Part 14
"Kak Vana di mana mah?" rengek Clara.
"Clara! udah berapa kali Mama bilang! Kak Vana udah mati!" bentak Sinta.
"Mamah jahat!" Clara berlari ke luar.
Di sepanjang jalan Clara mengomel tidak jelas. Ia bertanya-tanya. Kenapa ibunya tidak peduli dengan Kak Vana-nya?
Terlihat dari arah yang berlawanan, Raka berjalan dengan tas di punggung-nya. Mereka tak sengaja berpapasan.
"Eh, Clara!" sapa Raka.
Clara berhenti tepat di hadapan Raka. Ia membuang mukanya dan bersidekap dada. Raka yang melihat hal itu dibuat bingung. Tidak biasanya Clara bersikap acuh.
"Hey! Clara kenapa?" Raka berjongkok menyamakan tingginya dengan Clara.
"Hmph... Kak Raka jahat! Kak Raka bilang mau bantu Kak Vana cari keluarganya! Tapi.... tapi Kak Raka malah jauhi Kak Vana hiks... Kak Raka bilang bakal nepatin janji Kakak hiks... gara-gara Kak Raka, Kak Vana pergi hiks...." Clara menyeka air matanya yang turun.
Raka terdiam, memang benar apa yang Clara katakan. Rasa bersalah dan menyesal hinggap di hatinya. Tidak tau apa yang harus ia lakukan. Andai waktu bisa diputar, Raka ingin kembali memperbaiki semuanya. Tapi apa boleh buat, penyesalan pasti akan datang pada akhirnya.
***
"Gimana sekolahnya?" tanya Sena.
"Sekolah? ya, mana gue tau lah," jawab Rifa sambil menyendokan nasi ke mulutnya.
Sena menghentikan suapannya dan beralih menatap Rifa.
"Kok gak tau sih." Sena menusuk daging di depan-nya dengan garpu sambil menatap kesal pada Rifa.
"Orang gue gak nyampe sekolah, tadi tuh pala gue tiba-tiba pusing di jalan, terus.... GUBRAK."
"Inalilahi gubrak e kedubrak." Sena berdiri dengan tampang terkejut.
"Bwahahahahahaha....." tawa Rifa pecah seketika.
Sena langsung memberikan Rifa tatapan tajam. Rasanya ingin menusuk-nusuknya menggunakan garpu.
"Maaf-maaf, tadi...."
"Woy! Rifa!" teriak seseorang dari luar
Sena dan Rifa dengan kompak mengalihkan pandangannya ke pintu. Beberapa detik terlihat ekspresi Rifa yang menyadari sesuatu. Rifa mengambil ancang-ancang untuk segera berlari ke dalam kamarnya.
"Langkah seribu! Kyaa..." Rifa berlari cepat masuk ke dalam kamarnya membuat Sena heran.
Brakk
Tepat setelah Rifa pergi. Seorang pemuda berdiri di ambang pintu setelah membantingnya dengan keras.
"Kenapa lo?" tanya Sena sambil berdiri.
"Rifa mana?" tanya pemuda tersebut yang tak lain adalah Rio.
"Ada di kamar, kenapa?"
"Gue mau minta pertanggung jawaban darinya."
"Maksudnya? tunggu.... tunggu.... kenapa tadi siang lo nggak anter Rifa? gue udah suruh lo jagain Rifa kan?"
"Ya, gue tau, masalahnya si Rifa ngasih obat ke dalam kopi gue tadi pagi, terus abis itu gue mules-mules, gak sampe situ, Rifa malah ngunci gue dalem toilet."
"Beneran? Bwahahahaha....."
Tawa Sena pecah seketika mendengar penjelasan Rio. Orang yang biasa-nya terlihat santai dan cuek menampakan ekspresi kesal di hadapannya. Sungguh lucu bagi Sena. Sedangkan Rio yang melihat Sena tertawa keras justru semakin kesal.
"Jangan keras ketawanya! berisik tau gak! gak tau gue lagi ngumpet apa! nanti ketahuan sama Kak Rio gimana!" teriak Rifa dari dalam kamarnya.
Tawa Sena berhenti. Digantikan dengan raut wajah yang tak dapat dibaca. Rio dan Sena saling pandang.
"Adek lo aneh Sen, udah tau sembunyi malah teriak," ucap Rio heran.
"Hooh, anaknya siapa sih?" Sena menganggukan kepalanya pelan dan tetap dengan raut wajah aneh-nya.
"Vin! Vin! Woy!"
"Paan sih?"
"Lu pokus ke hp mulu sih, ada yang mau gue omongin nih," ucap Maikel.
"Apaan?"
"Siniin hp lu." Maikel merebut hp Vino.
Sedari tadi Vino asik main game. Membuat Maikel kesal. Padahal niatnya menemui Vino adalah membicarakan sesuatu.
"Eh, main rebut aja lo," ucap Vino kesal.
"Lo dengerin dulu, abis itu gue balikin hp lu," ucap Maikel.
"Yaudah, cepetan," ucap Vino.
"Gini nih, tadi pagi kenapa gue telat itu karena...."
***
Maikel berangkat ke sekolah menggunakan motornya dengan kecepatan normal. Sebelum ke sekolahnya, ia terlebih dahulu mengantarkan adiknya yang masih kelas 1 SMP.
Setelah mengantar adiknya, Maikel langsung menuju sekolahnya. Ia terlihat begitu fokus dan berhati-hati. Hingga tiba-tiba sebuah motor ninja hitam melewatinya dengan kecepatan tinggi membuatnya kaget.
"Woy! Pelan-pelan napa! Gue hampir jatoh gara-gara elo!" teriak Maikel.
Maikel berniat mengejar orang tersebut. Hingga tiba-tiba....
Gubrakk
Motor tersebut menabrak pohon di pinggir jalan. Awalnya Maikel kaget, ia turun dari motornya dan menghampiri orang tersebut.
"Eh, lo baik-baik aja?" tanya Maikel.
Maikel mengulurkan tangannya. Sedangkan orang tersebut mendongak ke atas. Maikel tak mengenali orang tersebut karena terhalang helm.
"Oh, gue baik-baik aja, tapi pala gue pusing banget sumpah," ucap orang tersebut memegangi kepalannya.
"Suaranya.... jangan-jangan cewek," gumam Maikel.
"Eh! lo ngapain bengong! bantu gue berdiri kek," ucap orang tersebut.
"Eh, iya-iya." Maikel mengulurkan tangannya dan disambut orang tersebut.
"Lain kali hati-hati, jangan ngebut-ngebutan, apalagi kayaknya lo cewek, bener gak sih." tangan Maikel berusaha menjangkau helm orang tersebut. Dengan cepat dia melangkah mundur sambil menggeleng.
"Eh, jangan!"
"Kenapa?"
"Iya-iya, gue cewek, lo jangan sentuh, bukan muhrim!"
"Yaudah kalo gak mau gue sentuh, makannya lain kali hati-hati, jangan ngebut-ngebut, kalo jatuh kan pasti ke bawah, dan pasti juga sakit kayak di khianatin Doi, nyesek tau-----"
"Iya-iya! udah, berhenti! jangan diterusin!"
"Belum selesai juga, kalo rasa sakit di hati itu gak ada obatnya, kecuali----"
"Ihh, udah ya udah Kak Maikel yang terhormat!" teriak orang tersebut membuat Maikel kaget.
"Eh, bikin kaget lo, suara kek mercon aja dipamerin, emm... tunggu-tunggu, lo kok tau nama gue?"
"Ehh..... anu.... itu.... apa ya? gue pergi dulu dah." orang tersebut langsung berlari menjauh meninggalkan Maikel.
Maikel terdiam sejenak. Hingga ia tersadar.
"Woy! motor lo gimana?" teriak Maikel.
"Buat lo aja! bukan punya gue!" teriak orang tersebut.
***
"Terus? mungkin kerabat lo," ucap Vino cuek.
"Mana ada kerabat gue songong kek gitu."
"Mungkin aja."
"Tapi kayaknya mirip siapa gitu."
"Gitu aja dibikin ribet."
"Ah, elah, lu mah, Vin, tunggu-tunggu.... astaga! dia itu mirip Vana, gue yakin! walaupun gak terlalu jelas, karena pake helm."
Vino mengalihkan perhatiannya pada Maikel. Ia mulai tertarik pada pembicaraan Maikel.
***
02.21 WIB
Kembali berada di ruang gelap. Sedikit demi sedikit cahaya menghampiri. Memperlihatkan tragedi kecelakaan yang mengerikan. Hanyut dalam derasnya arus sungai. Darah ikut mengalir bersama air. Perlahan menghilang dalam ingatan.
Rifa terbangun dari tidurnya. Keringat membasahi tubuhnya. Entah kenapa mimpi buruk itu selalu mengahmpirinya.
'Arghh... gue kenapa sih?'
Sejenak Rifa termenung. pikirannya berkelana entah kemana.
'Apa gue sanggup pura-pura bahagia, pura-pura ****, pura-pura gila di depan semua orang buat nutupin luka gue? kenapa rasanya sulit banget kasih tau seberapa sakitnya gue?'
Bersambung.
Sebelumnya maaf ada kesalahan🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments