Tiga minggu berlalu dengan begitu cepat. Selama itu pula, Luna mengungsi di apartemen sahabatnya, apalagi Zora tengah disibukkan dengan ujian akhir dan berbagai tugas demi mendapatkan gelar dokternya. Ia hanya akan pulang untuk mengontrol kondisi Arash.
Selama itu pula, Arash sama sekali tidak keluar dari apartemen Luna. Beruntung sekali Luna tulus mengobatinya, bahkan memberi tempat tinggal dan juga makan bergizi secara cuma-cuma. Selain memulihkan fisik, ia juga tengah memulihkan mentalnya yang berguncang hebat pasca mendengar berita perselingkuhan serta perceraian orang tuanya.
“Obatnya Arash masih, Bi?” tanya Luna yang baru pulang dari dinas malamnya. Gadis itu membuka lemari pendingin, meraih sebotol air mineral dan meneguknya sambil duduk.
“Tinggal satu kali minum, Non,” sahut Bibi menghentikan aktivitasnya di dapur.
Luna mengangguk, beralih pada buah apel di meja dan hendak mengupasnya. “Emm ... aku mau lihat kondisinya dulu deh.”
“Nona, kenapa Anda begitu baik pada berandal seperti itu?” bisik Bibi yang turut duduk di samping Luna.
Terperanjat, takut Arash mendengar, Luna menoleh ke arah kamar. Bernapas lega ketika pintu masih tertutup rapat.
Jelas saja Bibi mengatakan itu, karena memang penampilan Arash sejak pertama datang, mengenakan celana sobek-sobek, telinga yang ditindik, juga mendengar umpatan-umpatan kasar yang terdengar dari bibir lelaki itu. Heran sekali dengan majikannya yang tidak tanggung-tanggung mengeluarkan biaya demi orang seperti itu.
“Siapa pun kalau ada di posisi yang sama dengannya, akan aku tolong, Bi. Apalagi awalnya dia memang pasienku. Apakah aku akan diam saja kalau melihat pasienku nyawanya terancam?”
“Mulia sekali,” puji Bibi terharu.
“Ah, Bibi jangan berlebihan. Pesan Mommy, di mana pun aku berpijak, aku harus selalu membantu orang yang kesulitan, Bi. Apa yang kita tanam, akan kita tuai,” balas gadis itu tersenyum ramah.
“Nona enggak takut, kalau pria itu ternyata pengedar narkoba? Atau seorang buronan? Nanti Nona bisa terseret.” Khawatir ART itu bergidik membayangkan.
Luna menggenggam tangan wanita tua itu, “Bibi tenang saja. Aku yakin dia tidak seperti itu. Karena yang mengejarnya bukan intel atau sejenisnya. Tapi preman bayaran. Cuma sampai dia sembuh kok. Setelah itu aku akan mengusirnya. Bibi enggak kasih tahu password apartemen ini ‘kan?” paparnya lembut.
“Tidak, Non.”
“Baiklah, aku periksa Arash dulu ya, Bi.” Perbincangan bisik-bisik pagi itu berakhir.
Luna segera beranjak, melenggang ke kamar tamu dengan tas kerja yang tersemat di bahunya.
Beberapa kali Luna mengetuk sembari memanggil nama Arash, keningnya berkerut saat tak mendengar sahutan apa pun. “Arash! Kamu masih tidur?”
Terdiam beberapa saat, Luna membuka pintu kamar yang tidak pernah dikunci itu. Khawatir terjadi sesuatu dengan lelaki itu. Pandangannya mengeliling, tidak menemukan siapa pun di sana.
“Arash! Rash!” panggil Luna melangkahkan kaki waspada. “Ke mana tu orang?” gumamnya terus melangkah. Hingga netranya tertuju ke arah jendela, tirai yang menjuntai melambai-lambai terbawa angin.
Gadis itu berlari ke sana, melongokkan kepala setelah menyibak tirai putih di kamar tersebut. “Hah?” Luna terkejut saat menemukan selimut yang dililit pada pagar pembatas balkon. Ia segera membuka pintu balkon berlari memeriksa selimut yang menjuntai ke bawah.
“Gila! Dia kabur lewat sini?” gumam Luna tampak berpikir keras.
\=\=\=000\=\=\=
Di tempat yang berbeda, Arash mengepalkan kedua tangannya erat-erat kala melihat markasnya hancur tak bersisa. Sebuah bangunan tempatnya bernaung bersama para anak buahnya rata dengan tanah.
Deru napasnya memburu, ia berkacak pinggang, menatap nanar tempat yang sudah sepuluh tahun berdiri sejak terbentuknya Gang Arthropoda.
Terlalu lama berdiam diri, darahnya semakin mendidih. Apalagi saat terlintas kenangan-kenangan masa lalu bersama teman-temannya.
“Ke mana anak-anak?” gumamnya berjalan mundur mencari taksi. Dadanya bergemuruh hebat di dalam sana. Emosinya membuncah hingga kepalanya berdenyut semakin nyeri. Tapi Arash menahannya sebelum mendapat jawaban.
“Tunggu di sini, Pak. Saya tidak lama.” Arash turun di sebuah bangunan satu lantai namun begitu luas, tidak jauh dari markas mereka. Napas Arash masih terengah-engah, rolling door yang begitu luas di bengkel itu masih tertutup rapat. Ia baru menghela napas lega, setidaknya sumber penghasilan pribadinya tidak diusik.
Arash kembali menaiki taksi, ia meminta sopir untuk mengantarnya ke kediaman Omed. Sahabat sekaligus wakil ketua Arthropoda.
\=\=\=\=000\=\=\=\=
“Bos!” pekik Omed membulatkan matanya, saat menemukan sang bos berdiri di hadapannya. Matanya sampai menyelidik dari ujung rambut hingga ujung kepala. “I ... ini beneran kamu, Bos? Kamu selamat dari kejaran Om Carlos?” serunya memegang kedua lengan Arash.
“Apa yang terjadi selama aku nggak ada?” cecar Arash menghunuskan tatapan tajam. Menepis kedua tangan Omed dengna kasar.
“Ma ... masuklah, Bos!” ucap Omed memberikan jalan pada Arash.
Arash masuk ke rumah yang tidak terlalu besar itu, langsung menuju dapur karena menang sudah hafal tata letak lokasi rumah Omed. Ia meneguk minuman tanpa permisi maupun menunggu dipersilakan lebih dulu.
Omed tersentak saat Arash meletakkan gelas secara kasar di meja. Ia duduk, menatap tajam ke arah Omed yang kini menelan salivanya gugup.
Tanpa menunggu perintah, Omed menjelaskan secara detail penyerangan yang terjadi beberapa hari lalu. Tepatnya saat Arash menghilang, dan kondisi Omed juga belum memungkinkan turun ke markas. Beberapa anak buahnya tidak dapat menghalau keganasan Gang Cobra yang membabi buta. Mereka kalah jumlah, apalagi tidak ada pemimpin yang mengarahkannya. Hingga markas berhasil dirobohkan.
“Aaarrrrgh! Brengsek!” teriak Arash melempar gelas kosong ke sembarang arah. Suara pecahan kaca menggelegar saat menabrak dinding. Serpihannya berhamburan ke mana-mana.
Kepala Arash serasa mendidih. Belum selesai dengan masalah keluarganya yang rumit, kini harus dihadapkan masalah dalam gang-nya.
“Gimana kondisi anak-anak yang terluka?” tanya Arash setelah berhasil menguasai emosinya. Meski ekspresi wajahnya masih memerah penuh amarah.
“Sudah mendapat penanganan, Bos. Banyak yang sudah pulih. Tapi tidak berani bergerak,” sahut Omed yang sudah terbiasa akan emosi Arash yang meledak-ledak.
“Nanti saja, tunggu aku!”
Tanpa meninggalkan pesan apa pun lagi, Arash melenggang keluar dari rumah Omed. Sang pemilik rumah sampai kebingungan.
Terlalu lama di luar, membuat Arash lupa jika minggu ini, Luna mengunjunginya pagi hari sepulang dari dinas malamnya.
Buru-buru lelaki itu kembali ke apartemen Luna. Karena tidak tahu password unit yang ditempatinya, Arash terpaksa memanjat gedung tinggi tersebut setelah ia mengamati selimut yang masih menjuntai ke lantai bawah.
Susah payah dan dengan seluruh tenaga, akhirnya Arash berhasil melompati balkon apartemen Luna. Napasnya terengah-engah, keningnya membasah karena bulir keringat yang dia seka barusan.
Dua tangannya dikibaskan akibat terlalu sakit menopang tubuhnya saat bergelantungan di setiap balkon. Untung saja, letak kamarnya tidak terlalu tinggi.
“Huh! Kampret emang!” desis Arash melewati jendela kamar.
Baru saja melangkah santai, hendak ke kamar mandi, tubuhnya berjingkat kaget karena menemukan Luna bersandar di meja rias sembari melipat kedua lengan di dada.
“Astaga! Do ... Dokter! Jantungku hampir saja lepas!” gurau Arash benar-benar terkejut.
“Sudah bisa melompat dari balkon ternyata, itu artinya sudah sembuh dong ya.” Luna memainkan kuku-kukunya, enggan menoleh pada Arash yang panik memikirkan jawaban logis.
“Ternyata kamu berbakat ya,” sambung Luna mengangkat pandangannya, matanya menatap tajam lelaki itu. “Bakat jadi maling!”
“Luna apa yang kamu lakukan?” teriak seseorang membuka pintu kamar dengan kasar, tentu saja mengejutkan mereka berdua.
Bersambung~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
anonim
eeee Arash dah kabur kembali lagi....
Luna...Luna...pasienmu istimewa wkwkwk
2023-11-23
0
Iin Karmini
kabur..mungkin takut nanti liat nota tagihan yg panjang😅
2023-10-23
1
𝐙⃝🦜Zifei_WanitaTangguh💫
nah looohh..ketangkep basah kan. eh, ketangkep kering, kan belum masuk kamar mandi🤣
2023-09-06
1