Part 4
Tempat yang sepi, banyak ditumbuhi rerumputan liar. Setelah kepergian Raka, Ricky, dan Aksa, Vino mengajak Vana mengobrol. Nyaman dan tenang, itulah yang Vana rasakan.
"Kamu punya Kakak gak?" tanya Vino.
"Emm...., mungkin punya," jawab Vana tak pasti, Vino memandang heran pada Vana.
"Loh, kok mungkin," ucap Vino terheran.
"Vana, bukan anak kandung Mamah sama Papah," jawab Vana lesu.
"Maksudnya gimana, Vana?" tanya Maikel.
"Kata Papah, Vana cuman anak pancingan, agar Papah punya keturunan, Vana diasuh waktu Vana umur 6 tahun, Papah ambil Vana di Panti Asuhan Kasih Bunda..." Vana menjeda kalimatnya, matanya mulai berkaca-kaca, ia menarik nafas dalam-dalam, kemudian ia melanjutkan kalimatnya.
"Setelah Clara lahir, Papah sama Mamah cuek sama Vana, mereka kayak gak peduli sama Vana, Vana pernah pergi ke Panti Asuhan Kasih Bunda, Vana pingin ketemu keluarga Vana yang sebenarnya, Pengurus panti di sana bilang kalo Vana di bawa nenek-nenek ke Panti Asuhan tersebut,katanya Vana di temukan di pinggir sungai dengan luka yang cukup parah, bahkan Vana koma selama 2 bulan, nenek-nenek itu tinggal di hutan, Vana gak berani ke sana," ujar Vana, ia menjelaskan semuanya pada Vino dengan mudahnya.
Maikel dan Vino yang mendengarnya ikut terharu. Vana sudah mengeluarkan air matanya selesai menceritakan kejadian yang ia alami.
"Emangnya kamu gak inget, gimana kamu sampe ke pinggir sungai?" tanya Maikel.
"Vana lupa ingatan, Vana gak tau nama Vana yang sebenarnya, Vana gak tau siapa keluarga Vana, bahkan Vana gak inget kenapa Vana bisa terluka parah," jawab Vana sedikit sesegukan.
"Yaudah, kamu bisa cerita apa aja sama kakak," ujar Vino.
Vana yang mendengarnya pun tersenyum, tak seperti biasanya, ia merasa nyaman berada di dekat Vino, padahal dia sangat tertutup. Sedangakan Maikel, ia di buat heran oleh sahabatnya, bagaimana tidak, Vino tipe orang yang dingin, dan tak menghiraukan hal sekitarnya.
Gelap, itulah yang dirasakan oleh Vana, badannya sulit untuk digerakan. Setitik cahaya muncul dari kegelapan tersebut, semakin lama cahaya tersebut semakin membesar. Vana menutup matanya karena cahaya yang begitu banyak memasuki retina matanya.
Ia merasakan guncangan di tubuhnya. Perlahan ia membuka matanya. Terlihat seorang supir di depannya. Ia sekarang berada di dalam mobil. Di luar hujan, tiba-tiba mobil tak terkendali. Vana ingin menjerit, namun entah kenapa rasanya begitu sulit. Mobil yang ditumpangi Vana bertabrakan dengan sebuah truk besar. Bagai diputar, mobil tersebut menabrak pembatas jalan, dan akhirnya terjun ke sungai yang alirannya cukup deras.
***
Hanya mimpi, Vana terbangun dari tidurnya. Keringat dingin membasahi tubuhnya, nafasnya tersenggal-senggal, jantungnya berdetak lebih cepat.
Vana berdiri dari ranjangnya. Ia menuju balkon kamarnya.
"Semoga Vana cepet ketemu sama keluarga Vana," gumam Vana.
Vana mendongakkan kepalanya, ia menatap bintang-bintang di atasnya.
***
"Hai Kaila." Vana berjalan mendekati Kaila.
Dilihatnya Kaila sedang sibuk dengan buku bersampul pink dengan ukuran yang kecil. Vana hendak bertanya apa yang di lakukan oleh Kaila, namun Raka dengan cepat memotongnya.
"Hai Kaila," sapa Raka.
"Hai juga Raka." Kaila tersenyum manis pada Raka.
Merasa menjadi pengganggu, Vana pun pergi. Ia tak mau menjadi perusak hubungan antara Raka dan Kaila. Walaupun ia tau, pasti akan sulit untuk melepaskan Raka. Ia hanya ingin persahabatannya tetap terjaga.
Vana kembali termenung di bangkunya. Tiba-tiba Ricky dan Aksa mengejutkannya.
"Woy! gak usah ngelamun, ntar kesambet tau rasa lo," ujar Ricky.
Vana tersadar dari lamunanya, ia menatap datar pada Ricky dan Aksa.
"Lo kenapa sih, akhir-akhir ini kok suka ngelamun?" tanya Aksa.
Vana hanya menggeleng mendengar pertanyaan dari Aksa. Aksa dan Ricky pun berdecak sebal.
bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments