Empat Puluh Hari

Dear Diary,

Aku mulai terbiasa dengan perjalanan awalku menjadi indigo di empat puluh hari pertama ini. Doa-ku semoga aku kuat menjalani perjalananku ini.

***

Malam berikutnya.

Terhitung ini adalah malam ketiga aku tidur di rumah. Kali ini aku memutuskan untuk tidur bersama kedua orang tuaku di kamar utama. Sementara Aira tidur di kamar anak bersama Mbak Yayuk, asisten rumah tangga kami.

"Ya sudah ayo tidur sayang." Kata mamaku.

"Iya ma. Selamat tidur mama...papa..." Kataku sembari mencium pipi kedua orang tuaku bergantian.

"Malam juga sayang." Kata papaku.

Kami bertiga tertidur dengan posisi mama di sebelah kananku dan papa di sebelah kiriku. Belum lama aku tertidur, aku terbangun kembali. Rasanya seperti ada yang sengaja membangunkanku. Belajar dari kejadian di malam-malam sebelumnya. Aku enggan untuk membuka mata. Mencoba untuk pura-pura tidur saja.

Setelah sekian lama aku berpura-pura tidur. Nyatanya hanya mataku yang terpejam, namun pikiranku masih benar-benar sadar. Bayang-bayang si "dia" yang selama dua malam tidur bersamaku masih teringat jelas. Bagaimana pucat wajahnya, kapas dihidungnya, kain putih kecoklatan Nyang membungkus badannya, dua pita di atas kepala dan di bawah kaki, tidak lupa bau anyir itu.

"Ah! Bayangan yang menyebalkan!" Batinku.

"Kenapa pikiranku memikirkan ini lagi sih!"

"Sudahlah! Stop berpikir macam-macam!"

Aku mengumpat dalam hati. Mengumpat pikiran-pikiranku sendiri yang tidak bisa dikendalikan. Belum sempat aku berhenti mengumpat.

Kring.... Kring... Kring...

Suara telepon rumah antik koleksi papa berdering. Aku pun sempat terkejut. Namun tetap ku pertahankan supaya mataku tidak terbuka. Sekilas saja aku jelaskan bahwa papaku adalah seorang kolektor barang-barang antik.

Kring... Kring... Kring...

Telepon itu terus berdering dan semakin keras suaranya. Mama dan papa tidak ada yang terbangun. Aku heran kenapa telepon sekeras itu tidak membangunkan kedua orang tuaku. Mau tidak mau aku harus mengangkat telepon itu. Siapa tahu membawa kabar penting untuk keluargaku.

Terpaksa aku membuka mataku dan beranjak mendekati telpon yang berada di atas nakas. Aku meraih gagang telepon antik itu dan mendekatkan ke telingaku. Tidak ada suara dari seberang telepon. Aku pun mulai angkat suara.

"Halo? Selamat malam?"

"Ini siapa ya?"

"Halo?"

"Siapa ya?"

Tidak ada suara apapun dari telepon tersebut. Dengan sedikit kesal aku menaruh kembali gagang telepon ke tempatnya semula. Aku pun menggerutu karena merasa dipermainkan oleh panggilan telepon itu.

"Huh!"

"Ganggu orang aja." Gerutuku kesal sembari beranjak ke posisi tidurku kembali.

Baru saja aku berbaring di atas ranjang itu. Dan tiba-tiba "dia" kembali lagi di hadapanku. Aku ingin berteriak, namun masih sama dengan malam-malam sebelumnya. Suaraku tidak keluar dari mulut. Akhirnya aku meraba-raba papa. Tidak ada jawaban dari papa justru suara dengkurannya semakin terdengar keras.

"Ini papa mama kenapa nggak bangun-bangun sih." Batinku.

"Pa .... Ma ... Tolong aku. Lihatlah dia!" Lanjutku dalam hati.

Sudah tiga malam kami saling bertatapan seperti ini. Sedikit demi sedikit aku mulai terbiasa. Bukan berarti aku bisa menerimanya, hanya saja terbiasa. Setidaknya aku tidak terkejut sekali seperti saat pertama kali aku bertemu dengannya. Kalau dibilang seram ya tetap seram. Siapa juga yang mau tidur berhadapan dengan seorang pocong seperti ini. Kalau disuruh milih tentu saja aku tidak mau!

