Although Time Keeps Going Back

Although Time Keeps Going Back

Bab 1 "Hari yang Biasa untuk Orang Biasa."

3 Desember 20××

05:33 WIB

Rian terbangun tepat di depan laptopnya. Menyadari ruangan yang sudah tidak asing bagi dirinya, Rian segera beranjak dari karpet. Kedua matanya segera melihat ke layar ponselnya. Sudah jam setengah enam pagi.

Hawa dingin pagi yang menusuk kulit benar-benar menganggu dirinya. Padahal dia sudah mengenakan jaket. Namun, Rian masih saja merasa kedinginan.

Melihat teman-temannya yang masih tertidur karena menginap untuk persiapan kegiatan pentas seni. Rian memutuskan untuk menggunakan kedua kakinya melangkah perlahan keluar dari Ruang OSIS.

Sambil meregangkan badan. Tubuh Rian digerakkan sampai mengeluarkan bunyi kretek. Belum terlalu lama Rian berolahraga kecil. Ada suara gadis yang sangat dia kenal dalam tatanan OSIS dari SMA Putra Bangsa.

"Kau sudah bangun rupanya," sapa gadis itu, "Pasti sangat merepotkan, bukan? Yah, menjadi Sekretaris di acara besar seperti ini."

Namanya Naura Cantika. Gadis populer dengan rambut hitam pendek yang bergelombang. Walau dia populer dikalangan para laki-laki. Tapi, Naura adalah orang yang mudah gugup. Bisa dikatakan dia termasuk orang yang kurang percaya diri. Dia menjabat sebagai Wakil Ketua OSIS.

"Harus kuakui itu memang merepotkan. Aku harus membuat banyak jadwal dan persiapan bersama Danang," jawab Rian, "Apa kamu memang sering bangun jam segini?"

"Yah, begitu deh. Danang orang yang ketat, ya?" tanya Naura.

Mendengar pertanyaan Naura. Membuat Rian mengajaknya untuk duduk di balkon dekat Ruang OSIS.

"Orang macam Danang emang nyusahin."

Tiba-tiba dari kejauhan. Sosok laki-laki yang dibicarakan menatap dari kejauhan. Danang menanyakan apa Naura dan Rian membicarakan dirinya.

Naura tersenyum nakal. "Rian membicarakanmu tadi."

"Sialan lu, Rian," ketus Danang, "Kerja sama gue emang merepotkan seperti itu, huh?"

Rian berdiri dan bersandar pada pagar. Dia mengangguk cepat sambil berkali-kali memejamkan mata.

Mendengar keluhan Rian. Membuat Danang mendekat dan bersandar pada tiang. Dengan nada bangga,.dia memamerkan kesombongannya.

"Tapi, kalau gak ada gue. Pentas seni di sekolah ini gak bakal jalan. Iya, gak, Naura?" balas Danang.

"Dih, sombong banget lu."

"Sesekali sombong gak apa-apa kali," ejek Danang, "Mau turun ke bawah gak lu?"

Rian menanyakan alasan Danang mengajaknya untuk turun ke bawah. Tentu saja, Danang mengejek Rian tentang wajahnya yang terlihat masih kurang tidur.

"Duluan aja."

"Si kocak. Nanti kamar mandi jadi rebutan loh sama anggota OSIS yang lain," lanjut Danang sambil mengenakan sendalnya.

"Rewel banget!" seru Rian.

Setelah Danang pergi ke lantai bawah karena mengaku ingin mandi. Secara tiba-tiba, Naura tertawa.

"Kalian berdua emang suka begitu ya?" tanya Naura.

"Apanya?" tanya Rian dengan penasaran.

"Saling mengejek satu sama lain," lanjut Naura, "Lagipula Ruang OSIS tidak akan pernah sepi dari orang-orang seperti kalian."

"Wajar. Kita sekelas."

...***...

Kegiatan pentas seni berjalan dengan lancar tanpa ada hambatan. Saat semua orang memutuskan untuk beristirahat makan siang. Rian berjalan dengan sempoyongan menaiki tangga menuju Ruang OSIS yang ada di lantai dua.

Cahaya matahari yang terik telah melelehkan kehidupannya. Dia masih tidak menyangka bisa berdiri di tempat ini. Padahal Rian termasuk orang yang sulit berkomunikasi dengan orang lain. Tapi, entah bagaimana dia terpilih menjadi Sekretaris OSIS.

Kehidupannya yang suram, tentu telah berubah seratus delapan puluh derajat. Kehidupan OSIS telah mengubah kebiasaannya dan mulai berani untuk mengungkapkan pendapat.

Orang mungkin bertanya-tanya, darimana asal dari kesulitan Rian untuk berkomunikasi. Semuanya berawal tepat pada dia duduk di bangku SD.

Tamparan pertama yang melesat dari tangan ayahnya dan kehilangan sahabat terbaiknya. Kedua faktor itu telah mengubah kehidupan Rian. Padahal sebelumnya Rian dikenal sebagai anak yang riang dan pintar. Tapi, sejak saat itu dia menjadi anak yang tertutup.

Walau begitu, dia bersyukur kalau kehidupan di sekolahnya perlahan pulih. Berkat dorongan Danang. Rian perlahan sedikit terbuka ke semua orang.

Rian dengan segera duduk di meja Sekretaris OSIS dan membenamkan kepalanya di atas meja. Dia benar-benar kelelahan setelah sebelumnya menggantikan bagian keamanan.

Perlahan Rian menjangkau remot pendingin ruangan yang berada di dekatnya menggunakan tangan kanan. Setelah bersusah payah, dia berhasil mendapatkannya lalu menekan tombol untuk menyalakan pendingin ruangan.

Rian dengan sekejap terjatuh dalam tidurnya. Mungkin karena kelelahan selama beberapa hari ke belakang membantu banyak bidang untuk menyusun seluruh kegiatan Pentas Seni.

Tapi, dengan sekejap suara laki-laki yang dia kenal membangunkannya. Dari sudut pandangan Rian, rasanya dia belum tidur terlalu lama. Namun, malah sudah ada yang membangunkannya.

"Oi, Rian!" seru Danang, "Malah tidur, bukannya bantuin."

Dengan pandangan yang berat karena dipaksa untuk bangun. Rian berhasil mengumpulkan seluruh nyawanya dan menyadari ada Danang yang ada di depannya.

"Print lagi itu karcis masuknya, tolol!" Seru Danang.

"Ah, maafin gue, Nang. Gue ngantuk parah. Nanti gue print, deh," balas Rian.

Danang langsung memukul kepala Rian dengan pulpen. Dia berbisik kalau pembina OSIS mengetahuinya, Rian bakal babak belur habis-habisan karena dimarahi.

"Nih lihat, kita kehabisan tiket masuk. Masih ada antrian diluar sekolah. Untungnya tadi anak kelas satu langsung bilang ke gue. Coba kalau langsung ngomong ke pembina. Habis lu!" lanjut Danang.

Rian terperanjat dari mejanya setelah menemukan dia telah tertidur selama lebih dari dua jam. Seluruh umpatan kasar langsung dikeluarkan dari mulut Rian karena tingkah bodohnya yang malah ketiduran di ruang OSIS.

Rian langsung menepuk pundak Danang. "Makasih udah bangunin gue! Tolong langsung panggil anggota OSIS bagian pintu depan untuk membawa semua karcisnya."

Danang langsung menghembuskan napas berat. Dia menitipkan seluruhnya kepada Rian dan minta maaf karena membuat Rian berjuang sendirian.

Karena Danang menjadi bagian pembawa acara pentas seni. Dengan segera, Danang berlari meninggalkan Rian sendirian di Ruang OSIS.

Rian di depan laptop langsung mencetak beberapa lembar karcis secara otomatis. Kedua matanya menemukan satu kotak nasi di meja Sekretaris OSIS. Rian mengetahui kalau Danang membawakan kotak nasi untuknya.

Dalam pemikiran yang dalam. Rian memikirkan kalau mungkin Danang sadar kalau Rian belum memakan bagiannya. Rian terkadang iri dengan sifat kepemimpinan dan kebijaksanaannya.

...***...

Malam hari telah bergerak begitu cepat. Seluruh kegiatan yang diadakan oleh pihak OSIS untuk mengisi waktu liburan setelah ujian tengah semester, akhirnya selesai.

Pihak guru dan kepala sekolah memberi ucapan terima kasih kepada seluruh anggota OSIS. Dengan berakhirnya seluruh kegiatan, membuat Rian termenung sambil menatap bulan.

Seharian ini dia hanya bergerak di ruang OSIS. Dalam batinnya, dia tidak pantas mendapat ucapan seperti itu.

Setelah izin pamit untuk pulang terlebih dahulu. Rian langsung menancapkan gas sepeda motornya di jalan raya yang ramai. Rumahnya tidak begitu jauh dari sekolah. Hanya butuh enam belokan jalan, Rian langsung sampai di rumahnya.

Sebuah rumah yang digabung dengan toko kelontong. Ibunya setelah menyaksikan Rian pulang ke rumah. Rian langsung mendapat cibiran karena pulang malam dan tidak memikirkan keadaan toko kelontongnya.

Tidak perlu berapa kali Rian menjelaskan keadaannya dalam kegiatan OSIS. Nyatanya kedua orang tuanya tidak peduli. Mereka lebih peduli dengan adik laki-lakinya. Toh, mereka seharusnya tidak perlu mengurusi anak yang sudah dianggap gagal.

Tanpa berlama-lama, Rian memasukkan sepeda motornya ke garasi. Lalu langsung mandi dan merenungkan semuanya. Sambil membasahkan rambutnya, Rian bergumam kecil.

"Ini menyebalkan. Suatu hari nanti, aku pasti akan hidup sendiri. Daripada harus hidup seperti ini," gumam Rian.

Setelah membersihkan tubuhnya. Rian langsung berjalan ke kamar dan mengaku ingin mengerjakan tugas. Kenyataannya dia hanya ingin lari dari kejaran kedua orang tuanya. Singkat saja, bagi Rian, kedua orang tuanya seperti menjadikan dirinya sebagai samsak tinju penuh omelan.

Tidak peduli berapa kali Rian menyangkal. Rian tidak bisa diberikan kebebasan untuk mengajukan sesuatu. Karena hal itu, dia hanya kembali menjadi sosok penyendiri di rumah.

Merasa begitu lelah. Rian langsung tenggelam di atas tempat tidurnya. Dia berharap hari liburan esok akan menyenangkan.

Tapi, berapa kali pun Rian berharap. Kenyataannya sudah sejak lama, ucapannya tidak pernah terkabul.

Sebab selanjutnya..........

Rian kembali terbangun tepat di ruang OSIS.

Terpopuler

Comments

Tee

Tee

chapter pertama build up untuk ceritanya udah bagus

2023-10-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!