Bab 5.

Marsha tersenyum ceria usai ia bermain dengan Sebastian di jam istirahat tadi pagi di sekolahnya dan hal ini mendatangkan kebahagiaan yang tak pernah gadis kecil itu rasakan sejak dahulu.

"Marsha," panggil Baskoro Armando Papanya di pintu kamarnya saat ia sedang mengerjakan PR.

"Ya, Pa." jawab gadis kecil itu dengan sikap takut kepada Papanya.

"Papa mau kamu tidak bermain dengan anak itu lagi yang tentunya akan mempengaruhi dirimu karena dia adalah anak nakal yang memiliki sifat dan perilaku buruk." kata Baskoro menatap anak perempuannya.

"Tapi, Pa? "

"Tak ada kata tapi. Pokoknya Kamu harus patuh pada perintah dari Papa." kata Baskoro dengan nada memerintah.

"Ah, ya Pa." jawab Marsha ketakutan.

"Bagus, Kamu harus ingat pesan Papa ya." kata Baskoro menekankan kata-katanya untuk anak kecil itu mematuhinya.

Marsha yang ketakutan berlari ke ranjang kecil di tengah-tengah kamarnya dan memeluk boneka kecilnya dengan kasih sayang tanpa menatap ke Papanya yang telah berjalan keluar dari kamar tidurnya.

Sebastian mengintip di balik dinding dekat meja vas bunga di tengah-tengah ruangan koridor di lantai atas dan anak itu melihat Baskoro baru saja keluar dari kamar Marsha.

"Eh, galak banget wajahnya. " batin Sebastian.

"Tian.. " panggil Cindy yang berjalan di tangga ke arah tempat anak itu bersembunyi.

"Aduh, Mama.."

Sebastian cepat membalikkan badannya untuk ia temui Mama angkatnya yang sudah berdiri di depannya dengan bertolak pinggang dan kedua mata Mama angkatnya itu setajam silet.

"Bagus, ya kamu lebih memihak kepada Papamu daripada Mamamu dengan kamu benar-benar sekolah di SD Wijaya yang levelnya jauh lebih rendah daripada sekolahmu dahulu. " kata Cindy memarahi anak itu.

"Ma, Aku suka tinggal di sini karena Aku tahu isi hati Papaku yang ingin menemani Oma." kata Sebastian sabar.

"Tapi Mama tak pernah suka..! " teriak Cindy.

"Iya, sudah Mama pulang saja ke San Francisco's sendiri lalu biarkanlah kami tinggal bersama di sini. Amankan. " kata Sebastian sopan.

"Enak saja kamu anak kecil mengaturku..!" teriak Cindy.

"Maaf, Ma." kata Sebastian cepat.

"Ish..Kau ini memang anaknya Angela karena kau dan dia sama-sama menyusahkanku selalu, ihhh! " teriak Cindy yang tanpa sadar menyebut nama Mama kandung Sebastian di depan anak itu.

"Siapa Angela itu, Ma? " tanya Sebastian dengan penasaran.

"Tak perlu kamu tahu..! "teriak Cindy sambil jalan ke arah kamar tanpa menghiraukan Sebastian di Koridor dengan termangu.

Suara pintu terbuka membuat Sebastian cepat menoleh dan menemukan Marsha yang berdiri di dinding menatapnya dengan iba.Ia mengangkat bahunya dan melayangkan senyuman cerianya kembali kepada Marsha.

"Marsha, maukah kamu menemaniku bermain di taman bersama Galaksi? " ajak Sebastian sambil memperlihatkan hamster kepada Marsha.

"Mau, tunggu sebentar Aku juga mau ajak Sisil." jawab Marsha yang berlari ke kamarnya lalu ia kembali dengan membawa bonekanya.

"Oh, oke.. Ayo.. "

Kedua orang anak kecil itu bermain-main dengan riang gembira di taman bunga mawar Kediaman Wijaya. Marsha memperkenalkan bonekanya itu kepada Sebastian yang sedang berbaring di atas rumput sambil bermain hamster nya.

"Wah, cantik sekali Sisil-mu, Sha." kata Sebastian membelai lembut rambut kepang boneka Sisil di pangkuan Marsha.

"Ya, Sisil ini hadiah ulang tahunku yang ke lima dari Mamaku dan merupakan hadiah terakhir dari Mamaku sebelum Mamaku meninggal dunia akibat kecelakaan." kata Marsha sedih.

"Oh,Kamu pasti sangat menyayangi Mamamu." kata Sebastian menghibur Marsha.

"Ya,Kalau kamu bagaimana, Tian?" tanya Marsha yang mengambil Galaksi dari atas dada sepupu angkatnya.

"Aku tak pernah mengetahui siapa orangtuaku karena sejak Aku lahir kedunia ini aku dirawat oleh Papa Edison dan Mama Cindy yang selalu memarahiku apapun alasannya.Tapi, Aku tetap menyayanginya seperti Aku menyayangi Mama kandungku yang tidak pernah ku kenal." jawab Sebastian tersenyum kecil.

"Tian,O'om Edison sangat baik kepadamu. Aku lihat dengan jelas lho." kata Marsha tersenyum ramah kepada Sebastian.

"Iya,Papa Edison memang sangat baik kepadaku sehingga Aku rela berkorban apapun untuk Papa Edison bahagia." kata Sebastian riang kembali.

Marsha mengamati Sebastian dengan saksama dan gadis kecil ini melihat kemiripannya dengan Sebastian namun ia tidak tahu apa yang telah menyebabkannya begitu ingin didekat Sebastian meskipun Papanya melarangnya.

"Tian,bolehkah Aku tahu bagaimana cara hidup mu di luar negeri dan seperti apa teman-teman sekolahmu dahulu di sana? " tanya Marsha yang ingin mengenal lebih dekat dengan Sebastian.

"Mmm, menyenangkan jika Aku ditemani oleh Papa Edison di rumah saat Papa Edison libur kerja karena kalau Papa Edison sibuk kerja, Aku akan menjalin hidup tiap hari di marahi Mama Cindy.Kalau teman-teman sekolahku dahulu, Aku punya teman bernama Romi Montella anaknya baik banget sama Aku." jawab Sebastian jujur.

"Oh, Kalau Aku tak punya teman disekolah selain Fia. " kata Marsha sedih.

"Tapi sekarang kamu sudah punya Aku sebagai temanmu baik di rumah maupun di sekolahmu, Marsha." kata Sebastian meletakkan tangannya di telapak tangan mungil Marsha.

"Iya, Tian.Terimakasih." kata Marsha membalas genggam tangan Sebastian dengan lembut.

Lalu seorang staf Kediaman Wijaya mendatangi mereka berdua di taman untuk menemui Marsha yang mengangkat alisnya mengetahui ada salah seorang teman perempuan kelasnya yang ingin bertemu dengan Sebastian.

"Siapa yang ingin bertemu dengan Sebastian? " tanya Marsha heran.

"Karina." jawab staff itu kepada Marsha.

"Siapa Karina itu, Sha?"tanya Sebastian bingung.

" Bukan siapa-siapa, Tian.Kau jangan temui dia." jawab Marsha yang mendadak tidak suka kalau ada teman lain yang ingin mendekati Sebastian.

"Lalu Saya harus bagaimana, Nona? " tanya staff tersebut dengan sopan kepada Marsha.

"Bilang saja Sebastian sedang tidur siang di kamarnya, Mbak Eli." jawab Marsha nada tegas dan mengajak Sebastian untuk menemaninya ke ruang persemayaman leluhur Wijaya untuk anak itu bisa diperkenalkan pada Mamanya.

Sebastian memandangi bingkai foto Mamanya Marsha yang diletakkan di meja altar bersama bingkai foto Opanya Marsha yang warna kedua matanya mirip dengan Sebastian.

"Ehh, kenapa Aku merasakan getaran yang aneh ketika Aku memandangi bingkai foto Opa Felix Wijaya? " tanya Sebastian dalam hatinya.

"Tian..Kemarilah ada sesuatu yang ingin Aku tunjukkan padamu.. " Marsha memanggilnya di dekat sebuah piano di tengah-tengah ruangan persemayaman leluhur Wijaya.

Sebastian menelan ludahnya karena anak kecil itu melihat arwah Opa Felix Wijaya sedang duduk di bangku depan piano sambil tersenyum ramah kepadanya.

"Selamat datang di Kediaman Wijaya untukmu anak ganteng." kata arwah Opa Felix Wijaya di depan Sebastian.

"Ehh.. Aku harus jawab apa.. " batin Sebastian.

"Tian, kemarilah dan cobalah untuk main piano ini untukku karena Aku dengar dari O'om Edison bahwa kamu sangat pandai bermain piano." kata Marsha menepuk-nepuk piano dengan wajahnya begitu meminta Sebastian untuk bermain piano yang masih ada arwah Opa Felix Wijaya.

Bersambung!

Terpopuler

Comments

🥑⃟Serina

🥑⃟Serina

Sebastian 🤗🤗

2023-08-14

2

Imamah Nur

Imamah Nur

Waduh keras sekali papa Marsha

2023-08-08

0

lina

lina

like

2023-05-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!