Part 17
Di sini-lah Rifa termenung. Ia duduk di sebuah batu yang menghadap langsung pada sebuah danau. Bukan danau indah yang terdapat ikan-ikan berenang. Danau tersebut lebih terlihat seperti kolam lumpur. Banyak lumut yang ikut menghiasi. Pohon-pohon tumbang banyak yang tercebur. Dedaunan kering banyak yang berjatuhan.
Banyak pohon-pohon besar yang mengelilingi danau tersebut. Entah bagaimana Rifa bisa menemukan tempat tersebut. Ia duduk memandangi danau di depannya. Sesekali tangannya mengambil kerikil dan melemparnya ke danau.
Beberapa menit Rifa terdiam di sana. Rasa kantuk kini menghampirinya. Tanpa sadar ia tertidur dengan posisi duduk di atas batu dan bersandar pada pohon besar di belakangnya.
***
Perlahan Rifa membuka matanya. Di mana ini? ah, ini kamarnya. Rifa nampak bingung. Bukankah baru saja ia berada di danau? Kenapa ia bisa berada di kamarnya.
Cklek
Seseorang masuk ke dalam kamar Rifa. Rifa hanya diam. Ia masih merasa kecewa dengannya. Sena, yang menyadari hal tersebut hanya mampu menghela nafas. Rifa hanya remaja labil. Ia paham apa yang Rifa rasakan. Sena menghampiri Rifa dengan makanan di tangannya.
"lo makan dulu ya," ucap Sena duduk di samping Rifa.
Rifa segera duduk. Ia memandang makanan tersebut tanpa menyentuhnya.
"Maaf, tadi gue kebawa emosi," ucap Sena.
Rifa mengalihkan pandangannya pada Sena. Sena terlihat bersungguh-sungguh. Ia juga tak mungkin harus marah dengan Sena terus-menerus.
"Hmm..." gumam Rifa.
Sena tersenyum, setidaknya ada respon dari Rifa.
"Yaudah, lo makan dulu ya," perintah Sena.
"Suapi," ucap Rifa.
Sena terdiam sejenak. Kemudian ia tersenyum tipis. Sesuai permintaan Rifa, Sena menyuapi Rifa.
***
Hari sudah berganti. Rifa mulai beraktifitas seperti biasa. Mulai hari ini ia akan berangkat sekolah bersama Wanda.
"Buruan naik," perintah Wanda.
"Gue aja yang bawa motornya ya," mohon Rifa.
"Enak aja, cepet naik," ucap Rifa.
"Ayuk lah, gue ya, Wanda, pleace," ucap Rifa memohon.
"Gak mau, gue gak mau mati bareng lo, lagian lo baru bisa naik motor udah main ngebut-ngebutan aja, buruan naik, kalo gak mau gue tinggal nih," geram Wanda.
Dengan terpaksa Rifa naik ke atas motor. Aish... padahal ia sedang bersemangat ingin mengendarai motor. Sepertinya Rifa tidak akan bisa bebas karena Wanda selalu mengawasinya.
Rifa dan Wanda berjalan beriringan di setiap koridor. Banyak yang membicarakan mereka. Bahkan sesekali juga terdengar ejekan. Lebih lagi bagi Wanda.
Wanda selalu mendapat ejekan. Apalagi karena semua siswa dan siswi tau jika Wanda tak mempunyai orang tua. Bahkan ada juga yang memfitnah jika Wanda menjual dirinya untuk mendapatkan uang.
Namun Wanda bukanlah orang yang selalu memikirkan perkataan orang lain. Wanda hanya menganggapnya angin lalu.
"Wan, kenapa Haruka, Yoona, Zayn, sama Kak Azriel gak sekolah?" tanya Rifa memecahkan keheningan.
"Lo tau sendiri 'kan, Kak Azriel sama Kak Rio cari uang biar gue bisa sekolah, walaupun gue gak mau nyusahin mereka, Haruka udah gak punya siapa-siapa lagi, jadi dia kerja di Cafe jadi pelayan buat mencukupi hidupnya, Zayn juga kerja biar dapet memenuhi kehidupannya sama Yoona, awalnya Zayn maksa Yoona sekolah tapi Yoona nolak, dia gak mau nyusahin Zayn," ujar Wanda panjang lebar.
"Maaf ya, gue gak maksud nyinggung elo," ucap Rifa.
"Gak papa, lagian lo juga punya cerita sendiri, kalo lo mau gue bisa dengerin cerita lo," ujar Wanda.
"Lain kali deh, gue belum siap," ucap Rifa.
Mereka mengobrol dengan sedikit canda tawa. Hingga tak sadar mereka sudah sampai di depan kelas.
***
Kring... kring...
Bel istirahat berbunyi. Semua siswa dan siswi berhamburan keluar. Tak terkecuali dengan Wanda dan Rifa.
"Wan, makan di mana?" tanya Rifa.
"Ya di kantin-lah." Wanda menonyor kepala Rifa membuatnya mendengus kesal.
Rifa dan Wanda bergegas pergi ke kantin. Di sana sangat ramai. Sulit sekali mencari tempat duduk.
"Hey kalian! sini!"
Teriakkan seseorang membuat perhatian Wanda dan Rifa teralihkan. Hingga mata mereka tertuju pada seseorang yang sedang melambai-lambaikan tangannya pada Rifa dan Wanda, mungkin.
"Hey kalian!" teriaknya lagi.
"Kami?" tanya Wanda sambil menunjuk dirinya dan Rifa.
Gadis tadi mengangguk membenarkan. Wanda menarik Rifa menuju gadis tadi.
"Kalian duduk di sini aja bareng gue," ucap gadis tadi setelah Wanda dan Rifa berada di hadapannya.
"Makasih ya," ucap Wanda segera duduk diikuti Rifa.
"Kenalin ya, nama gue Suran," ucap Suran.
"Oh, kalo ini Rifa," ucap Wanda menunjuk Rifa.
Rifa hanya diam tak berkutik. Ia malas mengobrol.
"Rifa, lo kok diem aja sih," kesal Wanda.
"Aelah, lo kenalan dulu aja, gue males," ucap Rifa.
"Gak usah kenalan, gue itu dah terkenal di sekolah ini," ucap Wanda.
"Sok," balas Rifa.
"Ih, gak percaya, contohnya nih gue dapet julukan ****** cilik, ***** gak tau diri, anak buangan, terus..."
"Stop!" bentak Rifa.
"Kenapa?" tanya Suran dan Wanda.
"Iya, iya, gue minta maaf, gue gak maksud," ucap Rifa.
"Slow aja kalik," ucap Wanda.
"Ngomong-ngomong lo murid baru ya?" tanya Suran pada Rifa.
"Iya," jawab Rifa.
"Gue boleh jadi temen kalian gak?" tanya Suran.
Wanda memandang kaget pada Suran. Selama ini tak ada yang mau berteman dengan dirinya. Apa karena Rifa? tapi jelas-jelas Suran menyebut 'kalian'
"Kenapa?" tanya Suran.
"Gak papa kok, boleh aja sih kalo mau temenan sama kita," ucap Wanda.
"Emang lo gak punya temen ya?" tanya Rifa.
Jleb
Pertannyaan Rifa tepat mengenai hati Suran. Seburuk itukah?
Pletak
Wanda langsung menjitak kepala Rifa. Entah ada apa dengan sikap Rifa.
"Gue punya temen, bukan temen lagi tapi sahabat, namanya Vina, tapi dia udah meninggal 10 tahun lalu, dia mirip elo," ucap Suren.
Rifa yang menyadari ucapan Suran langsung mengalihkan pembicaraan.
"Lo kelas berapa?" tanya Rifa.
"Hahaha... masa lo gak tau, gue sekelas sama lo, malah gue yang duduk di samping elo," ucap Suran.
"Puft..." Rifa langsung menyemburkan minuman yang berada di mulutnya.
"Ih... Rifa! lo jorok banget," ucap Suran dan Wanda.
"Ya maap," ucap Rifa sambil mengelap mulutnya.
"****' itu minuman gue, ngapain lo minum?" tanya Suran kesal.
"Bagi dikit napa," balas Rifa.
"Gue rasa lo gak bakal gak papa deh," ucap Suran.
Wanda dan Rifa mengernyit bingung.
"Kenapa?" tanya Rifa.
"Lo sadar gak sih, emangnya ada minuman warnanya kayak gitu?" tanya Suran menunjuk minuman yang masih tersisa sedikit.
"Hm... menurut gue itu es teh," ucap Rifa.
"Emang ada es teh gak ada es-nya, terus emang ada rasa teh-nya?" tanya Suran dengan tampang menahan jijik.
"Iya juga ya, kok rasanya hambar tapi..."
"Itu udah gue campur ama air kobokan," potong Suren.
Rifa langsung melotot mendengarnya. Berarti ia telah meminum air kobokan. Berbeda dengan Wanda yang menahan tawanya.
"Hua... mulut gue yang suci dah kena najis!" teriak Rifa berlari entah kemana.
"Hahaha..." tawa Wanda dan Suran meledak seketika melihat wajah lucu Rifa.
Puas rasanya melihat Rifa seperti itu. Menghibur, pikir Wanda dan Suran.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments