Suara sang papa menarik atensi Luna. Ia mengukir senyum kala bertatapan dengan manik elang Leon, “Enggak apa, Dad,” tuturnya lembut kembali melangkah dengan perlahan. Gaun yang menjuntai hingga terseret di atas karpet merah, sama sekali tidak mengganggunya.
Sesekali Luna masih melirik ke arah Axel, pancaran kesedihan terlihat jelas dari netra hazel lelaki itu. Sayangnya, sampai detik ini, Axel terlalu pandai menutupi perasaannya.
Langkah Luna dan Leon berhenti di depan altar, berhadapan dengan pria yang sebentar lagi menjadi suaminya, berdiri gagah menatapnya penuh kekaguman.
Kebahagiaan Arash tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Ia sangat berharap, pernikahan dadakan ini bisa menyembuhkan luka dalam hatinya yang masih menganga.
Leon meraih tangan Arash, menyatukan dengan jemari lentik putrinya. Napasnya kembali sesak, bibirnya berat mengeluarkan suara. Semua tamu hening, menunggu proses pernikahan mereka.
“Aku ... Aku serahkan putriku satu-satunya. Perempuan yang sudah aku jaga, aku didik dan aku besarkan selama dua puluh lima tahun dengan penuh kasih sayang.” Manik Leon mulai memerah, menatap tajam calon menantunya. Terus terang saja, Arash merinding.
“Rumah tangga itu menyatukan dua kepala dalam satu tujuan. Kembalikan putriku kalau kamu merasa sudah tidak sejalan. Sedikit saja kamu menyakitinya ... nyawamu akan melayang,” sambung Leon pelan namun penuh penekanan.
Jakun Arash naik turun dengan cepat seiring menelan saliva yang terasa berat. Ada rasa iri menyelusup hatinya, melihat sebegitu besar kasih sayang yang tercurah untuk Luna. Ia mengangguk mantap, “Baik, Dad. Saya akan menjaganya dengan baik, mencintainya sepenuh hati seperti Anda menjaga dan mencintainya,” tutunya tanpa ada keraguan sedikit pun. Dadanya berdebar begitu kuat sedari tadi.
Leon masih mencengkeram kuat tangan keduanya, berat sekali melepasnya. Sampai suara MC menyadarkan dan membuat Leon terpaksa mundur membiarkan dua sejoli itu naik ke altar.
Damn!
Menjilat ludahnya sendiri. Dulu Leon meledek kakaknya, tertawa terbahak-bahak saat Tiger menikahkan putrinya. Dan kini, ia juga sama. Menangis sejadi-jadinya di pelukan istrinya.
“Jangan seperti ini, Leon. Luna memang sudah menemukan kehidupannya sendiri. Tapi dia tetap putrimu,” tutur Khansa mengusap bahu Leon yang bergetar hebat.
“Dia tetap putri kecilku ‘kan, Sa? Dia tetap menjadi bidadariku ‘kan?” balas lelaki itu dengan suara bergetar. Ia bahkan sampai tidak fokus dengan prosesi pernikahan Luna dan Arash.
Tiger terkekeh geli, menepuk-nepuk bahu kokoh Leon yang seolah runtuh. "Kamu tidak lupa 'kan waktu pernikahan Cheryl? Mampus! Akhirnya kamu merasakannya sendiri!" bisik pria itu, yang diabaikan Leon. Kesal karena Tiger terus mengungkitnya.
“Iya, Sayang. Luna tetap menjadi saingan terbesarku berbagi cinta denganmu. Huft! Saingan yang aku lahirkan sendiri,” canda Khansa yang cukup menenangkannya. Wanita itu menatap ke arah putrinya, yang kini telah selesai menyematkan cincin di masing-masing jari tangan pasangannya.
“Sekarang kalian telah resmi menjadi pasangan suami istri!”
Tepuk tangan mulai menggema di ball room tersebut. Tak sedikit pula yang meminta mereka untuk berciuman.
Arash semakin melebarkan senyumnya. Memutar tubuh Luna, hingga kini keduanya saling bertatapan.
“Jangan pernah berani ambil kesempatan!” kecam Luna menggertakkan giginya.
“Ah, istriku. Aku yakin, kamu pasti akan ketagihan setelah ini, anggap saja ini untuk membayar semua kebaikan kamu selama ini,” celetuk Arash menekan tengkuk Luna dan semakin mendekatkan kepalanya.
Luna mual mendengarnya. Sorot matanya menajam. Gerahamnya tampak mengetat, membayangkan hidup bersama dengan Arash, sudah cukup membuatnya gila.
“Arash, berani kamu melakukannya kamu akan menyesal,” cetus Luna bernada ancaman.
Arash tersenyum, menyatukan hidung mancung mereka. “Sayang, jangan terlalu galak. Kamu terlihat semakin seksi. Sungguh!” bisik Arash mengedipkan sebelah matanya.
Geram karena tidak menghiraukan ancaman Luna, gadis itu mengangkat lututnya dan menyentak kuat ke pangkal paha pria, yang telah resmi menjadi suaminya.
Sontak saja mata lelaki itu membulat sempurna. Darah seolah menanjak hingga seluruh mukanya merah sepenuhnya. Tubuhnya mendadak kaku tidak bisa digerakkan akibat nyeri yang menjalar hingga ubun-ubun.
"Makanya enggak usah macam-macam!" Luna tersenyum puas, merapikan gaun putihnya yang menjuntai sempurna. Tidak ada yang sadar akan apa yang dilakukan Luna. Apalagi saat ini senyum berpendar dari bibir merahnya. Lebih tepatnya senyum kepuasan, karena berhasil membuat Arash diam tak berkutik.
Bersambung~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
anonim
waduuuhhh asetmu Rash....
makanya jgn ngeyel ma peringatan Luna wkwkwk
2023-11-23
0
Siti Khumaira Rahma
gimana Arash mantap kak jurus pembuka dari Luna 🤭🤭 maka nya jangan macam2 ya sama Luna 🤭🤭🤣🤣🤣🤣
2023-09-27
1
Siti Khumaira Rahma
hahahaha pasti sakit banget itu ya 🤣🤣🤣🤣🤣
2023-09-27
1