Garis Takdir
Jam menunjukkan pukul 13 siang, matahari semakin meninggi dengan terik yang begitu menyengat kulit. Terlihat seorang pria tengah menyeka keringat di bawah sebuah pohon sambil membersihkan botol plastik yang baru di dapatnya dengan mengubek di tempat sampah.
Terlihat ia tengah kehausan, sementara air minumnya tersisa tinggal tersisa separuh. Itu bukan air aqua yang dibelinya dengan menyisipkan sedikit uangnya.
Itu hanya air sumur yang ia masukan ke dalam botol setiap harinya. Yang mana kebanyakan orang tidak meminum air sumur karena rasanya yang aneh, tetapi begitulah keadaan ekonomi yang memaksanya untuk berhemat.
Lelaki yang dikenal dengan nama Banyu Gesang, dikenal sebagai seorang pemulung harian di Desanya. Ia memiliki seorang putra bernama Abimana.
Abimana adalah anak tunggal yang memilih ikut bapaknya sejak berpisah dengan Ibunya dan berhenti bersekolah karena ekonomi yang tidak mencukupi.
Abimana bukan anak piyatu. Ibunya masih hidup, tetapi melarikan diri karena tidak tahan dengan kehidupannya bersama suaminya.
Ia muncul kembali dengan embel-embel akan mengurus Abimana tetapi dengan syarat mereka harus bercerai.
Abimana yang kala itu masih kecil, mungkin anak seusainya tidak akan mengerti dengan apa yang sedang terjadi.
Tetapi siapa sangka, anak kecil itu mengerti, ia menangis, meraung memohon kepada Ibunya agar tidak pergi, namun Ibunya bersikeras berpisah dan tak lupa meninggalkan cacian juga hinaan kepada mantan suaminya itu.
Akan tetapi begitulah lelaki itu, Banyu Gesang. Ia tidak membenci Ibu Abimana, ia hanya tertunduk lesu membenarkan perkataannya. Ia sama sekali tidak kesal atau hendak memaki kembali. Memangnya apa yang akan didapatkannya? Apakah itu akan merubah keadaannya?
Tidak! Ia tidak menaruh dendam sama sekali.
Ia hanya berharap, kelak Abimana-lah yang bisa merubah kehidupan rumahnya, menata keluarga bahagianya, agar tidak ada satu pun yang bisa merendahkan dirinya, termasuk Ibunya.
Ia tidak menahan Abimana agar tetap bersamanya, karena ia tahu, hidup yang akan dijalani putranya adalah kehidupan berat jika terus bersamanya. Ia tidak tega membuat anaknya memilih.
Hingga ia pergi ke belakang rumahnya untuk membiarkan Abimana dan Ibunya berbincang. Juga membiarkan Abimana memutuskan keinginannya.
Bukan itu tidak berat, ia sangat menyesali kehidupannya ini, yang tidak mengalami perubahan. Istrinya benar jika meminta berpisah, pun benar jika meminta Abimana hidup bersamanya, ia yakin hidup yang dibuatnya untuk anaknya adalah hidup yang layak.
****
Ia menghembuskan nafas berat, beruntung, pun menyesali peristiwa kemarin. Saat ia pikir Abimana akan meninggalkannya dan memilih pergi bersaman Ibunya.
Ia tidak yakin mengapa bocah itu begitu bijak saat menegaskan keputusannya itu. Tidak ada keraguan saat ia mengutarakan itu.
"Ayah, apa yang kau pikirkan?." sergah Abimana saat ia tengah melamun.
"Ah, tidak. Hanya memikirkan apa yang sedang terjadi dan berlalu begitu saja."
" Ayah, hidup itu memang tidak mudah. Kita hanya perlu melewatinya. Tidak mudah, namun semua akan baik-baik saja ." ia tersenyum mendengar penuturan dari anak lelakinya, anak lelaki yang belum cukup dewasa tapi dengan pemikiran yang luar biasa.
