"Kamu lagi?!" teriak Luna.
Arash menelan salivanya pahit. Sadar jika ia berada di posisi yang salah. Apalagi otaknya masih bisa merekam dengan jelas, gadis cantik di depannya adalah dokter yang menanganinya semalam.
“Keluar nggak?!” ancam Luna mengangkat shoulder bag berwarna hitam, yang tidak terlalu bermerk itu. Kesederhanaan sudah melekat dalam jiwanya sejak dini. Sekalipun dia putri konglomerat di Palembang. Hanya saja, karena tidak terekspose media sejak kecil, membuat hidup gadis itu lebih nyaman dengan kesederhanaan.
Terlanjur tercebur, mau mengelak pun Arash sudah tertangkap basah. Pria itu menegakkan punggung di sandaran kursi. Satu kakinya menyilang di kaki lain, kedua lengannya melebar ke samping kiri dan kanan. Pandangannya mengeliling mengamati interior mobil berbody slim dan mungil itu.
“Sepertinya aku salah naik mobil, Dok. Sekalian saja minta tolong antarkan ya,” ucap Arash menaik turunkan alisnya.
BUGH!
Luna tidak main-main, ekor matanya menajam setelah melemparkan shoulder bag berisi banyak alat kesehatan beserta buku-buku tebal tepat di muka Arash. Awalnya terkejut, namun pria itu tersenyum sembari menurunkan tas milik Luna.
“Memangnya aku sopirmu apa?! Keluar secara baik-baik atau aku keluarkan secara paksa?!” tegas gadis itu.
“Dokter.” Arash membungkuk ke depan, mengikis jarak di antara mereka berdua, sehingga Luna terpaksa mundur menjauh. “Anda, semakin cantik kalau marah. Sumpah!” lanjutnya dengan senyum tengilnya.
Rasa kantuk yang sempat bergelayut di kedua manik dokter itu, kini telah memudar seiring dengan kekesalan yang membuncah. “Menjijikkan!” umpat Luna.
Gertakan gigi gadis itu terdengar bergemeletuk, kesabarannya habis sudah. Luna turun dari mobilnya, membuka pintu penumpang belakang selebar-lebarnya. “Keluar dari mobilku atau aku teriak ini?”
“Teriak saja, Sayang!” goda Arash mengedipkan matanya.
Luna mendecih, dadanya serasa panas menghadapi makhluk satu itu. Ia mencekal lengan Arash, menarik paksa agar keluar dari mobilnya. “Arash keluar dari mobilku!”
“Wow, Dokter! Ah ternyata masih mengingat namaku. Sungguh, aku terharu sekali mendengarnya,” sahut Arash terkekeh tanpa ingin beranjak dari sana sedikit pun. Dan kini justru ia menarik balik lengan Luna hingga gadis itu terjerembap menabrak dada bidang Arash.
“Eeerrrghhh! Brengsek!” teriak Luna memukul dada lelaki itu bertubi-tubi sebelum akhirnya beranjak mundur dan keluar dari lingkaran setan.
Kepalanya hampir terbentur atap mobil, namun Arash dengan sigap terbangun dan melindungi kepala dokter cantik itu dengan tangannya. “Kelihatannya dokter sangat bahagia sekali bertemu denganku!” goda Arash tersenyum mengejek.
“Bahagia! Bahagia dengkulmu itu!” umpat Luna berkacak pinggang setelah berhasil berdiri. “Pak, tolong, Pak! Tolong. Perampok!” teriak Luna menatap sekeliling, tidak ingin terjebak untuk kedua kalinya.
“Aissh, sialan!” Arash keluar dari mobil. Tapi tidak ada siapa pun yang datang. Semua kendaraan berlalu lalang sangat padat demi menunaikan aktivitas masing-masing, tidak mungkin ada yang peduli dengannya. Ternyata hanya tipu daya dokter cantik itu, untuk memancingnya keluar.
Luna menendang pintu mobilnya, buru-buru masuk dan duduk di balik kemudi lalu melajukan kendaraan miliknya, senyum kemenangan tentu terukir dari bibirnya. Tak sampai di sana, Luna menjulurkan lengan keluar. Menunjukkan ibu jari yang terbalik, saat ia bisa melihat bahwa Arash masih mengamatinya penuh emosi.
Tak berapa lama, netra Luna membeliak. Tiba-tiba sebuah mobil Suv berhenti tepat di samping Arash. Beberapa pria berbadan kekar yang sempat dilihat Luna di rumah sakit, kini tengah mengeroyok Arash. Gadis itu menginjak pedal remnya, mengamati dari kaca spion.
Terlihat jelas Arash berjuang seorang diri melawan para pria bugar itu sedirian. Padahal jelas pria itu belum sembuh total. Untuk beberapa waktu, Arash berhasil mengelak dan memberikan perlawanan. Tapi, luka yang sebelumnya didapat, membuat pria itu kehilangan fokus.
Pada akhirnya Arash tumbang, bahkan terlihat jelas darah di kepalanya kembali mengucur. Luna mendesis, ingin mengabaikan tapi sumpah seorang dokter adalah menyelamatkan pasien.
“Ck! Menyusahkan!” decaknya mengatur gigi, menginjak gas kuat-kuat hingga mobil bergerak mundur dengan kecepatan tinggi.
“BRAK!”
Dentuman keras terdengar saat mobilnya menghantam bumper belakang mobil. Yah, karena memang menabrak mobil Suv yang hampir membawa Arash. Semua pria itu jelas saja terkejut.
Luna mengikat rambutnya tinggi-tinggi, sempat bercermin dengan santainya baru turun dari mobil. Ia menghela napas kasar, melirik Arash yang sudah tak berdaya. Dalam hati merasa khawatir, bagaimana pun ia tahu sedalam apa lukanya semalam.
“Lepaskan dia,” titah Luna dengan raut datar.
“Cih! Siapa kamu? Beraninya menghalangi kami. Serang!” teriak seorang pria berkumis tebal yang membekuk Arash.
“Dia pasienku! Kalau dia mati pendarahan kalian mau tanggung jawab?” sahut Luna masih santai.
“Kami tidak peduli. Tugas kami membawanya pada Tuan kami!” pekiknya menggertakkan gigi.
Beberapa pria bayaran itu segera menyerang Luna. Tendangan yang hendak terayun tertahan oleh lengan Luna, bibirnya menyungging senyum smirk, sebelum akhirnya memutar kaki panjang itu hingga tubuh lawannya berputar di udara lalu terbanting di jalan raya.
Pekikan kesakitan seolah tak terdengar di telinga Luna. Ia melompat sembari menginjak punggung lelaki itu demi bisa melayangkan tendangan beruntun pada tiga pria yang bersiap melawannya.
Ah, dokter yang manis. Tapi bisa berubah menjadi devil seketika. Tergantung dengan siapa dia berhadapan.
Tanpa disadari saat masih fokus melawan tiga pria di depannya, punggung Luna ditendang hingga ia terjerembap. Hampir saja diinjak, jika saja seorang pria tidak berlari meninggalkan motornya begitu saja demi menyelamatkan Luna.
“Luna!” panggil lelaki itu setelah berhasil menumbangkan lawannya.
Ia membantu Luna berdiri, membuka kaca helmnya lalu tersenyum. “Thanks, Axel. Kamu hadir di waktu yang tepat,” ucap Luna.
Dua pria dan wanita itu saling memungguni, menatap musuhnya yang perlahan bangkit, keduanya saling mengangguk lalu menyerang bersamaan.
“Axel, tangani mereka!” tutur Luna berlari ke belakang, mengitari mobil dan menemukan Arash yang napasnya sudah hampir habis.
“Lepaskan dia,” pinta Luna dengan napas terengah-engah.
“Susah payah kami mendapatkannya. Uang kami bisa hangus kalau tidak membawanya!” seru lelaki berkumis itu.
“Baiklah, ini maumu!”
Luna meraih sebuah jarum perak yang tersemat di saku kemejanya. Sedikit gemetar dan berdebar. Untuk pertama kalinya, ia menggunakan jarum akupunktur tersebut.
Gerakannya nyaris tak terlihat, jarum tersebut ditusukkan di pelipis lelaki berbadan gempal itu, hingga tak berapa lama jatuh tak sadarkan diri. Tidak ada waktu lagi, karena melihat Arash sudah sepucat mayat. Jadi, dia mengambil jalan pintas.
"Ini berhasil 'kan?" gumamnya menendang kaki pria itu yang sama sekali tak begerak. Luna menyeka bulir keringat yang membasahi keningnya, lega ketika melihat titik akupunkturnya sesuai dan berhasil melumpuhkan lawannya.
"Buruan!” Luna memapah tubuh Arash yang nyaris terjatuh, membawa ke mobilnya.
“Jangan ke ... rumah sakit. Kumohon, mereka pasti kembali mengejarku,” gumam Arash saat Luna mengenakan sabuk pengaman.
Terdiam sejenak, ia melirik orang-orang itu. Menjawabnya dengan sebuah anggukan. Luna kembali menghampiri Axel yang masih berdiri gagah dengan helm di kepalanya.
“Axel, makasih ya,” ucap Luna menepuk bahu Damian Axelsen.
Pria itu berbalik, menatap gadis pujaan hatinya sedari kecil, hingga detik ini perasaannya masih sama. Ia mengangguk, ingin menyeka darah yang mengalir di kening gadis itu, tapi tak berani.
“Mobil kamu rusak kayaknya, Lun,” ujar Axel mengalihkan pandangan.
“Enggak apa-apa, nanti bisa dibenerin. Aku buru-buru nih. Hati-hati ya.” Luna menepuk bahunya sekali lagi sembari merem*snya sedikit kuat.
“Eh dia siap ... pa,” tanya Axel tapi tak terdengar oleh Luna, karena gadis itu sudah berlari masuk ke mobilnya. Tetap melaju meski bumper belakangnya rusak parah.
Bersambung~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Deasy Dahlan
sia calon imamku... axel.
2024-10-11
0
⏤͟͟͞R. ALICE off
axel bakal patah hati nih
sudah kuduga axel ada rasa sama luna pas baca cerita kakanya dulu akhir part axel menghawatirkan luna
2024-08-26
0
anonim
akhirnya repot sendiri kan kau Luna...
Tadi ajah ngusir Arash utk segera keluar dari mobilnya.
Malah tambah bundas Arash karena dikeroyok centeng2 bapaknya
2023-11-23
0