasnya masing-masing, yang di mana Rico bermain dengan ponselnya setelah memesan minuman.
Sesekali pandangan Rico berfokus kepada Alina. Sangat cantik dan terlihat bekelas, meski penampilannya terlihat sederhana. Rico jadi tidak yakin jika wanita itu berbeda dari semua wanita yang pernah dia kenal. Namun karena sudah terlanjur berada di sini, sepertinya dia harus mengenal wanita itu terlebih dahulu. Apalagi terdapat sedikit ketertarikan yang Rico rasakan sejak pandangan pertama.
Hampir sepuluh menit dengan keheningan, akhirnya Andi membuka suara dan memperkenalkan kedua temannya satu sama lain.
"Jadi ini yang namanya Alina, Co. Al, ini Rico, sahabat yang aku ceritakan denganmu," ucap Andi kepada kedua temannya.
Rico dan Alina saling pandang dengan senyum tipisnya.
"Rico," ucapnya sembari mengulurkan tangannya untuk mengajak wanita yang ada di depannya bersalaman.
"Hai," ucap Alina tanpa menyebutkan nama. Namun dia menerima uluran tangan Rico.
"Gimana, Co? Cantik 'kan sahabatku?" tanya Andi iseng.
Alina hanya diam saja mendengar pertanyaan Andi kepada Rico, sementara Rico sendiri kembali menatapnya, seolah ingin memperjelas pertanyaan Andi.
"Cantik. Pantas saja Rena cemburu kamu dekat dengannya."
Andi memutar bola matanya malas mendengar kalimat yang keluar dari mulut Rico.
"Udah, nggak usah dibahas. Aku di sini mau ngenalin kalian berdua," ucap Andi mengembalikan topik.
"Baru saja kita berkenalan," sahut Rico.
"Astaga." Andi kembali memutar bola matanya. "Maksudnya ya ngobrol kek. Kenalan lebih jauh gitu. Yakali cuma memperkenalkan nama doang, memangnya kalian murid baru di kelas."
Alina tertawa geli mendengar gerutuan Andi. Dan ternyata senyuman manis yang tampil dari wajah itu berhasil membuat Rico menatapnya dengan tatapan yang tak biasa.
Begitupun dengan Alina. Dia yang ditatap oleh Rico seperti itu lantas menghentikan tawanya dan tersenyum ramah pada pria di depannya.
Andi yang melihat aksi lempar pandang dalam waktu tak singkat itu lantas memiliki inisiatif tersendiri untuk bangkit dari duduknya. Dia berpamitan menuju smooking area dan memberikan kesempatan kepada kedua sahabatnya itu untuk berduaan. Mungkin dengan perginya dia, mereka berdua akan lebih leluasa mengobrol.
Dan seperginya Andi, Rico mulai membuka suara karena Alina hanya diam saja dengan menatap ke arahnya. Di tatap oleh wanita cantik yang memiliki kharisma yang luar biasa, tentu saja akan membuat siapapun berada dalam situasi yang tidak aman, begitu juga dengan Rico.
Cinta pada pandangan pertama adalah resikonya dan Rico harus mencairkan suasana sebelum hal tersebut terjadi. Di tolak dengan perasaan suka saja rasanya cukup sakit, bagaimana jika kali ini dia ditolak dengan perasaan cinta?
Jika bisa dikatakan, Rico termasuk pria yang mudah tertarik dengan lawan jenis. Namun tak sampai membuatnya serakah dengan mengencani semua wanita secara bersamaan. Dan jangan sampai untuk kesekian kalinya dia tertarik dengan wanita yang salah kembali. Dia sangat tidak berharap itu terjadi.
"Kamu masih kuliah?" tanya Rico memulai obrolan.
"Semester akhir," jawab Alina singkat.
"Kenal Andi di mana?"
Alina menaikkan salah satu alisnya mendengar pertanyaan aneh Rico.
"Harus banget aku cerita bagaimana pertemuan kami?"
Rico menggaruk kepalanya yang tidak gatal, dia jadi salah tingkah sendiri karena sudah melempar pertanyaan yang tidak berbobot. Namun dia sendiri tidak tahu mau bertanya apa, hanya pertanyaan itu yang spontan keluar dari mulutnya.
"Maaf. Kalau kamu merasa nggak nyaman, nggak usah dijawab," ucap Rico dengan tak enak hati.
Alima tersenyum geli.
"Santai saja, aku bercanda kok."
Meski pertanyaan itu terdengar aneh ditelinganya, namun Alina lebih tak tega jika melihat orang lain tersinggung karenanya.
"Aku kenal Andi di Oxford. Aku adik tingkatnya di sana, tapi meski begitu aku dan Andi memiliki usia yang sama."
"Kamu tidak lulus atau...?"
Lagi-lagi Alina harus tersenyum geli mendengar pertanyaan Rico.
"Aku mulai sekolah di usia 7 tahun dan aku juga terlambat kuliah satu tahun karena sakit. Jadi, aku tertinggal 2 tahun dari teman-teman seusiaku," jelas Alina dengan singkat.
Rico menganggukkan kepalanya mengerti.
"Kamu kerja?" tanya Rico.
"Ya," jawab Alina singkat.
"Apa waktunya cukup? Kamu 'kan harus kuliah," ucap Rico.
"Harus pintar bagi waktu. Kalau aku nggak kerja, uang dari mana buat bertahan hidup. Minta sama orang tua nggak mungkin, 'kan? Sementara orang tuaku susah payah bertani," jelas Alina.
"Kamu dari desa?" tanya Rico lagi.
"Em, sepertinya sejak tadi kamu nanya terus. Apa ini sesi interview?"
Bukannya menjawab, Alina malah bertanya balik kepada Rico. Meski tidak masalah menjawab semua pertanyaan pria itu, namun rasanya Alina seperti sedang diinterview oleh wartawan, bukan ngobrol.
"Em, maaf. Kalau kamu nggak nyaman, kamu bisa memilih untuk nggak jawab kok," ucap Rico seperti sebelumnya.
Dia benar-benar bingung mau mengobrol apa dengan wanita di depannya karena sampai detik ini dia belum menemukan topik obrolan yang asik. Apalagi Alina hanya menjawab pertanyaannya dengan singkat dan tak ada inisiatif untuk bertanya atau memperpanjang jawaban agar ada sesuatu yang menarik untuk dibahas.
"Kalau gitu, gantian aku yang bertanya. Apa kamu nggak keberatan?" tanya Alina dan berhasil membuat Rico bersorak dalam hati. Akhirnya wanita itu mau berinisiatis bertanya, pikirnya.
"Tentu tidak," jawab Rico tanpa ragu.
Belum sempat Alina melempar pertanyaannya, tiba-tiba suara ponsel Rico yang ada di atas meja membuat mereka menatap ke arah yang sama.
"Sorry, ini papaku."
"Its okay, angkat saja. Siapa tahu penting."
Rico menganggukkan kepalanya dan segera beranjak dari sana sembari membawa ponselnya.
Andi yang masih di smooking room, saat melihat Rico pergi, dia segera memadamkan rokoknya dan keluar dari ruangan itu untuk menghampiri Alina.
"Mau ke mana dia?" tanya Andi setelah mendudukkan tubuhnya di hadapan Alina.
"Papanya nelpon," jawab Alina.
Andi menganggukkan kepalanya sembari menatap Rico di luar sana dari kaca jendela, kemudian dia alihkan pandangannya kepada Alina dengan wajah penasaran.
"Gimana? Kalian ngobrol apa saja tadi?" tanya Andi sambil menaik turunkan alisnya.
"Kita nggak ngobrol, tapi lebih tepatnya interview," ucap Alina yang membuat Andi mengernyitkan keningnya. "Teman kamu itu HRD ya, atau wartawan? Kenapa aku merasa seperti di interview sama dia."
