Memori Terakhir
Liora menghela napas lega ketika jam sudah menunjukkan pukul lima sore. Pekerjaannya cukup banyak hari ini, untunglah dia selesai sebelum jam pulang kantor. Jadi sekarang, dirinya sudah tak sabar untuk pulang, makan enak, lalu berbaring di kasur yang empuk sambil bercerita dengan sang kekasih.
“Ciee, semangat banget hari ini. Udah janjian ya sama Abian?” celetuk Tara dari samping.
Liora spontan mengerutkan dahinya. Janji?
“Janji apaan? Gue gak ada janji kok hari ini,” jawab Liora sambil kembali berpikir.
“Mungkin makan doang seperti biasa sebelum diantar pulang.”
Tara seketika itu juga langsung geram. “Ya ampun! Si Abian itu tidak bisakah sesekali romantis dikit? Masa udah Anniversary tahun kedua masih aja makan biasa?”
Liora melonjak ketika mendengar kata “Anniversary”. Mendadak ia teringat bahwa kemarin Abian sempat bilang akan merayakannya dengan spesial untuk tahun ini. Ia menepuk dahinya frustasi, bisa-bisanya ia lupa. Tidak cuman pekerjaan tapi sekarang dia juga lupa dengan Anniversary-nya. Padahal biasanya Liora lah yang paling bersemangat dan selalu ingat.
Abian sendiri jauh dari kata romantis. Terkadang pria ini lupa dan sekalinya ingat juga lebih memilih makan di restoran biasa atau di café dimana dia bisa bebas dalam berpakaian dan tentu saja porsi makanan yang sangat sesuai dengan perutnya. Namun, hari ini, Abian secara khusus melontarkan kata ‘spesial’.
“Baru aja diomongin, orangnya udah telpon. Bilang ke dia, sesekali makan di tempat yang mewah dan bawain bunga minimal!” seru Tara ketika melihat ponsel Liora yang bergetar di atas meja dengan nama Abian di layar ponsel.
“Iya, iya, sayang. Sudah ya gue pergi dulu.” Liora memilih untuk tidak menjelaskan kalau dia lah yang kali ini lupa dan Abian sudah merencanakan sesuatu yang spesial.
Benar saja, di lobi Abian sudah berdiri dengan sebuket mawar merah menarik perhatian para wanita lain dan membuat Liora terkejut bukan main. Ia langsung berhamburan memeluk sang kekasih dengan hati menggebu-gebu.
“Happy Anniversary, Sayang,” Abian berbisik lembut di telinga Liora yang berada di pelukannya. Setelah itu, ia pun merangkul Liora menuju mobilnya dan mereka melesat ke tujuan mereka.
“Tumben kamu seperti ini. Aku senang, sih, tapi ada apa?”
Abian tertawa, namun tidak menjawab pertanyaan Liora. Ia hanya berkata, “Jangan senang dulu.”
Liora mengangkat alisnya dengan penasaran. Tidak biasanya Abian misterius dan romantis seperti ini. Kelihatannya, ia akan menikmati hari ini dan benar saja ketika mobil Abian berhenti di lobi sebuah gedung pencakar langit. Liora terdiam seribu bahasa hingga mereka sampai di lantai 40 dan disambut oleh pelayan. Tentu saja Liora mengenali restoran yang sudah mendapatkan gelar Michelin Star ini.
Dari tempat duduknya, Liora melirik pemandangan dari balik dinding kaca restoran Prancis tersebut. Pantulan kelap-kelip cahaya dari deretan gedung pencakar langit lainnya dan lalu lintas khas ibu kota terlihat begitu mengagumkan layaknya sebuah kotak perhiasan.
Diiringi dengan alunan piano dan saxophone yang memainkan musik jazz, bayangan Liora akan makan malam romantis yang selalu dimimpikannya selama 32 tahun hidupnya tercipta di depan matanya.
“Ngelamunin apa?” Suara itu membuyarkan lamunan Liora. Abian baru saja kembali setelah tadi pria itu meminta izin untuk pergi ke toilet sesaat setelah mereka tiba.
Liora menggeleng, dia kemudian membenahi posisi duduknya yang kini saling berhadapan dengan Abian. Senyum manisnya sejak tadi tidak pernah sirna dari wajah mungilnya.
“Happy anniversary, sayang. Aku begitu bersyukur bisa memilikimu dan maaf karena selama kita pacaran aku gak pernah ngerayain anniversary kita. Aku juga jarang ngajak kamu kencan di tempat-tempat romantis kayak pasangan-pasangan lain.”
Mendengar ucapan manis itu membuat wajah Liora mulai bersemu merah. Ini benar-benar bukan style Abian, tapi sungguh dia sangat menyukai Abian yang seperti ini.
“Bukan jarang, tapi gak pernah malah,” timpal Liora sambil tersenyum lebar. Abian tertawa mendengar ralatan itu. Baiklah harus diakui bahwa dia memang pria yang sepertinya perlu meningkatkan sense of romantic nya.
“Iya oke… kamu bener. Aku akan berusaha untuk mengubah itu untuk ke depannya. Aku harap kita bakal seterusnya bersama-sama kayak gini, dan aku akan terus berusaha untuk bisa menjadi pasangan yang baik buat kamu. Kedepannya aku akan lebih sering ngajakin kamu kencan di tempat-tempat romantis yang kamu mau. Jadi—“ Abian menjeda ucapannya, pria itu kemudian mengambil gelas air mineral yang sudah terhidang di meja dan meneguknya sedikit.
“Jadi kamu mau gak Ra menjalani hidup sama aku, sekarang, besok, dan selamanya. Will you marry me, Ra?”
Jangan ditanya bagaimana reaksi Liora setelah mendengar kata-kata Abian. Gadis itu seketika membeku, jantungnya bahkan kini tengah berderu kencang, senyumannya tiba-tiba menghilang dan berganti dengan wajah tegang.
Ratusan kali Liora pernah melihat di dalam adegan film atau drama Korea tentang bagaimana seorang wanita di lamar oleh kekasihnya. Dan itu berhasil membuat dia senyum-senyum sendiri seperti orang gila dan berharap suatu hari nanti dia dapat merasakannya. Dan hari ini sepertinya impian Liora terwujud. Tapi tunggu, sepertinya Liora melupakan satu hal, dia lupa berlatih caranya merespon saat dilamar.
“Ra?” Abian menyadarkan Liora yang fikirannya sedang entah berada dimana karena untuk beberapa detik Liora hanya terbengong.
“Hah? Apa? Kenapa Bi?” Liora tergagap, secara reflek gadis itu melepaskan genggaman tangannya dari Abian. Untuk menetralisir perasaan geroginya, dia meraih gelas air di hadapannya. Tenggorokannya seketika terasa kering kerontang.
Abian tersenyum melihat reaksi gadis didepannya itu. Dia tahu Liora tengah gugup. Sejujurnya dia pun juga sama, tapi Abian kini lebih bisa mengendalikan rasa gugupnya.
Abian mengeluarkan suatu benda kecil dari kantong jasnya. Sebuah kotak cincin berwarna hitam dengan sentuhan pita berwarna gold disodorkannya pada Liora.
“Begitu kamu membuka kotak itu, kamu sudah tidak bisa menolakku. Jadi, pikirkan terlebih dahulu.”
Jutaan kupu-kupu kini seolah tengah berputar-putar dalam perut Liora. Sungguh Liora tidak tahu harus bagaimana, yang jelas saat ini otaknya tengah berhenti bekerja. Dia tidak bisa berfikir atau bahkan berkata-kata. Untuk beberapa saat dia hanya memandangi kotak itu sambil berusaha menetralkan detak jantungnya yang kian abnormal.
“Bi… Kamu serius?” Setelah beberapa saat mulutnya terkunci, akhirnya ada kata-kata yang bisa keluar dari mulutnya.
Abian mengangguk pasti, tidak ada sedikitpun keraguan di hatinya.
Liora kemudian tersenyum dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Dia meraih kotak hitam tersebut, dan tanpa ragu membukanya.
Sebuah cincin white gold dengan tiga mata berlian yang terlihat begitu cantik dan elegan. Di dalam kotak itu juga terdapat lipatan kertas kecil. Liora meletakkan kotak cincin tersebut dan membuka lipatan kertas kecil itu.
“Jadilah istriku, Liora. Aku tidak terima penolakan.”
Begitulah isi tulisan kertas itu yang membuat pertahanan Liora untuk tidak menangis menjadi runtuh. Air mata bahagia gadis itu seketika mulai berguguran.
Abian kemudian meraih tangan kiri Liora, pria itu mengambil cincin tersebut dan memasangkan pada jari manis wanita yang dicintainya itu.
“Aku sangat mencintaimu, Ra,” ucap Abian yang membuat Liora semakin terisak.
“A-Aku juga, Bi,” jawab Liora sambil menyeka air matanya.
“Mari kita menua bersama.”
Liora mengangguk lembut. Malam itu menjadi malam yang tidak akan pernah terlupakan dalam hidup mereka. Terutama bagi Liora, sepertinya keputusannya dahulu untuk membuka hati pada Abian adalah hal yang tepat, dan jatuh cinta pada hati yang tepat adalah definisi jatuh yang paling membahagiakan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments