Luna mengerjapkan mata kala merasa sesak dalam tidurnya. Hendak meregangkan tubuh tetapi tertahan. Ia merasa tertindih beban yang berat. Buru-buru membuka matanya, seketika membelalak begitu lebar saat menemukan Arash memeluk tubuhnya begitu erat. Kaki lelaki itu juga menindih separuh tubuhnya.
“ARASH!” pekik Luna melengking di udara, ia memberontak dengan kuat. Menepis lengan suaminya, bahkan hendak menendang lelaki itu.
Akan tetapi, secepat kilat Arash berguling. Menindih tubuh kecil Luna, dan mengunci kedua tangan di atas kepala. Tubuh mereka berimpitan tanpa jarak.
“Sambutan pagi yang mengejutkan,” gumam Arash menciumi wajah Luna.
Gadis itu terus memberontak, muak melihat wajah Arash yang tersenyum mengejeknya.
“Jangan bergerak-gerak, Sayang. Kamu membangunkannya,” bisik lelaki itu menunduk.
Luna membeku, menelan salivanya dengan berat, saat sesuatu yang menonjol dari bagian tubuh Arash, terasa di pahanya. Napas Luna berembus kasar, matanya menatap penuh kebencian. Tidak ada pilihan lain, Luna menghantam kening lelaki itu dengan keningnya.
“Aaarggh! Keras sekali kepalamu, Luna!” Arash melepaskan diri, berguling ke samping Luna sambil menggosok keningnya yang teramat sakit, ngilu dan juga pening.
“Rasain tuh!” cetus gadis itu segera turun dari ranjang. Kesal sekali dengan lelaki itu. Meski kepalanya juga terasa sakit, Luna segera menyingkir dari sana.
“Luna, baru sehari nikah udah sering KDRT. Awas nanti jatuh cinta lho,” celetuk Arash menyandarkan punggung, masih menyentuh kepalanya yang semakin terasa ada benjolan.
Luna memicingkan matanya tajam, menyimpulkan tali kimono gaun tidurnya dengan kuat, “Tidak akan!” tegasnya memutar langkah menuju kamar mandi.
“Benci dan cinta itu bedanya tipis lho, Lun. Setipis kulit bawang!” teriak Arash mengeraskan suara, karena pintu kamar mandi telah tertutup rapat.
“Emang pernah lihat bawang?” teriak Luna menyahuti dari dalam kamar mandi.
“Enggak! Haha!” sahut Arash tertawa terbahak-bahak. Luna hanya berdecak kesal, menuntaskan aktivitasnya.
Sedangkan Arash berguling memeluk bantal bekas Luna, ia hirup dalam-dalam, aroma wangi khas Luna yang menyeruak mampu melumpuhkan sendi-sendinya, bahkan menghilangkan nyeri yang berdenyut di kepalanya. Jika para bawahannya lihat, pasti akan menyangka bosnya telah gila.
Beberapa waktu berlalu, Luna keluar dari kamar mandi sudah dengan pakaian lengkap. Ia tidak ingin Arash melihatnya mengganti pakaian. Tanpa menghiraukan suaminya, Luna langsung duduk di depan meja rias, mengusak rambut panjangnya yang basah.
“Luna, kok keramas? Padahal aku belum apa-apain kamu,” bisik Arash memantik emosi Luna.
Sepagi itu mereka sudah berkejar-kejaran dalam kamar yang luas. Luna sudah bersiap menghajar suaminya yang tidak pernah absen menggodanya.
“Arash, jangan kabur kamu!” teriak Luna. Sayangnya, langkah lelaki itu telah sampai di kamar mandi. Segera menutup pintu rapat-rapat sebelum babak belur di tangan istrinya sendiri.
Sungguh memilukan, pengantin baru yang harusnya mesra-mesraan, tidak berlaku dalam hidup Arash. Tapi semakin Luna marah, ia semakin puas. Ya, kebahagiaan tersendiri menggoda istri cantiknya yang semakin hari semakin membuatnya gemas. Dasar pasangan aneh.
BRAK!
Luna menendang pintu itu dengan kasar sembari berkacak pinggang. “Bisa gila aku hidup sama dia!” gerutunya kesal kembali menuju meja rias.
Tidak begitu suka berdandan, Luna hanya memoles tipis wajahnya. Mengeringkan rambut panjangnya dengan hairdrayer.
“Sayang, bantu keringin rambut aku juga dong,” seru Arash berjongkok di depan Luna.
“Males!” cetus Luna beranjak berdiri, mengikat asal rambutnya setelah disisir rapi.
Luna melenggang keluar usai memakai flat shoes nya. Saat membuka pintu kamar, sudah ada karyawan hotel yang membungkuk menyambutnya.
"Selamat pagi, Nona. Keluarga Anda sudah menunggu di restoran hotel kami. Mari saya antar,” ucap lelaki separuh baya berpakaian rapi itu.
Lupa jika keluarga besarnya masih berada di sini. Arash yang menyusul segera meraih tangan Luna dan menyelusupkan ke lengannya.
“Masih ada Mommy dan Daddy,” ucap Arash kala melihat tatapan penolakan dari sorot manik Luna.
Mau tak mau, Luna menurut. Ia mendengkus kesal. Berjalan beriringan dengan sang suami, mengikuti karyawan di depannya.
“Aduh, pengantin baru. Lama banget ya keluarnya,” cetus Cheryl menggoda adik sepupunya, kala melihat pasangan pengantin baru itu baru bergabung dengan mereka.
Luna tak menjawab, ia terus melangkah menuju meja orang tuanya berada. Arash menebar senyum di bibir tipisnya. Mengangguk sebagai sapaan pada keluarga barunya itu.
“Nyenyak tidurnya, Sayang?” tanya Khansa.
“Sepertinya enggak, Sa. Lihat aja kening mereka sampai benjol begitu,” tambah Leon memerhatikan anak dan menantunya.
Luna mendelik, dengan cepat menyentuh keningnya yang memang sedikit benjol. Ia sendiri tidak sadar waktu bercermin tadi. Mungkin karena kesal terus digoda oleh Arash sehingga buru-buru ingin segera keluar.
“Ah, Daddy tahu aja semalam kita memang ... emmmph,” sahut Arash menahan napas.
Luna menginjak kaki Arash cukup kuat, lelaki itu hanya menoleh sembari tersenyum kaku.
“Tidak usah malu, kami juga pernah muda kok,” tutur Khansa mengurai senyum. “Ayo, Sayang. Sarapan dulu. Habis ini kami semua mau pulang. Arash, titip Luna ya,” tambahnya dengan suara lembut.
“Siap, Mom!” sahut lelaki itu mantap.
Selepas santap pagi, seluruh Keluarga Sebastian pamit pulang ke Palembang. Luna berpelukan dengan ayah dan ibunya cukup lama. Sedangkan Arash, masih duduk tenang berhadapan dengan Xavier.
“Jangan sampai kecolongan, Arash.”
“Jadi karena itu, Luna tidak tinggal bersama kalian?” tanya Arash setelah perbincangan serius mereka.
“Ya, sebenarnya sejak dia sekolah menengah atas sudah dipindah ke luar kota. Kelemahan para pengusaha itu keluarga. Apalagi Luna satu-satunya anak perempuan. Luna tidak suka terlalu mencolok, tidak suka ada pengawal dan tidak menggembar-gemborkan nama keluarga. Tapi tidak menutup kemungkinan, akan ada rival yang bisa mengendus keberadaannya,” papar Xavier menyesap rokok di tangannya, mengepulkan asap ke udara sembari menatap nanar adik kesayangannya.
Semakin bertambah usia Luna, ketakutan semakin menjalar di benaknya. Maraknya berita penculikan, pelecehan di kalangan wanita membulatkan tekad Xavier untuk segera menikahkan adiknya dengan lelaki yang ia percaya. Kekuatan Arash dan geng-nya, cinta yang terpancar dari lelaki itu, sudah menjadi pertimbangan Xavier sebelumnya.
“Aku tidak bisa selalu ada di sisinya. Karena itu, jagalah dia melebihi nyawamu. Kalau ada hal yang tidak bisa kamu selesaikan, hubungi aku!” titah Xavier menyodorkan sebuah kartu nama. Ia lalu bergegas menyusul orang tuanya yang sudah masuk ke mobil.
Xavier berhenti di hadapan Luna, ingin sekali memeluk gadis itu. Tapi, Luna langsung memalingkan muka. “Kakak pamit,” ucapnya mengusak puncak kepala Luna.
“Xavier, buruan!” panggil Khansa dari dalam mobil. Tinggal mereka saja yang paling akhir.
“Iya, Mom!” balasnya segera masuk.
Luna melambaikan tangan, maniknya berkaca-kaca hingga mobil yang mengantar keluarganya itu semakin menghilang dari pandangan.
“Ayo.” Arash membuyarkan lamunan Luna.
Luna hanya memicingkan mata, berjalan sembari melengos. Enggan beriringan dengan suaminya.
“Luna, aku antar saja. Kamu pasti telat kalau naik mobil!” seru Arash berlari mendahului istrinya.
Jam memang sudah menunjukkan pukul 06.30. Sudah dipastikan jalanan pasti macet parah. Ia akan terlambat jika naik mobil.
Tiba-tiba Arash sudah berhenti di depan Luna bersama motor besarnya. Membuka kaca helm, mengedikkan kepala. “Ayo naik!”
“Terpaksa!” ucapnya menghela napas panjang. Luna segera naik, tempat duduknya memaksa agar tubuhnya condong ke depan.
“Pegangan! Aku mau ngebut!” ucap Arash menarik kedua lengan Luna agar melingkar perut sixpack-nya.
Arash berhasil menempuh perjalanan dalam waktu lima belas menit. Kemampuannya tidak diragukan lagi. Padahal jika berjalan dengan kecepatan rata-rata bisa hampir satu jam.
“Udah sampai, Lun, betah banget ya peluk suami,” celetuk Arash menoleh, kala Luna masih merapatkan tubuhnya. Bahkan lilitan lengannya begitu kuat.
Luna meregangkan tubuhnya, pandangannya mengeliling, cukup terkejut karena sudah sampai secepat itu. Buru-buru ia turun dari motor Arash dan bergegas masuk. Malu luar biasa.
“Lho, Arash!” Panggilan dari seorang wanita tentu menghentikan langkah kaki Luna. Ia berputar cepat untuk melihat siapa yang mengenal suaminya.
Bersambung~
mampir karya keren ini juga ya, Best... jan lupa tinggalin jejak 💖
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Yuliana Purnomo
cika??. kah
2025-03-10
0
Deasy Dahlan
mantan.... atau fans nya arash...
2024-10-12
0
Siti Khumaira Rahma
siapa ya itu?? ibunya kah??
2023-10-19
1