"Ya sudah, halo Poci. Kita berteman ya." Kataku masih tetap di dalam hati.

"Kamu jangan suka membuatku terkejut ya. Tolong." Pintaku.

"Kamu boleh disini tapi jangan ganggu aku dan keluargaku ya. Aku mohon."

"Sekarang kita mulai hidup berdampingan ya."

Aku terus ngomong dalam hati seolah sedang berdiskusi dan bernego dengan si pocong. Namanya saja pocong, dia diam tidak menjawab. Tapi aku yakin, pasti dia mendengar kata hatiku. Ya semoga saja.

Pada malam-malam berikutnya dia selalu hadir dan tidur bersamaku. Kedatangannya tidak menentu. Terkadang dia datang sebelum aku tidur atau ketika aku sedang terbangun di tengah tidurku. Intinya dia selalu datang di setiap malamku. Entahlah apa tujuannya. Aku pun tidak tahu. Soalnya ketika kamu bertemu, seluruh badanku akan menjadi kaku.

**

Pada suatu siang.

Hari ini adalah jadwalku kontrol ke rumah sakit. Aku bersama mama ke rumah sakit dimana aku pernah dirawat dulu. Tampaknya hari ini rumah sakit padat dan antrian untuk periksa ke Dokter Pras lumayan banyak. Para pasien duduk berjajar di bangku ruang tunggu itu. Ramai dan padat, membuatku sangat suntuk berada disana.

"Mama aku main di taman itu ya." Kataku sembari menunjuk sebuah taman yang tidak jauh dari ruang tunggu.

"Jangan sayang. Kamu disini saja." Kata mama.

"Mama Kalista bosen disini." Rengekku.

"Ya sudah disana saja ya. Jangan kemana-mana." Pesan mama.

"Oke deh ma." Kataku bersemangat dan beranjak pergi.

Sebuah kolam ikan, bangku panjang, dan beberapa permainan anak tersedia disana. Aku mencoba beberapa permainan tersebut. Sesekali aku menonton dan memberi makan ikan di kolam. Ketika aku sedang asyik bermain sendiri.

"Adek... Kalista..." Seseorang memanggil namaku.

"Dek aku disini..." Suara itu terdengar lagi.

Aku mencari dimana sumber suara itu. Karena aku kenal betul itu suara sepupuku, Ganjar. Tapi dimana dia sekarang. Aku terus mencari ke sekeliling. Perlahan aku berjalan meninggalkan taman. Aku menyusuri koridor rumah sakit itu. Hingga sampai di sebuah bangunan yang tampak sepi. Berbeda sekali dengan suasana di ruang tunggu tadi. Disini sangat sepi, hanya beberapa orang sesekali lewat.

"Dek sini." Suara itu terdengar kembali.

"Abang dimana?" Tanyaku bingung.

"Maju aja dek. Sini."

Aku berjalan terus ke depan. Hingga sampai di sebuah jalan buntu. Dan hanya tersisa satu bangunan disana. Aku lihat beberapa orang di depan sebuah ruangan itu menangis histeris. Seorang wanita menangis dan terkulai lemas di depan sebuah ruangan bertuliskan "Kamar Janazah". Beberapa anggota lainnya membantu menenangkannya.

"Sudah ikhlaskan ya nak." Kata seorang ibu kepada wanita menangis itu.

"Mas Farhan buk! Aku mau ikut Mas Farhan saja buk." Tangisannya semakin manjadi.

"Ibuk Aku ikut Mas Farhan." Tambahnya.

Di mataku ada seorang pria dengan wajah yang pucat berdiri di samping wanita itu. Ikut membantu menenangkan wanita yang menangis itu. Namun, apa daya tampaknya wanita itu tidak mengetahui keberadaannya. Pria itu menatapku dan tersenyum kepadaku. Aku pun membalas senyumnya. Meskipun dia pucat, tampak aura bahagia ada diwajahnya.

"Mbak jangan sedih ya. Itu suami mbak tersenyum. Dia sudah bahagia mbak karena sudah tidak merasakan sakit lagi." Kataku pada wanita itu.

Wanita itu bersama keluarga yang berada di dekatnya bingung dengan ucapanku. Menengok kesana kemari mencari sosok yang ku maksud.

"Sakit kanker otak yang dialami suami mbak sudah hilang."

"Pesan dari suami mbak. Mbaknya jangan sedih ya. Karena suami mbak sudah bahagia disana." Tutupku lalu aku pergi meninggalkan tempat itu.

Benar saja Farhan baru saja meninggal karena penyakit kanker otak. Ia menderita penyakit ini sudah hampir empat tahun. Dan kini dia meninggal dengan bahagia karena terbebas dengan penyakit yang selama ini menyerangnya. Aku tak tahu darimana aku bisa mengetahui kehidupan Farhan ini. Tetapi bayangan kehidupannya ada dipikiranku.

Aku kembali ke ruang tunggu mencari mama. Ternyata mama juga sedang mencariku. Dengan sedikit terburu-buru aku mencari dimana mamaku.

"Kalista." Teriak mama dari kejauhan.

"Mama." Teriakku menghampiri mama.

"Kamu mama cariin sayang." Kata mama seraya memelukku.

"Ayo masuk ke ruang pemeriksaan." Ajak mama.

"Dek...." Suara itu terdengar kembali.

Aku menoleh mencari sumber suara. Di ujung ruangan tepatnya di balkon lantai dua aku melihat dia lagi. Aku melihat Ganjar disaba.

"Ma itu bang Ganjar." Kataku pada mama.

"Jangan ngaco ah. Dia tidak ada disini." Kata mama menarik tanganku untuk beranjak.

"Tapi ma, itu Abang." Kataku sembari menoleh ke belakang. Menatap seseorang yang aku tampak seperti Ganjar.

**

Pada suatu malam.

Aku terbangun saat dentingan jam dinding antik papa berbunyi. Menandakkan ini sudah tengah malam. Aku lihat samping kiri dan kananku. Mencari sesuatu yang akhir-akhir ini selalu ada di setiap malamku.

"Lha kok nggak ada?" Gumamku.

Aku masih tidak percaya dengan absennya dia dari hadapanku malam ini. Kulihat kesana kenari, namun tidak tampak juga. Aku beranjak berdiri mencari disela-sela korden jendela kamar. Siapa tahu dia ngumpet.

"Kemana dia? Tumben nggak ada ya?" Gumamku lagi.

Langkahku berhenti sebelum aku naik ke atas ranjang. Kulihat sebuah cahaya yang menyilaukan. Mataku memicing untuk dapat melihat cahaya apa itu. Samar-samar aku melihat wanita cantik. Ya, tak salah lagi itu adalah Nyai.

"Nyai." Teriakku sembari mendekat ke arahnya.

"Nyai aku kangen." Aku memeluk tubuh Nyai.

"Kalista kamu berhasil melewati empat puluh hari pertamamu." Kata Nyai sembari mengelus rambutku.

"Maksudnya apa Nyai?"

"Kamu berhasil beradaptasi dengan mahluk lain. Apakah kamu sadar bahwa empat puluh hari ini adalah masa percobaan kamu menghadapi meraka yang tidak terlihat."

"Jadi maksud Nyai, aku bisa melihat pocong dan orang yang meninggal waktu itu?"

"Betul sekali sayang. Ini masa ujian pertama kamu. Di hari-hari kedepannya masih banyak ujian lebih dari ini. Nyai pesan kamu persiapkan diri kamu sebaik mungkin ya."

"Nyai aku takut."

"Tidak perlu takut sayang. Di bumi ini kita memang hidup berdampingan. Semoga kamu bisa menjadi perantara yang baik antara manusia dengan dunia mereka ya."

"Tapi Nyai...."

"Tapi apa? Dilarang protes. Lakukan sebaik mungkin ya sayang." Tutupnya sebelum akhirnya Nyai pergi.

Gimana kelanjutannya Kalista setelah empat puluh hari itu?

Terpopuler

Comments

Cansa°

Cansa°

Karena udah biasa di temanin poci, waktu pocinya kagak ada. Di cariin dong!

2021-03-15

0

Radin Zakiyah Musbich

Radin Zakiyah Musbich

uwuw.... keren... ❤️


aq mampir...

jgn lupa jg mampir dikaryaku dg judul "AMBIVALENSI LOVE"

kisah cinta beda agama 🍰🍰🍰


ku tunggu jejaknya ya 🍰🍰🍰

2020-10-10

0

W.Willyandarin

W.Willyandarin

semangat kak

2020-09-08

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!