Motor Vespa matic yang membawa tubuh kedua manusia itu pun sudah masuk ke dalam gang sempit yang merupakan jalan satu-satunya untuk sampai ke kontrakan tempat Shanin tinggal, tidak sesempit yang kalian bayangkan, gang ini masih muat jika dilalui oleh satu mobil.
Kini Shanin harus lebih hati-hati membawa motornya karena jalanan gang ini lumayan ramai, belum lagi ada seseorang yang memiliki tubuh besar dibelakangnya dengan ekspresi muka yang sama datarnya sejak pertama kali mereka bertemu.
"Apa tidak ada jalan lain menuju ke tempat mu?" Tiba-tiba pria yang sedari tadi diam saja mengeluarkan suara.
"Nggak ada, ini jalan satu-satunya."
Setelah itu tidak ada lagi percakapan yang ada diantara mereka, tidak lama dari itu pun motor milik Shanin sudah berhenti di depan kontrakan berwarna hijau yang dihimpit oleh kontrakan-kontrakan lainnya dengan model yang serupa.
"Turun, udah sampe." Ucap Shanin sambil melepas helm yang ada di kepalanya.
Pria itu pun dengan hati-hati turun dari jok motor tersebut dibantu oleh Shanin yang memegangi lengannya agar pria itu tidak terjatuh.
Memastikan jika pria itu sudah bisa berdiri dengan benar, Shanin pun melangkahkan kakinya menuju ke arah pintu kontrakan dan membukanya menggunakan kunci yang dia rogoh dari dalam kantong.
Pintu tersebut berhasil terbuka, Shanin menolehkan kepalanya ke arah belakang dimana pria tadi masih berdiri kaku disana.
"Ayo masuk! Kenapa diem aja disana?"
Shanin seperti sedang berbicara dengan angin, karena tanpa merespon apapun pria itu langsung melewati dirinya begitu saja masuk ke dalam kontrakan kecil tersebut.
Dasar pria es! Shanin menggerutu sambil mengambil langkahnya mengikuti pria itu masuk ke dalam kontrakan miliknya.
Terlihat pria yang baru pertama kali datang ke sini itu mengedarkan pandangannya untuk melihat setiap inci yang ada di dalam kontrakan ini.
Memang benar apa yang dibilang oleh Shanin sebelumnya, jika kontrakan ini sempit, tapi walaupun ini kontrakan yang sempit, di dalamnya terlihat sangat rapih dan banyak sekali berbagai barang-barang koleksi milik wanita itu.
Seperti boneka-boneka, komik-komik yang tersusun rapih di lemari yang ada di sudut ruangan dan yang paling menarik perhatian pria itu adalah meja belajar milik Shanin yang diatasnya terdapat banyak sekali gambar-gambar desain komik.
"Kamu seorang komikus?"
"Bukan, itu cuma coret-coretan abstrak pas aku lagi bosen aja."
Shanin sekarang mengerti kenapa pria itu tiba-tiba saja menanyakan hal demikian, pasti karena pria itu melihat hasil gambarnya yang tergeletak begitu saja di atas meja yang belum sempat dia bereskan.
"Oh iya, ngomong-ngomong nama kamu siapa? Tadi kamu bilang kalo kamu cuma inget nama kamu aja."
"Samuel, kamu bisa panggil saya Sam."
"Ohh Samuel, baiklah. Kalo gitu kenalin, aku Shanin, tapi kamu bisa panggil aku Shaha."
Shanin mengatakan itu sambil menjulurkan telapak tangannya bermaksud untuk bersalaman sebagai tanda sebuah perkenalan, tapi sepertinya pria itu sama sekali tidak berniat menerima uluran tangannya itu, pria itu hanya melihat sekilas uluran tangan Shanin.
Ingin sekali rasanya dia mendorong kembali pria angkuh itu ke dalam sungai karena sikap menyebalkan yang dimilikinya, tapi hati nurani yang memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi itu tidak tega.
Tidak terhitung sudah berapa kali wanita itu mendengus kesal hari ini akibat sikap pria yang ada di sampingnya itu.
"Kamu bisa duduk dulu disini, nunggu aku cari baju ganti buat kamu nanti."
Satu tangan milik Shanin menyeret kursi yang berada di depan meja belajar itu ke hadapan Samuel dan berjalan melewati tubuh tinggi pria itu menuju ke dalam kamar miliknya.
Seingatnya, dulu dia pernah membeli kaos kebesaran di toko online dan seingatnya juga dia mempunyai satu celana kebesaran yang pernah dibelikan oleh teman kerjanya saat dia ulang tahun.
