The Hidden One

The Hidden One

Episode 1

Tahun 1904, Batavia

SUDAH dua hari Tuan Lodewijk van Heerens menatap surat-surat yang datang kepadanya dengan muka bingung. Namun, surat yang datang dari Komisi Imigrasi di Amsterdam tak kunjung datang juga. Tuan Lodewijk bermaksud untuk menerima sebuah amplop yang berisi persetujuan mengenai kepindahannya dari pemerintah pusat kerajaan di Den Haag ke Batavia di Hindia Timur.

Mentari pagi menyoroti jendela kantor Tuan Lodewijk. Ruangan yang ditempati oleh Tuan Lodewijk tentu tidaklah ruangan yang sempit. Ruangan  klasik itu luasnya lebih dari luas kantor direksi perusahaan dagang pada umumnya. Sampai-sampai, ia mampu untuk menaruh sekitar tiga rak buku berukuran besar dan lebar.

Karena merasa bosan, Tuan Lodewijk kemudian menyeduh biji kopinya yang ia dapatkan dari pedagang pribumi. Tak lupa ia juga mengambil beberapa buku dari raknya dan memutar piringan hitam pada gramofon. Corong alat pemutar musik lawas itu memberikan suara dari sebuah lagu klasik bergaya Eropa. Terlihat dari suara violin yang sangat dominan, sehingga membuat Tuan Lodewijk sedikit bersenandung.

Sementara Tuan Lodewijk menyeruput cangkir kopinya dan mencoba untuk menggerakkan tangan dan menghentakkan telapak sepatunya mengikuti irama musik yang diputarnya, suara ketukan pintu tiba-tiba terdengar.

“Ya?” Tuan Lodewijk berhenti meminum kopinya.

“Permisi, Tuan Van Heeren. Ini dengan Reynerdies Oosteere.” Seseorang di balik pintu itu menjawab.

“Oh, Kolonel Oosteere, ya? Masuklah.”

“Permisi.” Kolonel Reynerdies membuka pintu. Tampak seorang pria dewasa yang gagah dengan seragam militer serba biru gelap dilengkapi pangkat yang terletak di bahu dan beberapa lambang kehormatan. “Mohon maaf apabila kedatangan saya mengganggu Anda. Seorang dari kantor pos menitipkan ini,” kata Kolonel Reynerdies sambil menyerahkan sebuah amplop. Amplop itu berstempelkan Komisi Imigrasi Kerajaan. Dengan kata lain, surat ini adalah yang dicari oleh Tuan Lodewijk.

“Aku mencari surat ini. Apakah baru saja datang?” Tuan Lodewijk kelihatan girang. “Sangat disayangkan bahwa mereka menjanjikan bahwa suratnya akan sampai pada dua hari yang lalu.”

“Mereka memohon maaf atas keterlambatannya,” kata Kolonel Reynerdies. “Mereka bilang, mereka memiliki kendala dalam pengiriman,”

Tuan Lodewijk berubah raut menjadi curiga.

“Tumben sekali. Biasanya mereka sangat tepat waktu. Jangan-jangan, telah terjadi sesuatu?”

“Entahlah, Tuan Lodewijk. Mereka tidak memberikan keterangan apapun,” jawab Reynerdies. “Selain itu, kita sepertinya mempunyai sebuah masalah.”

Tuan Lodewijk mengernyitkan dahi. “Apakah ini berkaitan dengan pemerintahan kolonial?”

“Lebih daripada itu. Termasuk juga ‘pemerintahan alternatif’ yang kita kelola.” Reynerdies menjawab.

“Jelaskan apa yang terjadi.”

“Baik.” Kolonel Reynerdies kemudian mengarahkan tangannya ke gagang pintu, dan seketika itu juga sebuah lingkaran bercahaya keluar dan menghapus gagang pintu ruangan Tuan Lodewijk. “Tuan Lodewijk, bisakah saya meminjam ‘proyeksi’ milik Anda?”

“Itulah sebabnya mengapa Anda ‘mengunci pintu’, ya? Sepertinya ini bukan masalah untuk khalayak awam.” Tuan Lodewijk lanjut menyeruput kopinya.

Tuan Lodewijk kemudian mengarahkan tangannya ke depan, dan sebuah lingkaran yang sama dengan yang dikeluarkan oleh Kolonel Reynerdies. Sebuah kotak berwarna abu-abu polos muncul. Kotak abu-abu itu kemudian terbang, dan mengeluarkan sebuah proyeksi peta Kota Batavia. Proyeksi yang ditimbulkan adalah layar sentuh, sehingga Kolonel Reynerdies memperbesar rasio petanya menjadi fokus ke sebuah daerah yang bernama Priok.

“Itu di wilayah Priok, kan? Ada apa dengan yang ada di sana?” tanya Tuan Lodewijk.

“Disana terletak sebuah pelabuhan yang baru rampung setelah pembangunannya dimulai oleh Gubernur Jenderal Van Lansberge pada tahun 1877. Aku dan beberapa pasukanku telah menyelidiki berbagai kasus penyelundupan barang ilegal di pelabuhan ini, misalnya penyelundupan tanaman ilegal, obat-obatan, dan senjata. Memang, hal tersebut di dunia pelabuhan hanyalah sebuah klasik. Tidak ada yang patut terlalu dicurigai di sana.

“Akan tetapi,” Kolonel Reynerdies memperbesar ke arah wilayah dek kapal di pelabuhan, “Kami menemukan sebuah kejanggalan di sini. Kami mendapat laporan bahwa terjadi beberapa penyerangan terhadap orang-orang yang turun dari kapal.”

“Termasuk penyerangan terhadap putra seorang konglomerat pada dua minggu yang lalu, bukan?” Tuan Lodewijk menambahkan.

“Ya. Akan tetapi, ini terjadi setiap malamnya. Mereka berusaha untuk tidak terlihat. Salah satu pengintai kami—seorang yang terbaik dari pasukanku—menyusup ke pelabuhan kemarin malam. Ia melihat beberapa orang dengan jas dan topi serba hitam yang beraksi di balik kotak-kotak muatan besar. Jumlahnya sekitar dua puluh orang. Mereka terlihat menyerang beberapa pengurus kargo dan juga pemilik kapal yang berlabuh, lalu mereka menembaki kapal itu sampai tenggelam. Saya menugaskan pengintai ini dengan beberapa pasukan lainnya untuk mengamankan korban ketika para penyerang itu sudah pergi. Kami sampai pada saat ini belum mendapatkan keterangan apapun dari korban.”

“Hmm, mungkin ini bisa menjelaskan mengapa surat dari Kantor Imigrasi Kerajaan terlambat,” gumam Tuan Lodewijk pelan. “Untuk saat ini, lanjutkan saja pengintaianmu, Kolonel. Sisanya, serahkan kepadaku.”

“Baik.” Kolonel Reynerdies kemudian melakukan hal yang serupa ketika ia ‘mengunci pintu’—lebih tepatnya, dia mengembalikan gagang pintu itu seperti semula. Reynerdies akhirnya keluar dari ruangan.

Hanya tinggal Tuan Lodewijk di ruangan. Ia lalu mengambil telepon kabel model lama yang terletak kanan meja kerjanya. Ia menekan tombol angka-angka yaitu angka dua, angka tiga, angka lima, dan angka tujuh secara berurutan. Sebenarnya, teknologi ini bukanlah teknologi yang digunakan oleh masyarakat umum. Publik masih menggunakan telepon putar. Teknologi ini selangkah lebih maju. Namun, teknologi seperti ini harus dirahasiakan dari publik sebelum seorang penemu biasa menemukannya.

“Halo?” Suara yang familiar berbicara datang dari telepon. Logatnya adalah logat medok.

“Tuan Raden, maaf mengganggu Anda seperti ini,” kata Tuan Lodewijk sopan. Aksennya mendadak berubah seratus delapan puluh derajat. Bahasa yang digunakan pun adalah bahasa lokal. Tuan Lodewijk memang fasih dalam berbahasa Jawa ketika dia ditugaskan di Hindia.

“Meester Lodewijk!” Suara dari telepon itu terkejut senang. Dia bisa mengenali suara Tuan Lodewijk. “Bagaimana kabar Anda? Anda tidak main-main lagi ke pakuwon? Saya baru saja menambah beberapa tempat di sana.”

“Sudah lama sekali, ya? Tuan Raden. Terutama sejak Anda diberikan kewajiban untuk mengurus Trenggalek. Saya paham kalau Anda akan sangat sibuk, jadi saya merasa tidak enak kalau sering mampir sementara Anda sedang dalam pekerjaan.” Tuan Lodewijk tertawa ringan.

Raden itu juga tertawa. “Tentu saja saya tidak sesibuk itu,” katanya santai. “Ngomong-ngomong, ada apa gerangan, toh? Sampai-sampai Meester menghubungi saya,”

“Begini, Tuan Raden. Saya baru saja mendapat laporan dari Kolonel Reynerdies Oosteere yang bekerja atas arahan saya. Di pelabuhan Priok, sepertinya—”

“Sepertinya telah terjadi sesuatu yang mencurigakan, kan? Kumpulan orang dengan mantel hitam yang menembaki kapal-kapal yang berlabuh di dermaga itu, ditambah lagi penyerangan terhadap para awak kapal dan pemilik kapal,” sela Raden itu jelas.

Tuan Lodewijk menghela napas. “Anda tahu terlebih dahulu daripada saya, ya? Anda benar.” Ia kemudian mengambil beberapa kertas dari mesin tiknya. “Karena itu, apakah Anda bisa mengirimkan beberapa ‘orang’ di pakuwon Anda untuk membantu penyelidikan ini?”

Tanpa pikir panjang, Raden itu langsung mengiyakan. “Tentu saja. Aku akan memastikan mereka sampai di sana esok lusa. Di kantor Anda, di Batavia, bukan? ”

Tuan Lodewijk tersenyum ringan. “Ya. Terimakasih banyak, Tuan Raden,” katanya takzim.

“Bukan masalah, Meester Lodewijk.”

Telepon ditutup. Tuan Lodewijk kemudian segera beranjak dari mejanya dan merapikan pakaiannya. Ia merapikan segala barang yang tidak pada tempatnya. Ia mengambil koper kerjanya, memasukkan beberapa buku dan dokumen penting, mengenakan jaket launsnya dan topi bowlernya. Ia lalu meninggalkan ruangannya.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!