Malam pun tiba, para pelayan sibuk menyiapkan makan malam untuk tuan dan nyonya rumahnya. Berbagai hidangan kesukaan Mami Dina telah tersaji rapi di atas meja makan, ada juga makanan kesukaan William dan Reyno. Namun tidak ada makanan kesukaan Jennie, gadis itu bahkan tidak ditanya mau makan apa.
"Permisi Tuan Muda, makan malam telah siap. Nyonya dan Tuan muda pertama sedang menunggu anda di bawah." Pelayan itu menebar senyum ramah pada Jennie dan Reyno yang tengah duduk berdua di balkon atas.
"Ayo kita kebawah Jennie." Pelayan itu menyela. "Maaf Tuan Muda, hanya anda yang di perbolehkan makan di meja makan keluarga. Nona masih dalam proses hukuman."
Apa? Jadi aku tidak diberi makan. Sialan sekali nenek moyang medusa itu, gerutu Jennie dalam hati.
"Nona ikut saya, ya. Kita makan malam bersama para pelayan lainya. Itu adalah hukuman yang di berikan untuk Nona," kata pelayan itu sembari tersenyum. Lalu di balas senyum juga oleh Jennie.
Syukurlah, untung saja aku masih dapat jatah makanan. Kalau di pikir-pikir keluarga ini kejam juga. Hmmm, aku jadi ingat saat William sering cerita sanksi dan hukuman di rumahnya. Gilanya aku sekarang mengalaminya, ucap Jennie dalam hati.
Suara hati adalah bahasa terbaik yang bisa ia gunakan. Asal suara hatinya tidak sampai dijadikan film. Jennie malu.
"Jennie maaf ya, kita ngga bisa makan bareng. Kamu masih di hukum sama Mami. Di rumah ini tidak ada yang berani melawan Mami. Semua harus patuh dengan peraturan yang Mami buat. Sebaiknya Jennie harus belajar lebih sopan lagi di rumah ini. Mami tidak suka dengan orang yang tidak sopan."
Jennie mengagguk sambil tersenyum. "Iya, ngga pa-pa, kok. Aku juga yang salah. Aku ngga masalah makan dengan siapapun, yang penting masih bisa makan." Jennie tersenyum. Pelayan itu melirik wajah Jennie yang terlihat polos. Gadis delapan belas tahun itu memiliki hati yang besar.
"Mari ikut saya Nona." Pelayan itu berjalan, sementara Jennie mengikutinya dari belakang. Reyno dan Jennie berpisah. Jennie menuju pavilliun khusus para pembantu, sementara Reyno makan malam di rumah utama. Rumah yang besarnya lima kali lipat dari rumah Jennie, sementara ada tujuh bangunan di sekitarnya, entah siapa yang menghuni rumah-rumah itu.
Mata Jennie langsung terbuka lebar saat melihat banyak pekerja yang berkumpul di rumah itu. Ada sekitar dua puluh pelayan, sepuluh tukang kebun, dan dua belas satpam. Itu juga katanya belum kumpul semua, sebagian dari mereka masih bertugas.
"Selamat malam Nona Muda." Semuanya pekerja serentak menyapa Jennie. Jennie mendadak senang. Ia tidak menyangka, di lingkungan yang seperti neraka ini, ada juga kehangatan yang dapat ia lihat. "Selamat malam juga semuanya. Tolong jangan bersikap begity sopan, saya lebih suka yang biasa saja." Semua kariawan merasa tersentuh. Akhirnya mereka memiliki majikan yang sikapnya sangat merakyat seperti Jennie. Senyum Jennie bertebaran di mana- mana. Mungkin itu pertama kalinya Jennie mengulas senyum dengan begitu tulus.
"Nona muda ayo makan, walaupun makanan ini tidak seenak menu di rumah utama, percayalah. Ini buatan koki terbaik versi kami. Ada sensasi seperti rumah begitu mengunyah makanan ini," kelakar seorang karyawan. Mereka seperti sedang menyemangati Jennie. Bahkan gadis itu sudah lupa kalau ia sedang dihukum.
Jennie mulai duduk di antara mereka. Salah satu pelayan memberikan sepiring nasi kepadanya. "Semoga Nona suka dengan makananya, ya." Dia tersenyum.
"Asal jangan makan jengkol dan petai Nona, secara penganti baru gitu loh. Cihuuuy ...," saut pak satpam di depan Jennie. Entah mengapa ia merasa Jennie berbeda. Maka dari itu berani menggodanya. Semua yang ada di sana tertawa. Saling bercanda untuk menghibur nona mudanya.
Sementara tanpa mereka ketahui, ada seseorang yang sudah berapi-api melihat Jennie tampak bahagia. Siapa lagi kalau bukan Mami Dina. Wanita itu sedang mengintip Jennie dari kejauhan.
"Dasar gadis kampungan, di hukum malah senang-senang. Sepertinya aku harus menaikan level hukumanya satu tingkat lebih kejam." Mami Dina geram. Memperhatikan Jennie dengan sorot mata menyalang tajam.
