Tepat seperti dugaanku, mama menanyakan apa yang terjadi setelah pertemuanku tadi dengan Abi. Aku yang was-was, aku tidak bisa menjawabnya langsung aku masih sibuk meminta jawabannya pada otakku. Karena itu mama, jika itu ayah, aku mungkin masih bisa santai dan biasa saja dan tidak peduli adanya.
" Sarah, mama tanya? ."
" Tidak apa-apa, Ma ." jawabku hati-hati sambil melangkah menuju Kamarku di lantai atas.
" Kamu yakin, lalu kenapa mamanya Abi menelpon mama, dan bilang jika Abi tampak kesal setelah pergi denganmu? ."
" Yah enggak tahulah, Ma. Bisa aja dia lagi kesal dengan temannya atau kerjaannya! ." kataku dengan nada yang kubuat biasa saja. Mama menatapku sejenak sebelum dia mengiyakan saja perkataanku.
" Loh, Mey, kok enggak bilang-bilang sih? ." ujarku menatapnya.
" Gapapa sih, emang aku gak boleh kesini? ." jawabnya sambil memutar matanya bosan. Oh ya, di perjalanan pulang aku menelpon Mey, dan menceritakan apa yang baru saja terjadi. Tapi aku tidak tahu kenapa dia datang kesini, saat tadi ia tidak mengatakan apapun sama sekali, dan tiba-tiba saja sudah berada di Kamarku.
Sesampainya di Kamar, aku langsung di kejutkan dengan keberadaan Meilya yang sedang berada di Kamarku. Lebih terheran lagi karena kenapa mama tidak memberitahukannya padaku.
Mey memintaku untuk menceritakan semua yang terjadi baru saja antara aku dan Abi. Aku dan Mey adalah sahabat dekat, aku dan dia sering menginap di rumah masing-masing, dan bahkan sering memakai pakaian satu sama lain, lebih tepatnya ia suka sekali memakai barangku. Sejak dulu, kami memutuskan untuk tidak saling menyimpan rahasia apapun, dan itu berlaku juga untuknya.
" Menurutku dia serius sama kamu, dia mau menceritakan semua kisah masa lalunya. dan kupikir tak banyak orang yang mau melakukannya. Terlepas dari hubungan kalian, tapi kupikir responmu berlebihan sampai meminta untuk mengakhiri pertunangan dengannya. Kau bahkan baru mengenalnya beberapa hari ." jelas Meylia kesal.
" Ya aku tahu, tapi,.. ."
" Udahalah aku pulang! ." kata Mey tanpa menunggu aku mengatakan apa-apa lagi. Yah, itu salah satu kebiasaan buruk Mey, suka melakukan sesuatu disaat kami semua menganggapnya situasi penting, seperti saat ini. Bukankah seharusnya ia itu mendengarkan aku? Setidaknya sebagai sahabat yang baik kita harus melakukannya , atau sekedar melakukannya karena sungkan.
Aku tidak tahu aku harus melakukan apa sekarang. Apakah aku harus meminta maaf kepada Abi. Benarkah menemuinya saat ini adalah pilihan yang tepat? Apa aku harus menelponnya lebih dahulu. Aku memutuskan akan pergi menemui Abi disana. Aku kembali bersiap-siap dengan tas kecil kesayanganku yang hanya berisi makeup saja.
***
" Permisi, Tante! ." sapaku pada Tante Luna sesampainya di sana.
" Loh, ada apa sayang? ." tanya Tante Luna.
" Paling cari Abi, Ma. Masuk aja langsung keatas. " Tambah Ayah dengan sedikit becanda. Akupun setuju tak lupa meminta ijin terlebih dahulu. Aku bergegas ke atas dan menemui Abi di Kamarnya. Aku mengetuknya terlebih dahulu, tapi seperti biasanya Kamar Abi tidak terkunci.
Sialnya Abi sedang duduk didalam dan memainkan komputernya mungkin dia sedang bekerja. Menatapku sekilas lalu tak peduli dan melanjutkan kegiatannya.
" Kau tahu, kemarin aku.., " ucapku terpotong karena Abi menatapku.
" Kau tak seharusnya masuk ke Kamar seorang lelaki tanpa ijin, kecuali kau memang adalah seorang perempuan yang nakal ." kata Abi tegas melirik ke arahku tajam.
" Apa katamu? Kau bilang aku perempuan tidak baik. Kau keterlaluan sepertinya. Baiklah aku akan pergi ." ucapku tak mau kalah. Yang benar saja, bagaimana bisa dia mengatakan itu begitu mudah. Baiklah aku memang keterlaluan kemarin, tetapi mengatakan itu, kupikir itu bukanlah hal yang seharusnya.
Aku keluar dengan langkah kerasku dan sedikit membanting pintunya. Ia terkejut atau tidak. Aku tidak peduli sebenarnya. Ini hari yang sial, bagaimana bisa sebuah ikatan pertunangan seperti ini. Baiklah jika ingin bermain-main.
" Loh, Sarah, kenapa sayang? ." tanya Tante Luna menghampiri ku yang sedang berpura-pura sedih. Aku menyukai ini, aku akan membalas Abi. Tidak mungkin aku akan membiarkan dia memperlakukan aku seperti ini, yang benar saja.
" Kamu kenapa sayang? Beri tahu Tante! ." ujarnya lagi.
" Tante, Abi. Dia memarahiku karena aku memasuki Kamarnya tanpa ijin, dia bilang hanya perempuan yang tidak baik yang akan seperti itu. Tentu saja aku menangis, Tante. Bagaimana bisa ia mengatakan itu semua ." lanjutku tersedu.
" Benarkah, keterlaluan sekali dia. Tante akan memarahi nya nanti ." kata tante menghiburku, dan itu tentu membuatku cukup bahagia.
Tanpa disangka Abi sudah berdiri dibelakang kami, ia menatapku dan tersenyum sekilas, devil sekali. Sepertinya ia mendengar percakapan kami. Tanpa kata ia menarik tanganku, tidak merespon ucapan mamanya yang bertanya apa yang ia akan lakukan padaku.
Ia menarik tanganku dan membuatku masuk ke dalam Mobilnya. Ia melajukan Mobilnya dengan sangat cepat. Jujur itu membuatku takut, Abi tidak bertanya atau mengatakan apa-apa sama sekali, apa dia akan membunuhku? Tapi bagaimana, aku ini anak orang kaya. Tapi dia lebih kaya, akankah ia membunuhku dan membuangku, lalu menghilangkan bukti kejahatannya? Ayolah, sepertinya aku berpikir terlalu jauh.
Aku menjerit, memintanya untuk melepaskan aku. Aku memelas, berharap ia akan mau memberi belas kasihan. "Apa yang kau lakukan? Kau pikir aku akan membunuhmu? Tenang saja, aku belum akan melakukannya," Abi mengatakan itu dengan menatapku tanpa tersenyum. Bukankah ini akan berakhir tragis.
Abi menghentikan laju Mobilnya, di tempat yang ku ketahui bahwa itu adalah Pantai. Entahlah, otakku sepertinya tidak beres, aku masih berpikir mengapa ia membawaku ke Pantai.
"Jangan berpikir keras, aku hanya ingin minta maaf, tapi aku cukup terkejut dengan reaksimu kemarin. Ah, benar. Juga tentang kau yang ingin memberitahukannya pada orangtuamu. Aku sudah memberitahukannya pada Ibumu, dan soal keputusanmu, aku siap dengan segala keputusan yang kau ambil."
Degh, seketika ada yang terasa berbeda dengan hatiku, seperti tergores tapi aku tidak tahu itu karena hal apa. Apa karena kata-kata Abi yang baru saja dia katakan, apa itu melukaiku? Apa aku harus terluka sekarang? Atau apa kehilangan dia yang baru kukenal ini akan begitu merusak hatiku. Tidak, ini tidak boleh terjadi.
"Jangan khawatir, Sarah! Semuanya akan baik-baik saja sekarang! Kau tidak perlu merasa dibohongi. Kau benar, kata-katamu menyadarkanku sekarang, harusnya aku jujur dan mengatakan semuanya dari awal, tapi maaf, sepertinya aku telah melukaimu."
" Abi, aku,.. ." ucapku terpotong. Oh tidak, aku tidak mungkin meminta maaf. Aku tidak pernah melakukan itu sebelumnya. Pesonaku, pesonaku untuk menarik Abi akan hilang jika aku melakukannya.
Abi menatapku tersenyum. Kecut, ya senyuman Abi terasa berbeda apa ia merasa sedih? Saat aku mencoba mencari kata lain sambil melihat sekeliling, tak sengaja mataku tertuju pada seorang gadis yang tidak lain adalah Meylia. Iya, dia sahabatku.
Meilya menghampiriku, aku senang. Karena kau tahu, seperti biasanya, seorang sahabat sejati hanya perlu memberi sedikit sinyal dan ia akan mengerti. Terlebih aku sudah pernah menceritakannya sebelumnya pada Meilya.
Ia cukup paham, ia berbasa basi terlebih dahulu, memperkenalkan dirinya sebagai sahabatku dan menebak bahwa pria dihadapanku adalah Abi, dengan embel-embel bahwa aku selalu menceritakan Abi pada teman-temanku. Itu berhasil, Abi tersenyum dengan yang dikatakan meylia.
Setidaknya aku senang untuk sekarang. Mey, memberi kode bahwa aku harus mengajak Abi untuk berbicara intens, fokus. Sial, ia memintaku untuk mencuri c*u*m*n pada Abi. Dia bilang ini akan berhasil.
Aku mempertimbangkannya, apa aku harus melakukannya atau tidak. Mungkin ya, aku harus melakukannya. Baiklah, kali ini aku akan melakukannya dengan serius. Setidaknya satu kali. Aku tidak tahu ini pastinya ini untuk alasan apa, tapi aku merasa aku memang harus melakukannya, aku merasa masih ingin melihat senyum Abimana.
Aku hanya diam saja mendengarkan Abi berbicara, sebenarnya aku tidak begitu fokus mendengarkannya sebab aku dengan pikiranku sendiri. Aku memanggil namanya dan menatap matanya, saat aku ingin melakukannya, entah dari mana datangnya gadis dengan pakaian warna-warni menghampiri kami.
Tepatnya ia menghampiri Abi dan menabrakku sengaja. Setidaknya begitulah menurutku. Ia tidak cantik. Ah, sebenarnya dia cantik, dan ia cukup seksi. Apa ia sengaja berpakaian seperti ini untuk menggoda Abi. Ayolah, api amarahku memuncak, ingin sekali aku memakinya dan melemparnya ke laut.
Ia bertanya pada Abi aku siapanya. Aku kesal sekali terlebih Abi mengatakan aku hanya teman. Gadis yang ku ketahui namanya adalah, Amara. Ya, seperti emosiku saat itu.
Aku sedih sekali terlebih pada Abi. Bagaimana ia bisa mengatakan itu pada wanita lain. Aku tahu, kami sedang bertengkar. Tapi tidak seharusnya abi mengatakan itu pada wanita lain.
" Sarah, ada apa? ." tanya Abi. Terlihat wanita warna-warni itu menatapku tak suka, ia menatapku meneliti dari kaki sampai kepala, seperti alat memindai saja. Jika bukan karena pesonaku, pastilah aku akan menghabisinya sekarang, dan tentu aku akan membuatnya makin berwarna.
" Tidak apa. Baiklah, Abi. Temanmu ini akan pulang sekarang! ." kataku tegas. Bagaimana pun, mau semarah apapun aku mempertegas jika ia tidak boleh memperlakukan ku seperti ini.
Bersambung,....
Jangan lupa like, comment, dan vote yah. Semoga kalian menyukainya🙏😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments