Pertemuan Di Kamar Mandi

"Hei, itu masih rumor belum kebenarannya, kan? Lagipula jangan berpikir terlalu buruk dulu karena semua ini masih belum terbukti. Yang terpenting kita jangan membuat kesalahan, Em," sahut Santi.

"Baiklah terserah dirimu saja." Emily hanya bisa mengikuti dengan setiap ajakan dari temennya.

Setelah mendapatkan tawaran masuk untuk bisa melakukan pelatihan kerja dengan baik ke dalam perusahaan tersebut, dan hari ini pertama bagi Emily. Berdiri di depan gedung yang menjulang tinggi, begitupun dengan Santi.

"Em, kamu tahu tidak? Aku bagaikan seekor cacing yang tidak berharga," ucap Santi yang terus memandangi ketinggian gedung itu.

"Aku rasa kita salah tempat," sahut Emily dengan pelan, dan ikut-ikutan menatap seperti orang bodoh.

"Bahkan aku sedang menghitung berapa langkah kaki yang harus aku tuju agar bisa sampai di puncak itu?"

"Sepertinya kamu butuh untuk memeriksa pikirkan mu," sahut Emily dengan perlahan, dan bergegas masuk meninggalkan Santi yang masih berdiri.

Tersadar, dan segera mengejar temannya. Mereka memasuki lobby utama yang terlihat begitu luas, dan bagaikan mimpi besar ketika sekarang bisa menginjakkan kaki di dalam perusahaan ini.

"Em, sekarang kita harus ke mana?"

"Apa sebaiknya kita pulang saja, San? Tiba-tiba lutut ku terasa kaku." Emily mulai terlihat gugup.

Padahal Santi hanya sedang bergurau, dan ia dengan sengaja memupuk bahunya Emily dengan kuat. "Ayolah ikut denganku seperti ini."

Memperlihatkan lenggokkan yang begitu lentur, dan lagi-lagi kebodohan temannya membuat Emily tersenyum. Mereka segera menuju kearah resepsionis untuk bisa bertanya ke mana mereka akan diarahkan.

"Permisi, bisakah kamu tahu di ruangan mana kami bekerja? Kami datang sesuai dengan perintah untuk melakukan pelatihan kerja di sini," tanya Emily.

"Oh, yang mau magang ya? Nih bisa langsung di baca dan segera cari mandiri ruangan tersebut," ucap wanita resepsionis tersebut dengan tatapannya yang datar sembari menyerah selembar kertas kecil kepada Emily.

"Baiklah dan terima kasih." Mengambil kertas kecil tersebut, namun batinnya Emily berkata. "Sombong sekali dia."

Sama-sama kebingungan hingga membuat Emily menggaruk kan kepalanya yang tidak terasa gatal sembari melirik kearah Santi. "Aku rasa pilihan untuk magang di sini sangatlah tidak cocok, San."

"Sudahlah ini tidak terlalu lama, hanya tiga bulan."

"Hei, kau pikir tiga bulan itu seperti tiga hari? Ya ampun, lama-lama aku bisa gila."

Mengeluh tak ada artinya, dan membuat mereka berdua mencari ruangan yang akan mereka gunakan nantinya, namun tiba-tiba saja Emily merasa perutnya seperti terlilit hingga ia bergumam. "Aduh, bisa-bisanya di sini."

"Oh ya, San. Kamu tunggu sebentar di sini ya. Aku mau pergi buang air dulu, udah enggak tahan nih!"

"Lah, emangnya tahu tempatnya?"

"Enggak sih, tapi ya udahlah nanti aku coba cari."

Dengan bergegas Emily berlari ke segala arah tanpa dengan tetap melihat petunjuk agar bisa menemukan kamar mandi. Rasanya seperti sudah diujung tanduk, dan sungguh membuat tak tertahankan lagi.

Membuat Emily merasa kesulitan ketika harus mencari kamar mandi di dalam perusahaan yang besar. Ia bahkan tak peduli ketika orang-orang sedang menatap aneh kearahnya. Hingga akhirnya Emily menemukan kamar mandi, namun ia tidak begitu memperhatikan dengan jelas kamar mandi yang akan ia masuki. Padahal, kamar mandi tersebut adalah khusus untuk CEO dari perusahaan tersebut.

Dengan begitu percaya dirinya, ia masuk tanpa menyadari bahwa di tempat yang sama sedang ada seorang pria yang sedang membuang air kecil. Hingga Emily menoleh ke belakang, dan sialnya ia menatap kearah burung yang sedang menggantung.

Sontak membuat Emily terkejut hingga matanya melotot sempurna, bahkan ia berusaha berteriak keras. "Argh!" Tapi, dalam sekejap mulutnya ditutup erat oleh tangan pria itu.

"Uu-le-lepaskan mulutku." Emily berusaha berontak hingga suaranya tidak begitu jelas terdengar.

Namun, pria itu tidak ingin melepaskannya, dan justru ia berusaha menutupi celananya terlebih dahulu.

"Kau?!" Sama-sama terkejut hingga membuat Joshua melepaskan tangannya dengan cepat.

"Beraninya kamu masuk ke dalam kamar mandi khusus milikku?" tanya Joshua yang begitu tidak menyangka di saat melihat wanita itu lagi.

"Aku? Ah sudahlah nanti saja masalah itu." Emily segera berlari menutup pintu kamar mandi agar ia bisa membuang air besar. Sedangkan Joshua memilih untuk segera ke luar dari tempat itu karena ia tidak ingin ada yang melihat kejadian tersebut. Tentu saja akan membuat nama baiknya tercoreng jika ada yang tahu kejadian bodoh itu.

Hari baiknya Joshua kini telah berakhir di saat ia melihat wanita itu lagi, namun ia kebingungan kenapa bisa wanita itu berada di perusahannya. Segera menghubungi Alona Fransiska—sekretarisnya.

"Alona, tolong kamu cari tahu sebentar tentang kejanggalan di pihak resepsionis karena baru-baru saja aku bertemu dengan orang asing, dan segera berikan laporan padaku," perintah Joshua.

"Baik, Tuan Muda Joshua."

Tak butuh waktu lama, Alona telah mendapatkan tentang identitas dari dua orang yang masuk untuk melakukan pelatihan kerja.

"Ya sudah segera minta untuk menemui saya sekarang juga," perintah Joshua.

"Siap, Tuan Muda."

Berbeda dengan Emily yang kembali kearah tempat berdirinya Santi, namun saat itu temannya sudah tidak lagi berada di tempat.

"Tuh kan, baru juga sebentar ditinggal udah menghilang," gumamnya dengan kesal.

Kembali membuat Emily merasa kebingungan dengan menghilangnya sang teman. Ia benar-benar tidak tahu harus pergi kearah mana, dan di tambah petunjuk arah juga tidak berada di tangannya. Namun tiba-tiba saja, seorang wanita cantik, dan berpakaian menarik datang mendekati.

Alona berjalan mendekat sembari menatap penampilan Emily dari atas hingga ke bawah. Tatapan Alona begitu tajam ketika melihat Emily.

"Oh, jadi wanita ini yang sedang dicari oleh Tuan Muda Joshua. Buruk sekali penampilannya," batinnya Alona.

"Hey, kamu. Sekarang ikut saya," perintah Alona sembari dengan menunjuk.

Segera di jawab anggukan oleh Emily, meskipun ia merasa bahwa wanita itu terlihat sangat angkuh.

Tiba di sebuah ruangan yang bertuliskan CEO.

"Masuklah, Tuan Muda sedang menunggumu," kata Alona.

"Baik, Bu."

"Bu? Hey! Aku bukan ibumu," cetus Alona dengan tatapannya yang tajam.

"E-eh, maaf aku tidak bermaksud demikian." Emily menundukkan kepalanya karena merasa tidak nyaman.

Lagi-lagi ia harus mendapatkan masalah di hari pertamanya, dan berusaha untuk tetap tenang apalagi saat masuk ke dalam sebuah ruangan pemilik dari perusahaan. Tentu saja ia sangat gugup sekali. Menarik nafasnya dengan perlahan sembari mengetuk pintu.

"Masuklah." Terdengar suara dari balik ruangan.

"Terima kasih, Pak," ucap Alona yang hanya berusaha untuk tidak menatap wajah dari CEO tersebut, namun ia berusaha menunduk.

"Pak? Kamu pikir aku bapakmu? Lalu kenapa wajahmu ditekuk seperti itu? Tidak bisa melihat ya?!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!