Karena tidak berhasil mengerjai Jennie. Mami Dina kembali ke rumah utama. Wajahnya bersungut dipenuhi amara. Sudah ada Reyno dan William menunggu di meja makan sedari tadi.
"Mami dari mana sih?" tanya Reyno kesal. Hampir setengah jam ia menunggu Maminya untuk makan."Reyno jadi ngga nafsu makan gara-gara Mami kelamaan," gerutunya.
"Maaf sayang, Mami ada urusan tadi," kilahnya. Mami Dina menerima sepiring nasi yang di berikan pelayan, di ikuti oleh Reyno dan William. Mereka mulai menyantap hidangan mewah bertiga saja. Sementara William yang tidak tahu di mana Jennie berada langsung bertanya.
"Menantu baru Mami mana?" Cih! sebenarnya William sangat malas menyebut nama itu. Boleh menantu baru, asal William yang jadi suaminya.
"Dia sedang Mami hukum makan bersama kariawan di pavilliun bekalang. Tapi Mami kesal, anak itu terlihat senang dengan hukuman yang Mami berikan."
Reyno diam tanpa komentar. Sementara William mencoba menahan tawa melihat bibir Maminya yang terus mengerucut. Jennie itu berbeda, mana mungkin dia merasa tersiksa. Segala rintangan apapun dapat di laluinya dengan baik. Gadis itu tidak mudah ditaklukan, itulah yang William tahu tentang Jennie.Sepertinya rumah ini akan bertambah seru dengan bertambahnya Jennie. Yang pastinya Mami Dina akan memiliki saingan baru. Jennie.
"Kak, aku sudah mikirin hadiahnya." Reyno berkata.
"Hmmm."
"Kaka udah janji mau ngabulin apa saja permintaan Reyno, kan?"
"Iya." Muka datar itu terlihat lagi. William selalu saja memasang wajah datar di depan Reyno.
"Reyno mau bulan madu ke Maldives untuk hadiah ulang tahunya."
"Uhuk ... uhuk ... uhuk ...." William langsung terbatuk-batuk mendengar kata bulan madu. Lancang sekali ingin berbulan madu dengan kekasihnya. "Apa kamu tahu apa itu bulan madu, Reyno?" tanya William pada Reyno. Wajah kesalnya mulai terlihat.
"Bulan madu itu sesuatu yang wajib dilakukan pasangan yang baru menikah. Iya kan, Ka?"
Shit! mengapa William sangat benci sekali mendengar kalimat itu. Ia meninju tanganya di udara dengan emosi. Untung ia lakukan di bawah meja. Jadi tidak ada yang melihat kekesalanya.
"Apa kalian mau cepat-cepat punya anak? Kaka tidak setuju. Minta hadiah yang lain, asal jangan bulan madu." Kilat emosi terlihat jelas dimatanya. Bahkan Mami sempat merinding melihat tingkah anaknya yang tidak biasa.
"Kaka kenapa sih? Mam, lihat William, tuh. Bentak-bentak Reyno mulu," adunya tidak terima. Mencebik kesal lalu menyendokan makan ke dalam mulutnya.
"Sayang, niat kakak kamu baik. Gosip tentang kalian itu masih hangat-hangatnya. Tidak baik jika berlibur." Reyno menyela pembicaraan Maminya. "Di Maldives tidak ada yang mengenali kita, Mam."
"Benar!" suara keras itu mengagetkan ketiga orang yang sedang duduk di meja makan. "Biarkan mereka berbulan madu, Papi setuju dengan keinginan Reyno." Papi Haris datang tiba-tiba seperti hantu. Lalu duduk dan bergabung bersama mereka.
"Pih, tap-" Papi memotong pembicaraan William secepat kilat. "Tidak ada tapi-tapi. Papa akan membiayai bulan madu Reyno dan istrinya." Keputusan Papi tidak dapat di ganggu gugat. William semakin jengkel, rasanya sangat sesak untuk bernafas di ruang makan luas ini.
"Makasih ya, Pih. Papi memang yang terbaik. Papi selalu mengerti Reyno, tidak seperti Kakak," cibirnya dengan muka jelek.
"Biarkan mereka berdua berlibur, Din. Setelah hal buruk yang menimpa mereka kemarin, pasti mereka butuh sesuatu untuk menyegarkan diri. Bukan begitu Reyno?"
"Iya,Pih. Lagian kita cuma mau liburan. Ngga akan ngelakuin apa-apa di sana," ucapnya polos. Sementara Mami Dina hanya mengangguk setuju.
Awas saja jika kamu sampai berani menyentuh sweetheart ku. Aku tidak mau menganggapmu adiku lagi, batin William jengkel.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 229 Episodes
Comments
moemoe
Astagaah suaminyaaa
2022-12-08
0
Siti Solikah
William ,untung Jenni ga jadi sama kamu,kalau ga pas udah dapet ena ena kamu tinggalin lagi
2022-03-07
0
Rokiyah Yulianti
lah si william, wajar atuh Reyno nyentuh Jennie wong bini dewek. mereka mau bulan madu wiliiam yg kebakaran jengkot haha
2021-11-07
0