Belum Berakhir

...Jangan berhenti ketika kamu lelah. Berhentilah ketika kamu sudah selesai....

...-Donzello...

.......

.......

...***...

...-Kota X, Indonesia-...

...***...

"Pembunuhan misterius dilaporkan terjadi ketika perayaan ulang tahun Dinata Group berlangsung kemarin, tepatnya hari selasa 19 Januari 20xx, pukul 11 malam. Suasana ricuh ketika proses evakuasi berlangsung. Dilaporkan, ada 2 orang korban dalam peristiwa ini. Hingga kini, pihak berwajib masih merahasiakan korban dari pembunuhan misterius itu ..."

"Ini gila, kenapa dalam bulan ini hanya berita orang mati yang kudengar?"

Ucap wanita dengan ikatan cepol itu menatap heran pada layar TV 60 inch di hadapannya.

"Hah... mana kutahu? Cari saja channel yang lain." Balas Disha, wanita dengan rambut panjang berkuncir kuda.

Disha masih sibuk mengompres wajahnya yang terasa panas dengan kaleng minuman soda di tangannya.

"Masalahnya, semua channel pasti membahas hal serupa. Lihat ini..."

Wanita berambut cepol itu mengangkat remote TV di tangannya, dan mulai menekan tombol berbentuk ujung panah yang ada di remote itu.

Dan benar saja, semua channel TV membahas tentang tragedi yang tengah menimpa Dinata Group saat ini.

"Tau ah, aku capek." Ucap Disha memilih tak ingin terlalu memusingkannya.

Kedua wanita itu baru saja selesai berlatih mengasah hobi mereka, dan saat ini mereka tengah menikmati waktu istirahat dengan menonton TV.

Niatnya untuk mendapat hiburan sebagai pengganti rasa lelah, malah berita kematian yang mereka jumpai hampir di seluruh channel TV.

Entah apa yang sebenarnya tengah terjadi, dalam sebulan ini berita kematian dari keluarga-keluarga ternama terus saja menghiasi layar kaca itu.

Anehnya lagi, kasus pemecahannya tak pernah diberitakan. Bahkan, mengenai siapa pelaku pembunuhannya pun tidak pernah diberitakan media. Berita itu tenggelam, seolah tak pernah terjadi.

'Kira-kira apa tanggapan kakek tentang ini ya?' Batin Disha melamun menatap layar kaca itu.

Beberapa saat kemudian, seseorang datang memasuki ruangan yang sama.

"Ladies, ayo kita lanjutkan latihannya..." Ucap orang itu antusias.

Orang itu tak lain adalah pamannya Disha, Marco Mataya.

Pria itu tampak hanya mengenakan atasan singlet putih dan celana pendek sebatas lutut, sehingga menunjukkan betapa jelas oto-otot bugar itu terlihat.

Janggut dan kumis pria itu sungguh menambah kesan maskulin pada dirinya, apalagi dengan wajah khas Eropa itu, membuatnya terlihat sangat sempurna di mata Ayudisha. Bukan hanya tampang pria itu yang dikagumi Disha, melainkan sifatnya yang gentleman.

Dalam benaknya, Disha mulai membandingkan sosok Ayahnya dengan Pamannya itu. Mereka sangat berbeda, baik dari segi penampilan, maupun sifatnya.

"Hey Disha, melamun terus... ada apa?" Tanya Belvina, si wanita berambut cepol.

"Apa ada masalah Disha?" Sambung Marco menaruh khawatir.

"Dad, mungkin Disha sudah kelelahan. Besok saja kita sambung latihannya. Lagian..." Belvina terdiam sesaat memikirkan sebuah alasan, "Lagian diluar sudah sangat panas Dad..." Tambahnya lagi agar bisa kabur dari latihan yang melelahkan itu.

"Daddy gak tanya kamu."

"Aduh, gak apa-apa kok Paman." Balas Disha dengan senyuman canggungnya.

Kan tidak mungkin Disha terang-terangan mengatakan alasannya melamun karena ia sibuk mengagumi paman kandungnya sendiri.

Bisa-bisa ia disuruh Belvina untuk menjadi Ibu tirinya.

"Yasudah kalau gitu, ayo kita sambung. Masih ada setengah jam lagi sebelum Paman pergi meeting." Ucap pria itu sambil menelisik jam yang melingkar di tangannya.

"Dad... mending kita lanjutkan lain kali saja. Lihat, wajah Disha kelelahan..." Bujuk Belvina lagi membawa-bawa nama Disha. Entah kenapa meski hobi, kali ini Belvina enggan melanjutkan kegiatan mereka yang sempat ditunda tadi.

"Belvina, berhenti membujuk Daddy. Ayo cepat bangunn..." Perintah pria itu sambil jemarinya bergerak merapikan sarung tangan hitam yang dikenakannya.

Melihat sepupunya sudah tak niat untuk melanjutkan latihan, Disha merasa sedikit kasihan.

Disha tahu, jika sahabatnya itu sudah tak niat, maka latihan mereka akan jadi kacau. Atau lebih tepatnya, akan membahayakan nyawa Disha, Belvina sendiri, dan juga Daddynya.

Kemudian terpikirkan suatu ide di kepala Disha. Ia berpura-pura susah bangun dari sofa empuk itu, lalu memasang ekspresi menahan sakit.

"Paman, sepertinya aku kram otot nih. Lebih baik kita tunda dulu. Apa boleh kita sambung besok saja?" Pinta Disha sambil memijit-mijit bisepnya yang sebenarnya tidak kenapa-napa itu.

Pria paruh baya itu hanya menatap putri dan keponakannya dengan tatapan datar.

Dia tahu bahwa itu hanya alasan yang dibuat keponakannya untuk menyelamatkan putri jahilnya itu.

"Yah, baiklah. Kalau begitu, Paman pergi dulu untuk bersiap-siap."

"Ck, giliran Disha yang minta, diturutin. Siapa sih sebenarnya anak Daddy?!" Omel Belvina setengah berteriak sambil cemberut imut.

Daddynya yang mendengar itu, hanya mengedikkan bahunya seolah menyatakan tak pedulinya, lalu pergi meninggalkan mereka.

Disha tertawa geli melihat tingkah sepupunya yang masih cemberut menatap sang Paman.

Disha selalu suka pemandangan dan suasana ini, dimana sepupu dan pamannya selalu saling menjahili.

Suasana ini sangat berbeda dengan suasana yang dirasakan Disha setiap harinya, di tempat yang disebutnya "rumah".

...🥀🥀🥀...

...***...

...-Milan, Italia-...

...***...

(Dialog bercetak miring adalah percakapan dalam Bahasa Italia.)

Sementara itu di tempat lain, dua orang pria bertubuh tegap tengah berdiri di balkon apartemen mewah di kota itu. Mereka tampak membicarakan hal serius, terlihat jelas dari pandangan tajam dan ekspresi tegang dari keduanya. Pria yang satu berdiri sambil menghisap rokoknya, dan yang satunya lagi berdiri dengan segelas alkohol di tangannya.

"Jadi ini belum berakhir?"

"Huhft... entahlah, aku mulai lelah. Sebenarnya siapa dalang dibalik semua ini?" Ucap Pria perokok itu mengusap wajahnya dengan kasar.

"Sepertinya lawan kita bukan orang biasa."

"Sudah jelas kan? Kita tidak pernah merasa kerepotan menangani apa pun sejauh ini."

Kedua pria dengan stelan jas berwarna hitam itu, menunjukkan wajah lesu mereka. Mereka tidak tahu harus berbuat apa setelah ini. Mereka pikir, ini adalah akhir dari segala penantian mereka. Akhir dari rasa sakit dan pengkhianatan, akhir dari kegelapan yang sudah mereka pelihara selama belasan tahun lamanya.

Namun kenyataannya, sampai saat ini mereka tak kunjung menemukan ujung dari cerita yang panjang ini. Seolah terjebak dalam labirin yang sangat rumit dan luas.

"Jadi apa yang akan kau katakan pada Tuan?" Tanya pria dengan segelas alkohol di tangannya itu.

Pria perokok yang berdiri di sebelahnya, menghela napasnya kasar, lalu berkata, "Entahlah Laiv Kurasa tanpa harus memberitahunya pun, dia sudah tahu sekarang."

"Tapi kau tetap harus melapor, kan Romano?" Ucap pria yang dipanggil Laiv itu sambil menunjukkan senyum tipisnya.

Romano menjatuhkan rokok yang sudah kelihatan memendek itu dari mulutnya, lalu diinjaknya rokok itu dengan ujung sepatunya. Setelah rokok itu padam, pria bertubuh tegap dan berwajah tampan itu melangkah pergi meninggalkan Laiv sendirian.

"Kau mau kemana?" Tanya Laiv dengan setengah berteriak karena Romano sudah lumayan jauh darinya.

"Menjemput ajalku." Jawab Romano dengan entengnya.

.

.

Terpopuler

Comments

nobita

nobita

ajal kok di jemput to Romano... wkwkwkk

2023-09-29

0

Author15🦋

Author15🦋

hahaha,

2023-08-05

0

Iyan

Iyan

Woi apa ini wkwk

2023-08-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!