Diobrak-abrik isi lemari pakaian milik Shanin untuk mencari keberadaan kaos dan juga celana tersebut, Shanin berhasil menemukan benda tersebut dan dengan asal-asalan langsung memasukkan kembali baju-bajunya yang sempat dikeluarkan tadi kedalam lemari lagi.
Dengan satu tangan yang membawa dua kain, Shanin langsung berlari ke hadapan Samuel untuk menyerahkan baju gantinya itu.
"Ini, cuma ada baju ini yang sekiranya pas di badan kamu.
Shanin tiba-tiba teringat sesuatu setelah menyodorkan benda itu pada Samuel, yang dia tidak mempunyai pakaian dalam pria, apakah dia harus menyuruh pria itu menggunakan pakaian dalam bekas pria itu yang bisa dipastikan basah dan kotor, atau tidak usah memang pakaian dalam saja?
"Eumm.. aku gak punya pakaian dalam cowok yang bisa kamu pake." Shanin mengucapkan itu dengan suara yang pelan karena malu dengan pembahasan 'pakaian dalam' ini.
"Hm, tidak apa-apa. Bisa tunjukkan dimana kamar mandinya?"
"A-ah iya, disana, disana kamar mandinya." Jawab Shanin dengan salah tingkah sambil menunjuk ke arah belakang, dimana kamar mandi berada.
Setelah memastikan pria itu sudah masuk ke dalam kamar mandi, Shanin kembali masuk ke dalam kamarnya yang sempat berantakan tadi dan berniat untuk membereskannya.
Saat sedang membereskan kasur miliknya, tiba-tiba terpikirkan olehnya, dimana Samuel akan tidur nanti malam? Sedangkan dikontrakkan ini saja cuma ada satu kamar dan satu kasur.
Shanin juga tidak mempunyai sofa yang mungkin bisa saja digunakan untuk tidur, haruskah dia berbagi kasur dengan pria itu? Tidak bisa! Mau bagaimana pun, Samuel masih dia anggap sebagai orang asing disini.
"Arghhh!!"
Suara teriakan dari kamar mandi itu, membuat Shanin tersadar dari lamunannya dan dengan cepat langsung bergegas lari ke arah sumber suara.
"Hei hei Samuel!! Ada apa didalam?!"
Shanin ikut berteriak dari luar kamar mandi untuk menanyakan apa yang terjadi pada pria itu di dalam sana, dia juga mengetuk-ngetuk pintu kamar mandi berharap orang yang ada di dalam sana membukanya.
"Samuel kamu denger suara aku gak?!"
Tangan Shanin berusaha untuk membuka pegangan pintu kamar mandi yang seperti terkunci dari dalam, dia baru mengingat kalau dia mempunyai kunci cadangan yang di taruh di laci kamar, kenapa tidak ingat dari tadi sih!
Langkah lebar milik Shanin kembali membawa tubuhnya untuk masuk ke dalam kamar, mencari keberadaan kunci kamar mandi cadangan yang ada di laci kamar.
Akhirnya benda kecil itu sudah berada di tangan Shanin, dengan cepat dia kembali ke depan pintu kamar mandi untuk membukanya menggunakan kunci itu.
Saat pintu terbuka, Shanin langsung dibuat ternganga karena tubuh Samuel yang sedang naik ke atas baik air dengan wajah ketakutannya, yang membuat Shanin semakin bertanya-tanya tentang apa yang sebenarnya terjadi?
"Samuel?! Kamu ngapain ada disana? Dan kenapa tadi kamu teriak-teriak?"
"I-itu di dekat kaki kamu ada kecoa."
Lantas jawaban itu membuat Shanin membulatkan matanya, jadi pria kekar ini berteriak seperti tadi hanya karena seekor kecoa kecil? Yang benar saja!
"Ya ampun! Aku kira kamu kenapa, ternyata cuma karena hewan kecil ini doang?" Shanin menatap remeh ke arah Samuel.
"Doang? Kamu bilang doang? Asal kamu tau ya, di dalam tubuh kecoa itu terdapat banyak bakteri dan juga larva yang bahaya bagi kesehatan manusia, ini pengetahuan dasar yang sudah semestinya kamu ketahui."
Barusan adalah kata-kata terpanjang yang keluar dari mulut pria itu yang pernah Shanin dengar, bisa-bisanya dia berbicara sepanjang itu hanya untuk menjelaskan bahayanya seekor kecoa? Sedangkan dia selalu menjawab dengan singkat pertanyaan yang diberikan oleh Shanin.
"Ck, apa susah nya sih tinggal dipukul pake sapu juga dia mati."
Setelah mengatakan itu, Shanin melangkahkan kaki menuju ke dapur untuk mengambil sapu yang ada disana, tidak lama dari itu dia sudah kembali lagi dengan sebuah sapu yang ada di tangannya.
Dengan gerakan yang cepat dia langsung memukul kecoa yang ada di lantai kamar mandi itu sampai mati dan kemudian mengambil tisu yang digunakan untuk mengambil bangkai kecoa yang sudah mati di lantai itu.
Samuel yang melihat itu bergidik ngeri, sekarang ini dia benar-benar jijik dengan apa yang baru saja wanita itu lakukan.
"Kecoa yang kamu bunuh itu bisa meninggalkan puluhan larva di kamar mandi ini."
"Tinggal kamu siram pake air."
"Bakteri yang ada di larva itu susah untuk dihilangkan."
"Ck! Ya udah nanti besok aku beli cairan pembasmi serangga di supermarket." Ucap Shanin yang kemudian melangkahkan kaki nya keluar dari kamar mandi tadi sambil membawa sapu di tangannya.
Setelah kepergian wanita itu, Samuel dengan perlahan mulai turun dari atas bak air yang dia naiki tadi dan mulai menyiramkan air ke lantai bekas bangkai kecoa tadi sesuai dengan perintah Shanin, kemudian melanjutkan tujuan utamanya yaitu mandi.
***
Lain halnya di tempat lain, seorang pria sedang berakting seolah-olah dia sedang bersedih dan khawatir terhadap sesuatu, dia adalah Regard, kakak kandung Samuel.
Pria itu berlari memasuki rumah mewah milik keluarganya, ditemani oleh satu pengawal setianya dengan wajah yang dihiasi kepanikan yang dibuat-buat.
"Ayah, apa ayah tau apa yang baru saja terjadi dengan Samuel?"
Pria itu datang menghampiri sang ayah yang sedang makan malam sendirian di meja makan, dengan wajah panik bercampur khawatir yang masih terpatri di wajahnya.
"Samuel? Tadi siang dia menghadiri rapat di kantor, memangnya ada apa?" Sang ayah menghentikan aktivitas makannya dan menatap ke arah putra sulungnya itu.
"Mobil yang dia kendarai tadi sore terjatuh ke dalam sungai, mobil miliknya sudah ditemukan tapi Samuel belum juga ditemukan sampai saat itu."
Mendengar perkataan putra sulungnya itu membuat sendok yang ada di tangannya terjatuh, pria itu terkejut ketika mendengar berita tentang anak bungsunya yang baru saja dia angkat menjadi penerusnya di perusahaan.
Dengan gerakan cepat pria tua yang tadinya sedang duduk di kursi yang ada di meja makan langsung beranjak dari tempat duduknya.
Baru saja dia akan mengatakan sesuatu, tiba-tiba rasa nyeri di dada kirinya muncul, penyakit jantung nya kambuh lagi.
"Arghh!" Teriak pria tua itu merasa kesakitan sambil memegang dada sebelah kirinya.
"Cepat panggilkan ambulans sekarang juga!" Teriak Regard pada pelayan yang ada disana.
Mendengar perintah dari majikannya itu, mambuat salah satu pelayan yang ada disana dengan cepat menekan nomor telepon ambulans di ponsel miliknya
***
Dalam dunia kerja pasti sudah tidak aneh lagi dengan yang namanya persaingan, bahkan dalam persaingan itu pun tidak segan-segan merenggut nyawa seseorang.
Seorang kepala direktur salah satu perusahaan yang menjadi musuh bebuyutan Wohlstand Company, sedang menyesap teh hangat yang ada di tangannya sambil menatap ke arah layar televisi yang ada di dalam ruang kerja miliknya itu.
Di layar televisi sana sedang tayang sebuah pemberitaan yang menjadi pembicaraan hari ini, yaitu kecelakaan yang dialami oleh penerus utama perusahaan Wohlstand Company.
Ini merupakan situasi yang bagus untuk dirinya mengambil kesempatan agar perusahaan miliknya kembali berada di puncak, yang kini masih dikuasai oleh perusahaan Wohlstand Company.
Dengan senyum licik yang terpatri di wajahnya, kepala direktur itu meraih ponsel pintar miliknya untuk menghubungi seseorang di seberang sana.
BERSAMBUNG.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Ayra
emang ada kakak yang begitu ya
2023-04-25
2