Siang ini saat jam pulang sekolah, tetiba Fay menghampiriku seorang diri.
"Fir, ada waktu luang tidak?" tanya Fay gugup.
"Kenapa? Se penting itu?" balasku singkat.
"Kalo kamu nggak keberatan sih ya nanti sore temuin aku di tempat biasa kita nongkrong berempat dulu" pinta Fay.
"Ohh..." jawabanku menggantung, "aku nggak bisa janji bakal datang atau tidak. Tapi aku berusaha untuk meng'iya'kan permintaanmu" ucapku yang membuat Fay tersenyum.
"Janji Fir??" girang Fay penuh harap.
Aku mengangguk sembari tersenyum ke arah Fay.
"Thanks Fira" ucap Fay yang spontan langsung memelukku.
"Sama-sama. Udah dulu ya, aku mau pulang" pamitku mengakhiri obrolan siang ini.
Fay melambaikan tangan ke arahku. Aku membalasnya. Aku langsung meninggalkan kelas dan bergegas menuju parkiran motor.
"Fira" panggil seseorang yang tak lain Diva.
"Eh hay Div" sapaku saat melihat Diva sedang mengendarai motor dengan laju yang sangat pelan.
"Kok kamu belum pulang?" tanya kami bersamaan.
Aku dan Diva langsung terdiam. Diva menatapku tanpa berkedip hingga aku salah tingkah. Setelah itu kami terdiam canggung hingga beberapa detik.
"Aku anterin ya Fir" ucap Diva memecahkan keheningan.
"Kok dianterin? Motorku gimana Div?" tanyaku,"nginep di parkiran sekolah?" aku melanjutkan pertanyaanku.
"Oh iya, kamu kan bawa motor" ucap Diva sembari menepuk jidatnya.
"Gimana sih, kan memang aku bawa motor sendiri. Walau kadang bareng Fiki" ucapku sembari menunjukkan motor kesayanganku yang masih terparkir di belakang gedung sekolah.
Diva membalas dengan cengiran kuda sembari menggaruk kepalanya.
"Divandra...Divandra..." senyumku sembari geleng kepala.
Diva membalas dengan senyuman manisnya yang tanpa sadar membuat jantungku melompat-lompat ingin keluar. 'Kenapa sih waktu dia begitu malah jadi manis' batinku mulai salah tingkah.
Kami langsung hening kembali.
"Pulang dulu yaa" pamit kami serentak.
Sadar akan hal tersebut, aku dan Diva tertawa. Tiba-tiba dengan gemas Diva mengacak-acak rambutku.
"Divandraaaaaaa...." teriakku.
Diva semakin tertawa dan langsung membunyikan motornya seakan kabur akibat ulahnya. Sementara aku masih mengumpat senyumku karena kejahilan Diva. Yup, aku benar-benar salah tingkah siang ini. Lalu mengendarai motor sembari bersenandung kecil dengan perasaan yang tidak bisa diungkapkan kata-kata.
◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇
Sore pun tiba, aku baru saja sampai di kafe tempat nongkrong dengan teman-temanku dekat sekolah. Disana terlihat Fay seorang diri sudah sampai.'Aku beberapa kali ini melihat Fay sering sendirian kemana-mana. Apa sudah....? Yasudah lah, bukan urusanku juga' batinku sembari berjalan menghampiri Fay.
"Faaayy...." panggilku sembari melambaikan tangan.
Fay menoleh lalu membalas melambaikan tangan juga."Firaaa" senyum Fay, "makasih sudah memenuhi undanganku" ucap Fay tulus.
"Sama-sama. Maaf ya Fiki sama Falen nggak aku ajak. Mereka sibuk urusan masing-masing" balasku penuh senyum.
"No problem Fir, aku ngerti kok. Pasti mereka masih tidak mau temenan sama aku ya" kata Fay dengan tersenyum getir.
"Nggak kok Fay, kita nggak musuhin kamu lagi. Memang mereka beneran nggak bisa ikutan" aku menjelaskan.
"Aku sama Rangga sudah putus Fir, maaf ya aku dulu mengkhianati kamu. Aku sadar saat di skorsing kemarin, selama hampir 3 minggu itu aku benar-benar menyesali perbuatanku, aku menyesali hubunganku dan Rangga yang sudah tidak sehat dan banyak hal" cerita Fay tiba-tiba dengan mata berkaca-kaca, "aku memang cemburu sekali saat Rangga ternyata masih ada rasa sama kamu Fir, tapi perasaan memang tidak bisa dipaksa. Aku merebut kebahagiaanmu dulu dengan cara menikung. Aku juga memang suka sama Rangga waktu kamu lagi PDKT juga sama dia. Rangga kasih celah buat aku, saat Rangga menyatakan cinta padamu. Dia juga menyatakan cinta padaku. Hubungan kami dibelakang tertutup nyaris setahun tapi ternyata kamu ketahui. Aku menyesal waktu itu. Maaf Fir, maaf. Aku bukan teman yang baik" Fay bercerita panjang sembari menangis.
Entah apa yang aku rasakan sekarang. Antara sedih, kecewa, senang atau lega. Mendengar semua penjelasan dari Fay. Aku melihat dari raut wajah Fay, dia benar-benar menyesali perbuatannya selama ini. Apakah aku bisa langsung memaafkannya sekarang? Atau mungkin butuh waktu untuk menata hatiku yang sudah lama berserakan.
"Aku butuh waktu Fay untuk memaafkanmu" aku berkata jujur dengan pandangan lurus ke depan.
"Apakah aku sudah terlalu dalam melukai hatimu Fir?" tanya Fay dengan hati-hati.
Aku mengangguk,"Aku butuh waktu untuk menata hatiku kembali Fay" jawabku.
Fay memelukku sembari menangis,"Sekali lagi maafin aku ya Fir" Fay memohon.
Sebenarnya aku sudah memaafkan Fay jauh-jauh hari sebelum Fay meminta maaf duluan. Memang rasanya sakit sekali, tapi aku berusaha untuk ikhlas dan merelakan sesuatu yang sudah pergi begitu saja.
"Aku sudah lupa rasanya saat kalian menyakitiku. Tapi aku tidak akan pernah lupa sama kejadian di gudang sekolah siang itu. Anggap saja angin lalu. Aku, Fiki dan Falen tidak keberatan jika kamu kembali berteman dengan kami" ucapku,"sudah lama kan kita F4 kumpul formasi lengkap" ucapku lagi.
"Kamu sebaik itu sama aku Fir, nggak tahu lagi aku harus membalas apa" ucap Fay sembari menghapus airmatanya.
"Aku berusaha merelakan semuanya Fay" balasku,"karena Rangga, aku sempat mati rasa. Tapi aku tidak menyalahkanmu untuk menyukai Rangga juga" ceritaku.
"Berapa lama kamu merasakan mati rasa?" tanya Fay,"tapi aku lihat setelah kamu dan Rangga putus, Divandra hadir buat mengetuk pintu hatimu kan?" Fay mencoba mengintrogasiku.
"Kenapa sampe Diva?" balasku dengan ekspresi salah tingkah, "aku mati rasa sekitar 2 bulan setelah putus dari Rangga" ceritaku lagi.
"Kalian cocok tauk. Semoga dia pengganti Rangga" dukung Fay.
Aku hanya bisa diam saat Fay mengatakan seperti itu. Fay juga terdiam. Suasana menjadi hening.
Beberapa menit kemudian."Oh iya Fir, kapan-kapan main berempat lagi ya. Aku kangen kalian" ucap Fay memecahkan keheningan.
"Boleh, lain kali aku ajakin Fiki dan Falen juga" anggukku menyetujui permintaan Fay.
Fay tersenyum senang saat permintaannya aku setujui.
Setelah pertemuanku dan Fay sore ini, kami berpamitan pulang.
Sesampainya di rumah, aku menghubungi Fiki dan Falen untuk menceritakan pertemuanku dan Fay tadi sore. Mereka menyetujui ajakanku keesokan harinya untuk berkumpul lagi dengan Fay.
Kami sepakat untuk berteman lagi dengan Fay. Dan aku saatnya untuk memaafkan semua kesalahan Fay.
Sementara di tempat lain, tepat di kamar Diva. Dia mondar-mandir di samping ranjang, hatinya bimbang dan gelisah. Lalu menuju cermin besar yang ada di belakang pintu kamarnya."Fir, ada yang ingin kusampaikan padamu. Tentang perasaanku selama ini" ucap dirinya sendiri pada cermin.
Melihat dirinya masih kaku di depan cermin, Diva mengacak rambutnya dengan frustasi. "Loe gimana sih Div, baru mau nembak aja tegangnya kayak besoknya mau minta restu bokap nya Fira. Gimana ntar kalo udah ijab" ucap pada diri sendiri melalui cerminnya.
"Selow...selow... kita latihan lagi" semangat Diva mengulang ucapannya di depan cermin lagi.
◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇
"Kriiiiiiiingggggggggggggg" suara jam beker milik Diva berbunyi.
Jam menunjukkan pukul 06.15 .
"Astagaaaaaa, bisa telat Gue jam segini baru bangun" kejut Diva segera bergegas untuk mandi dan bersiap-siap ke sekolah.
Setelah siap semua langsung buru-buru ke sekolah tanpa menyentuh sarapan yang sudah di persiapkan Ibunya.
"Buk, Diva berangkat sekolah dulu. Buru-buru. Maaf nggak sempat sarapan. Nanti aku makan setelah pulang sekolah" ucap Diva sembari berpamitan ke sekolah.
"Iya, hati-hati yaa" angguk Ibu Diva."nanti waktu kamu pulang makanannya tinggal dihangatin saja, Ibu sudah masak kesukaanmu hari ini"pesan Ibu Diva.
"Ya Buk, Diva pamit ya Bu" pamit Diva sembari mencium pipinya dan punggung tangan Ibunya,"Assalamualaikum..."
Belum sempat Ibu Diva menjawab salam anaknya, motor lalu dinyalakan dengan kecepatan hampir 80 km/jam.
"Jangan ngebut" teriak Ibu Diva yang melihat anaknya tergesa-gesa berangkat ke sekolah.
Di sekolah sudah ramai anak-anak yang siap menerima ilmu dari para guru pengampu mata pelajaran.
Aku, Fay, Falen dan Fiki sudah sampai sekolah secara bersamaan. Saat masuk kelas banyak teman-teman yang membicarakan Fay secara bisik-bisik. Tapi aku bilang pada Fay tidak perlu di dengarkan.
"Ehhh gank F4 udah balik normal lagi nih" ucap Indi.
"Cieeee Fira sama Fay udah temenan lagi" respon Dimas.
"Nah gitu dong, kan adem liatnya kalian akur" sambung Dani.
Yup, begitulah komentar-komentar teman sekelas saat melihat kami kembali ke formasi berempat lagi.
"Berantem mulu. Capek" respon Fay singkat.
Aku, Fiki dan Falen menertawakan Fay yang sedang merespon nitizen di kelas. Setelah itu kami duduk di bangku masing-masing.
Tepat jam 07.00 bel masuk bunyi. Ternyata Diva baru saja sampai kelas. Kulihat penampilannya pagi ini tak biasa, hari ini dia terlihat acak-acakkan pada rambut dengan baju seragam keluar dari celana abu-abu nya. Dengan style seperti itu dia kenapa makin cute aja sih.
Fay memergoki aku melihat Diva dari datang sampai duduk dibangkunya, "Ehmmm, liatin apa sih. Dari tadi nggak berkedip."
Aku terkejut saat Fay berkata demikian. "Fayyyy, diem deh. Jangan bikin aku salting" ucapku sembari menutup wajahku dengan kedua tangan.
Fay hanya membalas dengan tertawa.
"Terpesona, ku pada pandangan pertama..." ledek Falen juga.
"Cieee Firaaaa" sambung Fiki ikut meledekku.
Tampak jam pertama guru belum masuk kelas. Diva tiba-tiba menghampiri bangku ku, sementara ketiga temanku bersorak sorai.
"Ngapain mukanya ditutup gini" ucap Diva sembari melepas tanganku yang menutupi wajah, "kan cantiknya nggak keliatan" lanjut Diva mulai menggodaku.
"Apaan sih Div, aku maluuuu" balasku memalingkan wajah.
Diva tersenyum saat melihat wajahku sudah memerah seperti kepiting rebus."Ternyata begini ya wajah Fira kalo lagi salting" ucap Diva masih saja menggodaku.
"Divaaa ihhhh......" balasku menahan rasa malu.
Satu kelas tampak menyoraki kami berdua, kecuali Rangga yang hatinya semakin memanas melihat kedekatan kami.
"Udah lah, kalian itu klop. Jadian gih buruan" ucap Falen yang otomatis membuatku dan Diva semakin salah tingkah.
Sementara Fay dan Fiki kompak meledek kami,"Cieee....cieee...."
"Kalian yaa, rese banget" dengusku kesal.
Sementara Diva hanya tertawa untuk menutupi rasa salah tingkahnya.
Lalu kulihat Fay juga meminta maaf pada Diva karena kesalahannya selama ini. Diva tak keberatan memaafkan Fay.
Tak terasa sudah di akhir jam pelajaran. Kami semua menutup dengan mata pelajaran Matematika siang ini.
Saat aku dan ketiga temanku sedang berjalan menuju parkiran mobil, Diva memanggilku"Fir...Fir..."
Aku menoleh dan menghentikan langkah,"Eh Hay Div, ada apa?" sahutku dengan senyuman.
Terlihat ketiga temanku langsung berpamitan padaku. Kini tinggal aku dan Diva.
"Eeee....." ucap Diva tiba-tiba kehabisan kata-kata,"kamu keburu nggak pulang ke rumahnya" Diva melanjutkan ucapannya.
"Nggak sih Div, ada apa?" tanyaku semakin penasaran dengan sikap Diva siang ini.
"Ada yang ingin kusampaikan" ucap Diva memberanikan diri.
"Apa itu?" tanyaku lagi.
Tampak Diva semakin salah tingkah, aku juga merasa degup jantungku menari-nari dibuatnya.
"Ke kafe deket Stadion Cempaka yuk. Aku ingin ngomong sesuatu" ajak Diva, "nggak enak kalo di sekolahan" sambungnya.
"Oke, aku ambil motor dulu ya" aku menyetujui ajakan Diva.
"Iy...a Fir" jawab Diva terbata-bata sembari mengambil motor di parkiran juga.
Sepanjang jalan menuju kafe, aku dan Diva semakin dibuat resah.
Sesampainya di kafe yang di maksud Diva. Kami mencari tempat duduk pada bagian tengah sembari memesan minuman dan camilan.
"Fir, sebenarnya....." ucap Diva terpotong karena waiters sudah datang membawakan pesanan kami dan bill nya.
Diva mengeluarkan uang dari dompetnya.
"Baik Kak, ditunggu kembaliannya ya" ucap waiters itu ramah.
Diva langsung mengangguk.
"Iya Div, boleh diulang lagi kamu ngomong apa?" pintaku.
Saat Diva ingin mengatakan sesuatu lagi, waiters datang lagi dengan membawa kembaliannya.
Setelah dirasa sikon aman, Diva mengulangi ucapannya."Fir, aku suka kamu. Mau nggak jadi pacarku?" ucap Diva tanpa basa basi.
Deg!!! Diva naksir aku. Aku harus sedih atau senang. "Tuhan, aku juga mencintainyaaaaa" jeritku senang dalam hati.
Belum sempat aku membalas, Diva memotong"Aku nggak maksa kamu buat jawab sekarang."
Aku tersenyum lalu mengangguk," Iya Div, aku juga suka kamu dan aku mau jadi pacarmu" jawabku langsung.
Tampak eskpresi Diva berubah terkejut"Seriously??" tanya nya padaku.
Aku menggangguk mantab"Yes Divandra, i'm serious."
"Terima kasih Safira..." ucap Diva yang spontan memelukku.
Aku mengangguk dan tanpa sadari airmataku jatuh dipipi. Yup, aku menangis bahagia siang ini.
Saat Diva melepaskan pelukannya, dia terkejut melihatku menangis"Kenapa menangis, kamu terkejut aku menyatakan perasaanku" ucap Diva sembari menghapus airmataku.
Aku mengangguk lalu tersenyum,"Aku nggak nyangka bakal jadi pacar kamu Div" ucapku terbata-bata, "aku nggak akan melupakan moment dan tempat ini" lanjutku.
"Aku juga nggak nyangka kamu langsung terima perasaanku Fir, kamu wanita istimewa. Aku suka kamu sewaktu kita bertemu pertama kali di kantin" jujur Diva.
Aku terkejut mendengar pernyataan dari Diva."Selama itu kamu pendam perasaanmu ke aku? Bahkan aku tidak mengetahui sama sekali. Dulu sama Rangga aku tidak bahagia" ceritaku.
"Aku nggak peduli kamu mantan siapa, sekarang yang ada di depanku ya masa depanku. Aku janji akan mengobati semua luka dihatimu Safira" janji Diva sungguh-sungguh.
Kulihat dari mata Diva tidak main-main dengan ucapannya. Aku merasa hatiku se bahagia ini.
◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments