Legiun
09 Juli 2018
Pukul 23.14
GEMULAI lenggok Rani mengayun bak peragawati. Gaun merah yang dikenakannya merekah, menampakkan lekuk tubuhnya yang semampai. Hak tinggi sepatunya mengetuk-ngetuk permukaan lantai kamar 1503. Ketukan demi ketukan mengalun dengan jeda yang lambat, mengiringi langkah mundur Erwin Hartanto, bos produsen rokok terkemuka, PT. Djanggo. Mata perempuan itu menatap tajam Erwin, tak gentar dengan nama besar si cukong tembakau. Kaki-kakinya yang berjenjang terus mengayun langkah, mendesak sang pengusaha dan menuntun pria paruh baya itu menuju pembaringan kamar hotel.
Betis Erwin yang dipadati lemak bergetar-getar setiap telapak kakinya menjejak lantai. Pengusaha berbadan tambun itu terus melangkah mundur, sementara sorot matanya terbelenggu kemolekan makhluk jelita yang bergerak menghampirinya. Paras yang menawan, serta gesturnya yang nakal, rupanya telah digdaya menjerat pandangannya. Erwin terlampau ceroboh membiarkan kaki-kakinya yang gemuk melenggang tanpa pengawasan.
Langkah mundur Erwin kian melantur. Akibatnya, gundukan betisnya melanggar tepian ranjang, dan membuatnya hilang keseimbangan. Dalam sekejap, tubuhnya pun terjengkang dan BUMM! Terjadilah gempa berskala rendah di medan pembaringan. Gelambir lemak di perut Erwin seketika berguncang. Seiring reaksi daya pegas ranjang. Seiring gairahnya yang datang bergelombang. Seiring degup jantungnya yang terpacu kencang.
Gelombang yang melanda pembaringan semakin bergejolak saat lutut Rani mulai mencicipi pegasnya. Tubuh perempuan itu merayap bak seekor komodo yang sedang mengincar mangsa. Lidahnya menjulur keluar, menyapu bibirnya yang sensual. Sementara Erwin, si mangsa yang bertubuh gempal, tergolek di posisi terlentang. Pria itu semakin tak berdaya ketika Rani melompat menyergapnya. Perempuan itu mendaratkan tulang panggulnya ke paha Erwin, mengunci tubuh sang konglomerat di posisi dominatrix.
Seolah merasa telah menaklukkan mangsanya, Rani bertingkah semakin ganas. Dengan penuh gairah, perempuan itu menyerang Erwin dengan sejumlah kecupan liar yang mengarah pada bibir, wajah, dan daun telinga sang konglomerat. Seketika, aroma wewangian menggelitik bulu hidung Erwin. Semerbak buah persik berpadu dengan eksotika bunga amber, Signorina Misteriosa Eau de Parfum, mahakarya produsen Perancis, Salvatore Ferragamo.
"Om sudah siap?" bisik Rani, tepat di daun telinga Erwin. Si gempal mengangguk kikuk, seolah telah menyerah takluk.
Perempuan itu menurunkan ritsleting gaun di punggungnya. Erwin yang tak sabar menanti pun mulai bertingkah tak karuan. Pria yang dikenal liat dan taktis oleh para rival bisnisnya itu seolah kehilangan aura. Gairahnya yang memuncak tak lagi terbendung. Pertahanan dirinya benar-benar rapuh, tak terjaga dengan sebagaimana mestinya. Di saat-saat seperti itulah, bahaya mulai mengancam tanpa disadarinya.
Erwin mendadak terkesiap ketika sepasang trisula tiba-tiba muncul dari punggung gaun Rani. Seketika itu pula, gairah Erwin menguap, terusir oleh kepanikan yang datang merentap. Pengusaha rokok itu semakin panik ketika ujung-ujung trisula meluncur ke arahnya. Mengandalkan reaksi kejut yang ala kadarnya, tangan kanan Erwin mencoba menangkis, namun laju trisula tetap tak terelakkan meski hanya sanggup melubangi tangan kanannya. Logam bermata tiga itu melesap mulus pada lengan kanan sang konglomerat.
Kontan, Erwin memekik dan mencoba memberontak. Lututnya bereaksi dengan menghantam pinggul Rani hingga membuat wanita itu terpental entah ke mana. Dirongrong kepanikan, Erwin berusaha menepi dari pergumulan. Tubuhnya berguling-guling untuk menjatuhkan diri. Tak lama setelahnya, lantai kamar 1503 berdebum ditimpa tubuh gempal sang konglomerat yang berusaha menyelamatkan diri.
Di permukaan lantai, Erwin berusaha mendayung tubuhnya menuju pintu kamar. Susah payah pria tambun itu bergerak melata, meniru gerakan seekor ular. Malangnya, upaya itu tak terlalu membuahkan hasil. Jarak yang terbentang menuju pintu kamar mustahil bisa ditempuh dalam waktu singkat. Mustahil ia bisa keluar dari ruangan ini dengan selamat. Namun, saat ia mulai dibayangi keputusasaan, tiba-tiba terdengar suara ketukan dari arah pintu kamar.
"Selamat malam, Bapak. Bisa saya antarkan masuk pesanannya?" Suara ramah seorang laki-laki tiba-tiba terdengar dari luar pintu kamar. Seolah merasakan sedikit terpaan angin segar, Erwin pun tak mau menyia-nyiakan kesempatan. Malaikat penolong telah tiba, pikirnya. "TOLOONG! TOLOOOONGGG!! SAYA MAU DIBUNUH!!"
Sementara ketukan pintu semakin kencang berbunyi, Erwin tetap berikhtiar untuk menggapai pintu kamar. "TOLOOONGGG!"
Ajaib, lolongan Erwin yang terakhir rupanya berhasil membuat pintu kamar terbuka, tanpa kartu akses atau kunci darurat. Sementara itu, tepat di ambang pintu, sang malaikat penolong menampakkan diri. Dari seragam concierge yang dikenakannya, siapapun akan langsung menduga bahwa sosok pria itu adalah petugas hotel. Tangan pria itu tampak mendorong sebuah kereta troli. Sebotol anggur dan dua buah gelas tirus kosong berjajar di atas piranti yang lazim digunakan untuk mengangkut makanan pesanan.
"Tolong, Mas! Ada yang mau bunuh saya!" Petugas hotel yang penasaran segera memarkir trolinya di ujung kamar, menutup pintu, dan langsung menyisir seisi ruangan, namun hasil pencariannya nihil.
"Tidak ada siapa-siapa di sini, Pak," lapor petugas hotel, yang kemudian menghampiri Erwin. Napasnya tertahan saat lengan gempal sang konglomerat membebani tengkuknya. Tak bisa dimungkiri, pria kurus itu kerepotan juga memapah tubuh Erwin.
"Antarkan saya keluar kamar saja, Mas." Erwin meminta pada pria itu.
Sejurus kemudian, ekor mata Erwin melirik sebotol anggur yang teronggok di atas troli pesanan. Di saat itulah, sebelah alisnya melejit. Ia baru menyadari sebuah kejanggalan. Siapa yang memesan anggur, tanyanya dalam hati. Namun, belum sempat kecurigaannya berkembang, ia kembali mendapati pemandangan yang aneh dari wajah sang petugas hotel. Wajah pria itu tak lagi ramah, melainkan justru berubah dingin. "Bapak Erwin Hartanto, ada kiriman untuk Anda."
Erwin kembali terperanjat saat pria petugas hotel menyibak seragamnya dan menghunus sebilah parang entah dari mana. Logam bertepian tajam itu melesat dengan kecepatan tinggi dan mengenai lehernya. Sang konglomerat tak mampu bereaksi cepat untuk menghindarinya.
Darah segar memancar dari sisi kiri leher Erwin. Si cukong rokok pun terhuyung. Namun, sebelum ambruk, sebuah ayunan lutut menghantam tulang belakangnya hingga menimbulkan bunyi 'krak'. Napas Erwin tercekat. Tubuh gempalnya terpelanting dalam dua kali putaran sebelum jatuh terlentang di atas karpet lantai kamar 1503.
Jantung Erwin berdesir saat mengenali sosok yang baru saja mematahkan tulang punggungnya. Rani, sang perempuan panggilan, kembali mewujud. Perempuan itu berjongkok di sebelah kanannya dengan tatapan sedingin salju.
Melihat tubuh sang konglomerat tak lagi berdaya, Rani, si gaun merah, perlahan bangkit dan menghampiri petugas hotel. Dua sosok biang keributan di kamar 1503 kali ini berdiri saling bersisian. Perlahan, logam-logam bermata tajam yang berada dalam genggaman mereka kembali terangkat. Dalam hitungan detik, logam-logam itu meluncur serentak. Buntalan lemak di perut Erwin menjadi sasaran utama. Bersamaan dengan suara mengerang Erwin yang menyentak keheningan, cairan berwarna merah pekat berhamburan. Tak cukup hanya dengan satu serangan, logam-logam pun kembali terangkat dan dengan serta-merta tubuh Erwin yang tak lagi berkutik dipaksa menerima serangan bertubi-tubi. Maka, terciptalah pemandangan menyerupai air mancur berwarna merah di lantai kamar 1503
"Setelah ini, aku mau pulang." Di sela-sela gerakan menusuk dan mencincang tubuh korbannya, Rani berucap. Meskipun agak lirih, suaranya terdengar agak berat seperti sedang terjangkit flu.
"Tolong jangan lakukan itu sekarang. Kita baru berbaikan kemarin. Lagipula, masak aku harus mengurus mayat ini sendiri?" Pria petugas hotel membalas sambil terus menebaskan parangnya ke arah tubuh sang konglomerat yang mulai kehilangan bentuk aslinya.
"Kamu yang terima job ini.” Si Merah berkilah. “Kamu yang tanggung jawab."
Wanita itu akhirnya menghentikan aktivitas tangannya. Parasnya yang jelita tetap dingin, meski kali ini bercampur dengan raut masam menahan amarah. Sementara itu, sang pria petugas hotel--yang juga ikut menghentikan tebasan parangnya--lantas menghela napas. "Baiklah. Nggak masalah. Lagipula, aku sudah terbiasa sama yang beginian." Sambil mengumbar senyum, pria itu menggamit tangan Rani dan bermaksud mencium punggung telapak tangannya. Namun, dengan cergas Rani menarik tangannya dan membuat si pria hanya mencium angan-angan belaka.
Pria petugas hotel hanya bisa menelan senyum dan pasrah ketika melihat Rani--atau siapapun nama asli wanita itu--beranjak pergi melalui pintu balkon. Dalam hitungan detik, si Merah pun lenyap ditelan kegelapan. Menyaksikan hal itu, muka si pria mendadak kecut. Napas panjang kembali melenggang melalui lubang hidungnya yang pipih. Tak lama berselang, ia pun mulai menyingsingkan lengan seragamnya yang berlumur darah dan serpihan organ dalam. Sembari memunguti beberapa bagian tubuh korban yang terpotong-potong, ia berdeham ringan seolah hendak bersiap mengambil nada.
"I won't forget... the way… you're kissing..."
Dari kegelapan yang menguar di luar balkon, sayup-sayup terdengar suara Jascha Richter, vokalis Michael Learns To Rock, dengan kearifan lokal.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
ᴏᴋᴋʏʀᴀ ᴅʜɪᴛᴏᴍᴀ
Baru baca Prolog ajaa udah terkagum-kagum sama tulisannya,
kesan pertama kali aku baca tuh, gilaaa .. ini tulisan kereen bangeeettt.. mantap kakak,
aku mau jadii haters muuu saja😅 iriii bangettt liat tulisannya sebagus ini ya Tuhaaan
2023-06-06
1
Kumparan
saya paham maksud dari penulis. cuma kaget saja kalau ada karya seperti ini, di sini. ini karya yang harusnya udah dalam bentuk buku.
sedikit pandangan saya. coba buat seolah petugas hotel itu panik saat pertama melihat pengusaha, maksud saya tidak setenang itu. pembaca akan berpikir kalau memang ada pertolongan, bukan menebak ini penolong atau malah mau bantu si cewek. karena menurut saya itu terasa ganjil, dan benar petugas itu membantu si cewek. tapi pada akhirnya itu cuma pendapat pribadi saya. dan saya menikmati apa yang penulis suguhkan.
salam literasi😅
2023-05-28
2
Winters
a...aish
2023-05-20
1