" Ayah bersyukur, meski tidak diberi harta maupun tempat yang layak. Kau, kau lebih dari segalanya, tetapi Ayah cukup bingung dengan keputusanmu. Mengapa kau tidak ikut Ibu? ."
" Bukankah Ibu meninggalkanmu, pasangan hidup yang pernah dipilihnya. lalu apa alasan untuk Ibu mengajakku pergi bersamanya! ."
" Kau tahu, Nak. Seorang anak tidak pernah menjadi masalalu bagi Ibunya. Berbeda dengan pasangannya yang merupakan orang lain. kau darah dagingnya. Jadi tentu saja, kau segalanya bagi Ibu ."
" Itu akan tetap sama saja, Ayah. Jika kau tidak ada, bagaimana aku akan ada dikehidupan kalian ." Ayah tersenyum, ia tahu bahwa putranya sedang belajar menikmati pahitnya kehidupan diusianya yang cukup muda sekali ."
" Ayah, ketika dewasa nanti aku akan menjadi orang sukses, aku akan membahagiakanmu, selalu! ." tutur Abimana kecil. Ayah tersenyum menahan keharuan atas ucapan putra kecilnya.
Setelah kepergian Istrinya. Kehidupan Banyu Gesang bersama putranya Abimana tidak juga kunjung membaik. Ia masih sibuk mencari botol-botol plastik untuk dijualnya. Ia menghembuskan nafasnya kasar sesekali melihat ke arah Langit.
Terdiam beberapa saat sambil berdoa agar umurnya panjang agar bisa membesarkan Abimana. Tanpa terasa air matanya jatuh kala melihat ada seorang Ayah dan putranya sedang bermain, putra yang persis seusia Abimana.
Ia merasa sedih sekali untuk Abimana, merasa gagal menjadi seorang Ayah dan gagal memberikan hal terbaik untuk Abimana, yang dimana itu memang harus dilakukan oleh seorang Ayah. Ia melihat Ayah itu mengabulkan semua keinginan anaknya tanpa memikirkan besok akan makan apa.
Saat akan melanjutkan pekerjaannya, Banyu Gesang dihampiri oleh mantan Istrinya. Ia cukup terkejut dari mana mantan Istrinya tahu keberadaannya saat ia tidak pernah memberitahukannya. Iya yakin kedatangannya kali ini pun bukan untuk bermaksud baik-baik.
" Kau terkejut bukan dari mana aku tahu tempat ini! Ayolah Ayah Abi, memangnya siapa orang di Desa ini yang tidak tahu, kamu si tukang cari botol bekas! ."
" Ada apa, Luna? Katakan saja, ada apa kau kesini? ." tanyanya pada mantan Istrinya.
" Berikan Abi padaku. Atau jika tidak, aku akan membawa kasus ini pada Pengadilan, biar mereka yang mengurusnya ." lanjutnya.
" Luna, tidak bisakah kamu membiarkan Abi padaku saja. Aku akan mengurusnya dengan baik! ." pinta Banyu Gesang.
" Mengurusnya katamu? Memangnya apa pekerjaanmu? Apakah kehidupanmu membaik. Tidak, bukan? ." ungkap Luna.
" Dengar Ayah Abi, aku tidak egois memikirkan ini. Aku bahkan akan membiarkannya denganmu jika kamu adalah orang kaya, tetapi pada kenyataannya tidak. Ia harus berhenti bersekolah dan membantumu melakukan pekerjaan ini, apakah kamu pernah memikirkan kesehatannya! Tidak pernah, kan? Lalu apa masalahnya, aku akan menyolahkannya dan mengurusnya dengan baik ." lanjut Luna dengan nada setengah memaki.
Lelaki didalam Mobil turun menghampiri keduanya, ia adalah suami kedua dari Luna. Ia menghampiri Istrinya dengan raut wajah tidak suka. Entah apa yang dipikirkannya, tetapi nampaknya ia ingin segera beranjak dari tempat kotor ini.
" Ada apa, Luna?. Apakah ia mempersulitmu? ." tanyanya sesampainya disana. Ia melirik ke arah Banyu Gesang dengan tatapan merendahkan.
" Dengar Ayah Abi. Aku adalah orang yang cukup sibuk. Kamu membuang waktu kami. Aku tidak akan segan melaporkanmu ke Polisi karena membuat anak kecil dibawah umur untuk bekerja paksa disini! Aku bahkan tidak ingin ke tempat seperti ini, jika Luna tidak memaksanya ." terangnya.
" Apa maksudmu melaporkannya ke Polisi? Aku tidak memaksa Abi untuk bekerja. Aku tahu aku adalah seorang Ayah yang miskin. Meski begitu, aku tetap ingin membahagiakannya hingga ia sukses ." terang Banyu Gesang memandang ke arah keduanya.
" Kau sangat egois sekali rupanya. Aku paham akan keinginanmu, tapi bisakah kau melihat kenyataannya dulu. Abi tidak bahagia bersamamu, itu akan menghancurkan masa depannya ." lanjut Ayah sambung dari Abi itu.
Setelah lelah membicarakannya dengan Banyu Gesang mereka berdua memilih pergi dengan begitu kesalnya. Mereka bahkan memaki begitu saja sesaat beranjak dari sana.
***
Hari-hari yang berlalu setelah hari itu, membuat Banyu Gesang memikirkan perkataan kedua-nya, ia membenarkan tudingan itu. Bahwa Abimana tidak bahagia bersamanya dan dengan bersamanya itu sama saja menghancurkan kehidupan masa depannya.
" Ada apa Ayah? Mengapa kau melamun, apa Ayah sakit? ." tanya Abimana polos. Ia menatap ke arah putranya itu, kemudian menariknya paksa ke belakang rumah. Ia sengaja bersikap kasar agar Abimana pergi dengan keinginannya sendiri. Abi memintanya berhenti, namun ia tetap saja menariknya dengan paksa meski itu bertentangan dengan hatinya.
" Dengar Abi, pergilah ke Ibumu. Kamu sangat merepotkanku disini, aku lelah harus bekerja keras dan mengurusmu dengan kenakalanmu ." bentak nya dengan keras. Sungguh hatinya pun menangis membuat putranya menangis seperti hari ini. Namun menahan Abi hari ini, hanya akan membuat Abi kecil menangis dimasa dewasanya nanti, ia tidak menghendaki demikian untuk putranya.
" Tidak Ayah, kau kenapa? Apa Ayah sakit? Aku tidak akan nakal lagi ." ujar Abi kecil sambil terisak. Ia meninggalkan putranya karena ia akan menangis. Ia tidak sampai hati melakukan itu pada Putranya, namun hidup Abimana akan terus berlanjut.
" Maafkan Ayah Abi, maafkan Ayah miskinmu ini, Nak! Ayah tidak bisa melakukan banyak hal denganmu, kecuali mengajakmu mencari botol. Ayah gagal, Nak. Maafkan Ayah! Tapi kau harus ke Ibumu, ia menyediakan banyak mimpi dan akan membantumu mewujudkan mimpi itu, sekali lagi maafkan Ayah, Nak! ." ujarnya sambil terisak
sendirian.
"Barangkali Ayah terlalu berani untuk memilikimu, sedang kehidupan Ayah sendiri tidak jelas akan bagaimana kedepannya. Menahanmu, adalah membiarkan hari gelap menyeretmu hingga tidak bisa melepaskan diri meski kau berontak ingin melarikan diri. Bagaimana bisa Ayah melakukan itu, Nak. Semoga kau bisa mengerti Ayah suatu saat nanti dan memaafkanku, Nak!."
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Wawan Yusuf
Ah sedih, untung anaknya baik juga eh🤧
2023-05-08
0