"Dingin sekali airnya," keluh Diba seorang diri dalam hati.
Diba tetap mandi membersihkan diri walau waktu tidak mendukung mandi dimalam hari. Setelahnya Diba telah rapi kembali dan juga wangi walau hanya memakai pakaian rumahan biasa.
Baru juga Diba menyentuh buku novelnya kembali malah ada suara yang mengangetkan dirinya. "Turun sini makan," teriak Bira dengan nada teriakan.
"Ish, kakak ini, terkejut aku."
"Makan. Dari siang kamu belum makankan,? nada intonasi suara marah tertahan.
Diba hanya bisa tersenyum canggung menanggapi. Lantas Diba menyimpan kembali novel dan beralih beranjak pergi menyusul sang kakak untuk melaksanakan perintah makan malam sekalian rapel makan siang tadi yang ketinggalan.
Diba duduk manis di kursi meja makan bagaikan ratu menunggu hidangan siap tersaji dihadapan. "Bagus sekali nona ratu dalam menunggu," ucap Bira sambil tersenyum mengejek. "Kakak tidak masak."
"Lalu apa yang kita makan," potong kata Diba cepat.
Bira meninggalkan Diba yang mulai cemberut kelaparan.
"Siapkan dan tunggu kakak kembali lagi. Mau mandi dulu sebentar," meletakkan bungkusan makanan yang Bira beli diluar.
Kali ini Diba tersenyum lebar menanggapi dan berkata "siap," dengan penuh semangat.
Belum juga selesai Diba susun semua namun Bira sudah kembali lagi menghampiri. "Lah kak, cepat sekali mandi, gerakan secepat kilatkah."
"Bukan kakak yang cepat tetapi kamu yang lambat," ikut membantu Diba "padahal kerjanya gini doang, masak lama sih kerjanya kamu ini. Itu belum kakak suruh masak. Bagaimanalah nanti setelah kamu nikah."
"Ish abang, Diba tidak mau nikah dulu."
"Berikan jawabanmu padanya, bukan sama kakak," melirik Diba sekilas "Makanlah sudah siap ini."
Sampai pada hari yang ditentukan sesuai perjanjian yang telah ditetapkan, Doni beserta keluarga datang kembali hanya untuk mendengarkan jawaban yang akan diberikan oleh Diba.
"Jadi bagaimana nak Diba, apa kamu bersedia menjadi menantu bapak," tersenyum hangat dan mengharap.
"Berikan waktu untuk Diba selama enam bulan sebagai tahap perkenalan, setelah enam bulan nanti Diba akan memutuskan akan menerima atau tidak."
"Baiklah, jika itu mau nak Diba."
Akan aku buat kamu tidak bisa hidup tanpaku Maisara Adiba. Jika aku tidak bisa mendapatkanmu maka tidak ada satupun yang akan mendapatkanmu monolog Doni sambil memandang Diba dalam.
Perputaran rotasi antara siang dan malam dengan disinggahi hujan dan terik matahari yang kian berganti bergilir sesuai masa yang telah terlewati.
Monolog percakapan hati Doni tepat enam bulan yang lalu kini benar terjadi nyatanya sekarang yaitu Diba tidak bisa hidup hanpa hadirnya Doni.
Doni yang berkribadian yang suka gonta ganti pasangan menjadi terjeda sementara demi mendapat Diba yang sungguh cantik jelita.
Pernikahan antara Bira dengan Kay telah terlaksana sesuai dengan perencanaan yang Bira siapkan. Pendidikan yang Kay jalani tetap berlanjut sebagaimana mestinya walau kini keadaan Kay sedang hamil muda.
Tiga hari lagi pernikahan antara Diba dengan Doni terlaksana, untuk sekarang Diba harus menahan rindu tidak bisa bertemu dengan pujaan hati tercinta.
Sedangkan dilain sisi, Doni berdiri dihadapan cermin, melihat pantulan dirinya sambil tersenyum lebar dan berkata seorang diri "kali ini aku mendapatkan yang fresh, anak ini benar-benar menantang dan menolakku mentah-mentah dan sekarang ia menerima bahkan malah tidak bisa hidup tanpaku. Aku sudah tidak sabar."
Pintu kamar Doni terbuka dengan muncul Seli setelahnya dan berkata "apanya yang tidak sabar," melangkahkan kaki masuk kamar putra semata wayangnya.
"Tidak sabar nikah ma," tersenyum canggung.