Kemudian Andi menahan tawanya. "Memangnya kenapa?"
"Ya begitulah deh, untung ganteng."
"Wih, udah bisa muji cowo nih," ucap Andi spontan ketika mendengar Alina memuji Rico.
"Memang dia ganteng kok. Ada yang salah?" tanya Alina dengan santainya. Wajahnya benar-benar terlihat santai, tidak seperti orang yang sedang salah tingkah.
"Sudahlah, Al. Bilang saja kalau kamu mulai tertarik dengan sahabatku itu, 'kan?"
Andi tertawa dengan perkataannya. Dia harap kedua sahabatnya itu bisa saling menyukai sampai menjalin hubungan, karena Andi sangat yakin dengan sifat kedua sahabatnya itu yang jika disatukan akan sangat cocok.
Alina hanya menatap Andi dengan tatapan tak biasa, temannya itu memang benar-benar bisa memancingnya.
Belum ada satu menit Andi tertawa, tiba-tiba seorang wanita cantik sudah berdiri di samping meja mereka. Membuat Alina menatap ke arahnya dengan sedikit terkejut. Andi pun yang menyadari itu seketika menghentikan tawanya dan memasang wajah terkejut lebih dari Alina.
"Sayang?" ucap Andi tak percaya.
Ya, wanita yang baru saja menghampiri meja mereka adalah Renata, pacar Andi. Wanita itu yang tadinya sedang membeli gaun untuk dipakai nanti malam saat makan malam bersama Andi tak sengaja melihat mobil pacarnya di depan sebuah restoran. Karena penasaran akhirnya Rena memutuskan mampir ke resto itu untuk memastikan apakah pacarnya ada di sana.
Dan saat melihat pacarnya sedang duduk berdua dengan seorang wanita sambil tertawa ria, seketika kaki Rena melangkah begitu saja menghampiri mereka. Dan yang membuatnya sangat kesal, ternyata wanita yang sedang duduk bersama pacarnya itu adalah Alina. Wanita cantik yang diakui pacarnya itu sebagai sahabat.
Rena tidak suka melihat pemandangan itu karena dia sangat cemburu melihat kedekatan Andi dan Alina. Meski Andi dan Alina mengatakan jika mereka hanya bersahabat, namun Rena tetap saja cemburu. Hal yang wajar, bukan? Apalagi yang namanya persahabatan antara wanita dan pria tak selamanya akan berhasil. Bahkan sangat jauh dari kata berhasil, apalagi wanitanya sangat cantik seperti ini.
Ya, Rena akui kecantikan Alina.
"Kamu bohong sama aku, Ndi?" ucap Rena dengan emosi yang tertahan. "Kamu bilang mau nemenin Rico, tapi ini apa? Ini hari ulang tahunku loh, Ndi. Kamu tega banget sih."
Rena hendak berlari dari sana karena tak sanggup menahan emosi yang membuat air matanya ingin keluar. Dia merasa dibohongi oleh pacarnya di hari bahagianya ini. Namun belum juga dia berbalik, Andi sudah lebih dulu menahannya dengan memegang tangannya.
"Sayang, aku nggak bohong. Aku beneran nemenin Rico kok."
"Nggak bohong? Apa kamu kira aku buta? Oh, atau jangan-jangan Rico sekarang sudah berubah menjadi wanita cantik?" sela Rena cepat. Dia masih menahan emosinya dan berbicara sepelan mungkin agar orang-orang yang ada di restoran itu tak melihat keributan itu.
"Astaga, bukan gitu, Sayang. Tuh lihat." Andi menunjuk ke arah pintu masuk, di mana Rico baru saja masuk ke dalam setelah selesai dengan urusannya. "Itu Rico. Dia baru saja selesai menerima panggilan telepon dari papanya. Aku nggak bohong loh, aku beneran nemenin dia di sini."
Rena melihat ke arah pintu masuk. Benar saja di sana terdapat Rico yang berjalan ke arah mereka.
"Lalu kenapa wanita ini di sini?" tanya Rena sembari melirik ke arah Alina dengan lirikan tak sukanya.
Alina yang dilirik seperti itu tak tersinggung sedikitpun karena dia sudah biasa dengan kecemburuan Rena. Dia tahu jika Rena cemburu karena wanita itu sangat menyayangi pacarnya. Namun dia juga tak bisa memutuskan pertemanan atau tak lagi bertemu dengan Andi hanya karena wanita itu saja. Toh mereka juga masih dengan status pacaran, bukan pernikahan, pikir Alina.
"Tentu saja Alina ada di sini, karena aku mau ngenalin Rico sama dia, Sayang."
Mendengar itu, Rena mengernyitkan keningnya. Ngenalin Alina sama Rico?
"Maksud kamu...?"
Andi menghela nafasnya dan mengajak Rena untuk duduk di kursi sampingnya.
Bersamaan saat itu Rico tiba di meja mereka dan Andi memintanya untuk duduk di samping Alina. Rico yang sudah bisa menebak apa yang tengah terjadi saat itu hanya mengiyakan apa kata Andi. Dia mendudukkan tubuhnya di samping Alina dan menatap ke arah wanita itu.
"Are u okay?" tanya Rico.
Alina mengernyitkan keningnya bingung.
"Memangnya kenapa denganku?"
"Em, lupakan," ucap Rico. Kemudian dia menatap lurus ke depan, menghadap dua pasangan yang tengah bertengkar kecil karena salah paham.
Andi yang merasa jika Rena masih belum percaya padanya, lantas menjelaskan apa yang sedang terjadi saat ini di sini. Dia menceritakan jika dirinya hanya ingin membantu Rico untuk berkenalan dengan seorang wanita karena selama ini pria itu selalu gagal dalam percintaannya. Dia juga menegaskan sekali lagi kepada Rena jika dirinya dan juga Alina hanya berteman saja.
Meski di lubuk hati Rena dia memercayai ucapan Andi, tapi sebagai seorang wanita dia tetap saja tak suka melihat pacarnya berteman dengan wanita lain selain dirinya. Memang terdengar egois, namun begitulah dia.
"Ikut aku atau kita putus," ucap Rena dengan keegoisannya.
Dia bangkit dari duduknya dan diikuti Andi dengan terpaksa. Andi bahkan hanya bisa mengucapkan kata 'sorry' kepada Alina dan Rico sebagai kalimat pamitnya karena dia harus segera menyusul langkah Rena.
Rico dan Alina hanya menatap pasangan bucin itu dalam diam. Seperginya mereka dari sana, Rico dan Alina kemudian saling tatap sembari mengedikkan bahunya.
"Itu tadi teman kamu?" tanya Alina bermaksud bercanda.
"Bukan. Aku nggak kenal," jawab Rico yang menanggapi candaan Alina.
Mereka memasang wajah tanpa ekspresi saat mengucapkan itu, namun sedetik kemudian mereka tertawa kecil karena geli dengan situasi yang ada.
Sesaat kemudian mereka menghentikan tawanya dan Rico menatap ke arah Alina.
"Aku disuruh papaku pulang. Ada sedikit kerjaan yang harus diurus. Apa kamu masih mau di sini?" tanya Rico.
"Its okay, aku juga sudah mau pulang."
"Aku antar ya."
Alina diam sejenak sebelum mengiyakan tawaran Rico. Lumayan bisa hemat uang ojek, pikirnya.
***
.
Jangan lupa tinggalin LIKE, KOMEN, VOTE, dan RATE ⭐ ya teman-teman. Biar Authornya rajin up. Terima kasih sebelumnya🥰
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Maya Amouy
aku jg kalo jd rico pst cmbru😅
2023-05-03
4
Umine LulubagirAwi
smoga lnce rico
2023-05-03
1