(Bukan)Pernikahan Impian
Seorang gadis tampak terdiam, membiarkan para MUA merias wajahnya. Dia adalah Luvenia Leonora, putri sulung dari keluarga Dawson. Dia terpaksa menggantikan adiknya untuk menikahi pewaris dari keluarga Cullen.
"Tersenyumlah, nona. Bukankah ini hari bahagia Anda?" ujar salah satu MUA.
"Ini bukan pernikahan yang aku inginkan," gumam Venia.
Tak lama kemudian, nyonya Kiara dan suaminya datang. Venia langsung bangkit, membiarkan orang tuanya mengapit dirinya dan keluar dari kamar.
Mereka pergi ke altar pernikahan. Tuan Jerome menyerahkan putrinya pada sang calon menantu, Sergio Cullen.
"Ayah tahu bahwa kamu belum mencintai Venia, tapi saya mohon kamu menjaganya, Gio," ujar Tuan Rama yang diangguki oleh Sergio.
Kedua mempelai menghadap ke arah pastor. Venia menarik tangannya dari pria di sampingnya, saat ini diiringi tatapan sinis.
Sergio mendengus pelan, memfokuskan pandangannya ke depan. Pastor mulai melakukan serangkaian acara termasuk membacakan doa.
"Kalian akan mengucapkan janji pernikahan!"
"Saudara Sergio Cullen, bersediakah Anda menerima Luvenia Leonora sebagai istri Anda?"
"Saya bersedia."
"Saudari Luvenia Leonora, bersediakah Anda menerima Sergio Cullen sebagai suami, salam keadaan apapun?"
Venia terdiam, berat rasanya menikah dengan pria yang tidak dia cintai. Gadis itu menghela nafas panjang, berusaha mengontrol dirinya agar tetap tenang.
"Ya, saya bersedia!"
Semua keluarga tampak lega setelah mendengar jawaban Venia.
"Kalian telah resmi menjadi suami istri. Silakan sematkan cincin dan Anda diperbolehkan mencium pasangan Anda!"
Sergio menyematkan cincin ke jari manis istrinya, kemudian sebaliknya. Pria itu lantas membuka tudung penutup Venia, lalu mencium keningnya sekilas. Suara tepuk tangan memeriahkan acara pernikahan mereka.
Venia sendiri sedikit menjaga jarak dari Sergio. Sergio yang melihat kelakuan istrinya hanya bisa berdecak pelan. Pria itu menarik pinggang Venia hingga merapat padanya.
"Sekarang kamu istriku, nanti malam lakukan tugasmu, Nyonya Sergio," bisik Sergio dengan pelan.
"Tak ada malam pertama sialan, apa kau lupa dengan perjanjian kita?" sahut Venia dengan pelan, disertai tatapan tajamnya.
Sergio berdecak pelan, merutuki kebodohannya yang melupakan perjanjian yang mereka buat sebelumnya. Venia tersenyum sinis, mereka menyalami para tamu yang memberikan selamat kepada mereka.
Gadis itu sebenarnya malas jika harus berpura-pura bahagia di depan orang lain. Dia tidak menginginkan pernikahan ini, namun orang tua mereka yang mendesaknya.
"Awas saja, Winna. Aku akan membalasmu berkali-kali lipat," batin Venia kesal pada adiknya.
Beberapa jam berlalu. Venia memilih duduk karena kakinya terasa sangat pegal setelah berjam-jam berdiri menyalami para tamu. Para sahabat datang ke acara pernikahan mereka dengan Sergio.
Larissa datang, sahabat dari Venia. Gadis itu langsung memberikan selamat dan memberikan nasehat, namun diabaikan oleh Venia.
"Kamu sudah berjanji di hadapan Tuhan, Veni. Cobalah menjalani pernikahanmu dengan Gio," ucap Larissa dengan lembut.
"Entahlah Ris, bagiku semuanya masih bersifat abu-abu. Jujur, aku belum bisa menerima semuanya ini," gumam Venia. Rissa mengusap pundak sahabatnya, dia paham jika Venia masih berat hati dengan pernikahan ini.
Pesta berlanjut hingga malam hari. Venia mengenakan gaun biru senada dengan pakaian Sergio, namun gadis itu menolak ajakan Sergio untuk berdansa. Lagipula, dia tidak peduli dengan omong kosong orang lain.
Nyonya Kiara berjalan ke arah putri sulungnya. Wanita paruh baya itu menatap lekat wajah sang anak. "Sayang, kenapa kamu enggak menerima tawaran Gio?" tanya Mommy Kiara pada putri sulungnya.
"Malas. Kalau Mommy mau, silakan Mommy yang berdansa dengan menantu Mommy itu," ketus Venia dengan nadanya yang datar.
"Putri kesayangan Mommy itu kabur dan justru aku yang dapat getahnya," sindir Venia. Dia pun memilih pergi meninggalkan sang ibu yang terdiam mematung.
Tuan Rama menghampiri istrinya, memeluk mommy sambil mengumpati kelakuan putrinya barusan. Pria paruh baya itu sejak tadi mengamati pembicaraan anak dan istrinya.
Venia memilih memakan kue dengan santai, berupaya menghilangkan kebosanannya. Tanpa dia sadari, sejak tadi Sergio mengamatinya dari jauh.
Pesta usai tengah larut malam, keduanya pergi ke kamar. Venia memilih mengganti pakaiannya di kamar mandi dengan piyama. Setelah selesai, gadis itu mengambil selimut lain dan bantal, lalu membawanya ke sofa yang cukup lebar untuk Venia.
"Aku perlu beristirahat. Lagipula, di antara aku dan dia sudah ada perjanjian," gumam Venia. Dia langsung memejamkan kedua matanya dan terlelap.
Sergio keluar dari kamar mandi. Pria itu menghela nafas panjang mendapati istrinya telah tidur di sofa dengan nyenyak. Dia segera mengambil piyama lalu memakainya, setelah itu berbaring di atas ranjang. Pria itu meraih ponselnya, lalu menghubungi asistennya.
"Cepat cari tahu di mana Winna berada!"
"Baik, Tuan," jawab Theo. Sergio menaruh kembali ponselnya di atas nakas. Dia menarik selimut menutupi sebagian tubuhnya. Pria tampan itu menatap langit-langit kamarnya dalam diam. Sergio memilih tidak ambil pusing, dia perlu mengistirahatkan tubuhnya yang sangat lelah hari ini.
Larut malam, Venia terbangun, perutnya mulai bersuara. Gadis itu dengan malas langsung bangun begitu saja. Dia mengedarkan pandangannya, manik matanya menatap ke arah suaminya yang terlelap di atas ranjang. Venia menyibak selimutnya, lalu bangkit dan pergi ke dapur, mengambil minuman dingin dari dalam kulkas. Venia merasa lega setelah menuntaskan dahaganya, lalu dengan perlahan membuat mie instan dengan cepat. Setelah selesai, Venia membawanya ke ruang tamu.
Gadis itu tampak santai menyantap mi instannya. Setelah habis, Venia meneguk segelas air putih.
"Perut kenyang, hati pun senang," ujar Venia dengan konyol. Dia segera mencuci piringnya di dapur, setelah itu kembali ke kamar. Venia kembali berbaring di sofa, sesekali melirik ke arah suaminya yang berada di atas ranjang.
Gadis cantik tersebut merasa hidupnya penuh dengan kesialan. Dia terpaksa menikah dengan pria yang tidak ia cintai, ditambah lagi harus menghadapi mertuanya yang julid. Venia merasa dirinya tidak seperti gadis-gadis baperan yang terpengaruh oleh ucapan pedas sang mertua. Dia tidak merasa malu jika dianggap pemalas, karena itulah kebenarannya. Venia berharap bisa menguatkan mental agar dapat menghadapi masa depannya yang lebih baik. Kemudian, dia segera menarik selimut dan memejamkan kedua matanya.
Namun, Venia menghela nafas kasar karena dia tidak bisa tertidur. Gadis tersebut memutuskan untuk menatap langit-langit kamarnya. Dia harus mencari adiknya secepat mungkin, yang selalu membuatnya merasa kesal.
"Gadis manja itu benar-benar menyusahkan aku," gumamnya dengan jengkel. Jika dia bertemu dengan adiknya, Venia akan memberikan pelajaran pada Winna. Dia hanya mampu mengumpat dalam hatinya, karena sang Daddy selalu bersikap tegas padanya dan selalu membela Winna serta menyalahkan dirinya.
"Ini benar-benar tidak adil!" pikir Venia dalam hati. Dia khawatir bahwa dia hanyalah seorang anak pungut, karena keluarganya tidak pernah memperhatikannya. Semua orang hanya memikirkan nama baik mereka sendiri, tanpa memikirkan hati Venia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Rieyaa All Chaidart
kak author tolong dong karya sebelumnya dilanjutin dulu .masih penasaran soalnya
2024-01-03
0
Tiana
walaupun rumit coba memahami dulu
2023-07-11
0
akbar mulana
yrYra
2023-06-14
0