Seli tersenyum kecut sambil menyerah baju pengantin yang akan dikenakan Doni nanti. "Setelah kamu nikah nanti, apakah kamu akan meninggalkan mama?" Mata berembun hendak menangis.
"Tidak. Mama akan tetap ada dalam satu ruang dihatiku, yang jelas posisi mama dalam hatiku berbeda dengan istriku. Sudahlah jangan menangis, walau aku menikah, mama akan tetap menjadi mamaku," tersenyum dan memeluk Seli. Namun suara ketukan di pintu membuat anak dan ibu itu melepas pelukan mereka.
"Tidak bisa. Aku juga harus ikut pelukan," ucap Leyna yaitu adik satu-satunya Doni.
"Kesini, dasar adik abang yang manja ini," kembali berpelukan dalam posisi tiga orang.
Andonios Khairaz Khalil dua bersaudara dengan Arialeyna Khairaz Khalil yang sering disapa dengan sebutan nama Leyna. Leyna sedang menempuh pendidikan diluar kota yang menyebabkan Leyna jarang berada di rumah.
Detik waktu terus berjalan, masa berputar tiga hari sudah terlewati kini saatnya pernikahan akan dilaksanakan di sebuah hotel ternama. Diba ataupun Doni telah bersiap dan rapi terutama Doni yang terlalu semangat sedangkan Diba mulai rasa deg degan takut sendiri.
Bira dan Kay selalu mendampingi Diba dan menenangkan Diba untuk tidak terlalu gugup.
"Dek, kamu makin dibilangin kok semakin gugup gini sih, apa ini, kenapa tangannu juga sampai bergetar seperti ini," ucap Kay.
Bira memperhatikan pada tangan Diba dan benar adanya tangan Diba bergetar lantas Bira tertawa terbahak-bahak sendiri.
"Ish, kakak, jangan ketawa," ucap Kay memperingati karna melihat Diba yang hendak mau menangis.
Walau Kay menghentikan Bira tertawa tetapi Kay yang mendengar dan melihat Bira tertawa juga ikutan tertawa. Sedang Diba yang sudah menangis melihat pasangan suami istri di depannya tertawa juga ikutan tertawa.
"Kamu itu katawa atau nangis?"
"Nangis."
"Tapi kok ketawa," sambung Kay.
Suara tawa mengelegar memenuhi seluruh isi ruangan dengan tawa mereka bertiga namun suara ketukan pintu kamar menghentikan tawa mereka dan kemudian muncul lah pihak WO yang menyatakan prosesi ijab qabul akan dilaksanakan sepuluh menit lagi.
Bira dan Kay berjalan dengan membimbing Diba berjalan menghampiri sang calon suami.
Diba berjalan anggun dengan pesona cantik yang luar biasa indah. Siapapun mata yang memandang pasti akan jatuh hati pada Diba yang sangat cantik jelita.
Diba menggunakan baju berwarna putih, pernak pernik perhiasan mengkilau mewah dan juga ditambahi ekor gaun yang menjuntai menyapu jalanan lantai yang terlewati langkah kaki. Hijab yang melilit dikepala Diba sangat sempurna dan juga ditambahi mahkota simpel nan elegan yang menambah kesan cantik memikat hati bagi yang melihatnya.
Doni yang telah duduk menunggu di kursi meja memandang tanpa berkedip pada salah seorang wanita yang akan menjadi istrinya dalam beberapa menit nanti.
Bira bersama Kay mengantar dan mendudukkan Diba pada kursi khusus mempelai wanita. Kay duduk mendampingi Diba sedangkan Bira melanjutkan langkah kakinya menuju kursi meja akad nikah yang para saksi dan juga calon mempelai telah menunggu untuk menjadi wali dari Maisara Adiba.
Tidak lupa pula sahabat karib Diba, kinan ikut mendampingi Diba yang duduk diselah kiri Diba sedangkan disisi kanan sang kakak ipar yang duduk menemani.
"Bagaimana apa sudah bisa kita mulai acaranya,?" tanya pak penghulu.
"Siap, sudah," jawab Bira dan Doni bersamaan.
Sebelum pelaksaan ijab qabul penghulu terlebih dahulu memeriksa identitas mempelai dan wali, dan juga sedikit memberi khutbah atau wejangan sekadar mengingatkan kembali hukum atau aturan-aturan yang wajib ada dan dipatuhi selama pernikahan berlangsung nanti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments