Suara keras berasal dari perut Diba tanda lapar menghampiri, lantas Diba turun dari tepian balkon, keluar dari kamarnya dan menuju dapur. Melihat sang kakak yang sibuk menata hidangan menu sarapan pagi seorang diri.
"Heum, bagus sekali, anak gadis jam segini baru bangun," tetap sibuk dengan hidangan makanan tanpa mengalihkan pandangan. "Sudah mandi?"
"Belum," jawab enteng Diba. "Iya, iya aku mandi dulu." Berlari menaiki tangga kembali setelah melihat tatapan maut yang diberikan sang kakak padanya.
Diba baru juga setengah tangga yang ia tapaki, kembali menghentikan langkah kaki dan berteriak melontarkan pertanyaan "kakak iparku dimana?"
"Sudah pulang. Mandi Diba."
"Iyaaa kakakku, yang paling tampan pemberani dan pahlawan dalam hidupku. Hidupku, cintaku, sayangku." Diba terus menaiki tangga menuju kamarnya dengan tetap mulutnya berkata entah apa lagi yang dikatanya.
Kay keluar dari kamar yang bersebelahan dengan tangga dengan penampilan yang sudah rapi dan wangi. Kay berjalan dan menghampiri Bira dan memeluk Bira dari arah belakang.
"Sayang, jangan beri aku peluang untuk melakukan kekhilafan."
Kay segera melepas rangkulan pelukannya dan berjalan cepat duduk di kursi meja makan. Bira yang melihatnya hanya mampu menyembunyikan senyum dibalik muka datar yang selalu ia pancarkan.
"Sayang, tadi aku dengar suara Diba. Kemana dia."
"Sudah kusuruh mandi dulu. Aku tidak tahu harus mendisiplin kebiasaan buruknya itu dengan apa lagi, dia asik dengan buku tanpa mempedulikan yang lain lagi, mandi saja dia sampai lupa. Entah lupa atau disengaja dengan kemalasannya."
"Sabarlah sayang, Dibakan masih anak-anak wajar dong."
"Wajar bagaimana sih sayang, semalam baru saja ada yang datang melamarnya, jika kamu lupa. Diba bukan anak-anak lagi sayang."
"Iya, iya, iya, jangan marah dong, nanti tensinya naik loh."
Bira menghembuskan napas kasar sambil meletakkan mangkok cemilan yang terakhir dan kemudian melepaskan celemek yang terpasang pada badannya. "Aku mau mandi dulu sebentar, jangan pulang dulu, aku akan mengantarmu ke kampus."
Kay memalingkan wajahnya merah, masih saja malu saat melihat badan berotot Bira dengan tetap menjawab kata dari Bira, "Iya."
Hampir lima belas menit berlalu Bira dan Diba menuruni tangga kembali dengan jarak waktu hampir bersamaan yang diawali oleh Diba.
"Kakak semalam nginap ya. Kakak tidur dimana? Kenapa tidak tidur bersamaku, jangan bilang kalian berduaan semalaman," menarik kursi dan duduk yang kemudian memutar sendi leher beserta badan untuk melihat dan menatap tajam pada sang kakak yang sedang berjalan menuruni tangga.
"Nah ini dimakan, jangan berpikir yang bukan-bukan," menyodorkon sepiring nasi goreng kesukaan Diba dengan dilengkapi lauk ayam goreng bagian paha.
Dan kemudian Kay juga menyodorkon dan memberikan sepiring nasi lagi kepada Bira yang juga sudah duduk di kursi di samping dirinya.
Sarapan pagi awal mula tenang tanpa ada kata yang menyelipi tiba-tiba Bira berkata "apa yang akan kamu lakukan hari ini," tanya Bira santai.
"Rebahan," melanjutkan makan dan kemudian meminum susu coklat hangat.
"Ada yang datang melamarmu semalam."
Byuurr. Bira yang baru saja siap mandi malah dimandikan lagi dengan susu coklat melalui semburan mulut yang dilakukan Diba tanpa sengaja.
Bira hanya bisa dan memejamkan mata. Kay yang melihatnya memelototkan mata antara ingin tertawa dan juga merasa kasihan.
"Tahu," Diba melanjutkan makan setelah memberikan tisu pada sang kakak.
Sambil mengelap wajah yang dibantu oleh Kay, Bira melanjutkan katanya yang belum selesai "kamu mempunyai waktu sepekan untuk memikirkannya dan dua pekan lagi kakak akan menikah."
Diba dan Kay terkejut setengah mati dengan dua kalimat santai yang diucapkan Bira.
"Mana bisa seperti itu," menjawab serentak.
"Apakah kalian sudah tidak sabar?" tersenyum menaik turunkan alisnya.
"Abanggg. Kakakkkkk," berteriak serantak tanpa aba-aba antara Diba dengan Kay.
Bira menanggapi adik dan kekasihnya itu hanya dengan tertawa keras seorang diri. Melihat dua wanita kesayangannya menatap tajam padanya lantas Bira menghentikan tawa dan berkata "jangn lupa, calon suamimu akan datang sepekan lagi adikku sayang dan kamu sayang sepekan setelahnya kita akan menikah. Setelah selesai makan kita akan pergi mempersiapkan pernikahan kita, biarkan Diba fokus berpikir untuk menerima calon suaminya dengan lapang dada."
"Abang aku tidak mau."
"Berikan jawabanmu padanya, bukan padaku. Mari sayangku kita menikah," menarik tangan Kay lembut ala-ala raja dan ratu dan kemudian merekapun berlalu membiarkan Diba tinggal seorang diri dirumah.
Sebelum tapak langkah kaki Bira dan Kay benar-benar keluar dari rumah, Bira segera berteriak "tolong bersihkan yang kotor-kotor ya. Harus belajar jadi istri teladan mulai sekarang."
"Apaansih kak, istri istri," berteriak marah "iya nanti aku bersihkan," ikutan berteriak.
Setelah membersihkan semua sisi rumah, dimulai dari dapur, seluruh isi rumah sampai halaman depan dan belakang bersih semua, kemudian Diba terduduk termenung memikirkan siapa sebenarnya yang melamarnya tempo hari dulu.
Diba teringat akan kartu nama yang telah diberikan padanya. Diba segera berlari bermaksud mencari keberadaan kartu tersebut. Setelah mendapatkannya Diba menjadi bingung sendiri antara menghubungi atau tidak sama sekali. Jika tidak dihubungi penasaran namun jika dihubungi gengsi.
Pilihan yang sulit.
Akhirnya Diba memutuskan untuk kembali tenggelam dalam tumpukan buku menjelajah setiap huruf maupun kata-kata yang telah tertulis rapi dari bait ke bait mengisyaratkan makna khas dari setiap buku.
Waktu berlalu begitu cepat, Diba benar-benar tidak sadar waktu, kini matahari sudah terbenam kembali namun Diba masih saja sibuk dengan membacanya itu.
Bira kembali pulang kerumah mendapati keadaan rumah yang gelap gulita dan juga jendela yang masih terbiar terbuka. Itu anak pada kemanasih? Tanya monolog Bira dalam hati seorang diri.
Setelah masuk Bira segera menutup dan mengunci segala pintu dan jendela, barulah Bira melangkahkan kaki menaiki tangga menuju kamar Diba.
Bira melihat Diba yang tertidur dalam tumpukan buku dengan jendela kamar yang masih tetap terbuka dan juga dalam keadaan gelap. Hembusan napas panjang yang mampu Bira lakukan saat ini dan bermonolog dalam hati ini anak tidur atau mati.
"Bangun, hey bangun."
Diba hanya bergeliat kecil sebagai reaksi dan tertidur kembali. "Ya Allah berikanlah aku kesabaran dalam menghadapi adik pemalas seperti dia."
"Berisik. Diamlah," berkata dan tidur kembali.
"Bangun oyyyy. Kakak hitung sampai tiga, kalau tidak bangun bersiaplah tanggung sendiri akibatnya." Bira berlalu pergi mengambil ember besar dibawah dan naik lagi menuju kamar Diba sambil tetap berhitung lambat dengan nada teriakan.
Sampai pada hitungan terakhir, ember yang sudah Bira isi air dari kamar mandi Diba siap ingin meluncur terjun diatas tilam Diba. "Ti ti tig gaaaa."
"Jangaannnn," berteriak dan langsung duduk "iya aku bangun sekarang."
"Oh, kakak pikir, kamu perlu mandi dalam keadaan tertidur," tersenyum manis.
"Terimakasih. Tidak perlu repot-repot kakak kusayang, adikmu ini bisa sendiri."
"Bangun mandi saanaaa," suara lantang berteriak geram.
Dengan gelagapan Diba bangun dan berlari menuju kamar mandi untuk membersihkan diri, tidak lagi menyaut lontaran kata dari kakaknya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments