Drama Kecil

Keesokan pagi tiba tiba terdengar suara tangis bayi dari lantai bawah, kebetulan Willy baru saja keluar kamar hendak menuruni anak tangga. Ia telah bersiap untuk berangkat kerja setalah hampir seminggu berada di rumah. Semua tigas di limpahkan sementara kepada sang ayah selaku pemegang saham utama. Keluarga Fernandes sukses dalam dunia bisnis juga memiliki beberapa kelompok mafia terbrsar sedunia. Seolah dunia tunduk di kakinya.

Oeeeeeeee.....Oeeeeeee.....

Suara keras tangisan bayi seolah menggema hingga ke penjuru ruangan. Rumah sepi yang dulunya hanya di huni oleh Willy ketika singgah di kota tersebut, kini menjadi ramai riuh dengan tangisan bayi.

"Kenapa bayi itu terus menangis sepanjang hari sampai ibunya tidak ada waktu menyiapkan baju kerjaku" Gerutu kesal sambil terus menuruni anak tangga.

"Sayang kemu kenapa menangis nanti ayah kamu bisa marah" Lirih Tirani sembari mengayun ayun sang buah hati. Bukannya berhenti menangis justru bayi tersebut semakin kencang. Tirani merasa kesulitan merawat kedua bayi kembarnya, sebab hampir setiap hari kedua bayinya bersama sang pengasuh. Setelah memutuskan untuk menikah saat itu juga Tirani telah melangkah lebih jauh, ia harus bisa menjaga fitrahnya sebagai ibu dan juga seorang istri. Baginya tidak mudah menjadi dua peran sekaligus dalam satu waktu, sejak pertama menjadi seorang ibu ia tidak pernah sepenuhnya mengambil tanggung jawab, hanya saja yang ia tau uang dapat membereskan segala urusan. Di tambah lagi dengan kewajiban barunya sebagai seorang istri, yang mana suaminya begitu arogan, setaip kemauan harus tercapai detik itu juga. Jujur, jika bisa memberontak maka ia akan lakukan itu.

"Untung saja mereka anak kandungku kalau tidak...." Sambil geleng kepala saking begitu nyaring tangisan bersahutan dari bawah.

Oeeeeee.....Oeeeeee....

Meski begitu kesal akan tetapi hati kerap bergetar mendengar suara tangisan bayi, meski begitu ia tetap melawan sisa trauma tersebut demi masa depannya. Dari kejauhan terlihat Tirani tengah sibuk menimang salah satu bayi kembarnya dan yang satu di gendong oleh asisten rumah tangga. Langkah kaki terhenti sejenak, moment seperti itu membuatnya tersenyum sendiri, hingga beberapa saat tanpa sengaja Tirani menatapnya.

"Baru pertama kali aku melihat senyum di bibirnya untuk kedua bayi ini" Lirihnya sambil melempar pendang ke sudut ruangan. Setelah kejadian semalam membuat Tirani begitu tersiksa, benar benar malam terpanjang baginya. Kaganasan sang suami membuatnya kesulitan bernafas walau hanya sejenak. Tidurnya seolah terasa tidak nyaman meski dalam pelukan sekali pun. Sisa semalam meninggalkan tanda merah hingga badan terasa remuk redam.

Merapihkan jas yang di kenakan sambil menapaki anak tangga. Tatapan berangsur teralihkan ketika ponselnya berdering "Katakan...." Ucapnya pada seseorang entah siapa. Kerutan kasar pada dahinya begitu terlihat jelas sampai siapa saja bisa tau bahwa dirinya sedang tidak baik baik saja.

"Bi, tolong jaga mereka dulu sebentar ya biar saya siapkan sarapan untuknya" Menaruh sang bayi di samping asisten rumah tangga yang kala itu tengaj menggendong salah satu bayi kembarnya. Namun, ketika bayi baru saja di letakkan tiba tiba suara tangisan semakin keras.

Seketika Willy mematikan telepon lalu menghampiri kesumber suara "Kamu bisa membuatnya diam atau tidak? Seharian ini saya kira bayi itu sudah menangis saja sampai suaranya memenuhi seisi rumah ini" Dengan mengekspresikan raut kekesalan.

Tirani menatap tajam "Kamu bilang bayi itu? ucapakan sekali lagi biar telinga ini mendengar dengan jelas"

Sadar ucapannya membuat hati sang istri terluka "Maksud saya bukan begitu hanya saja...."

"Hanya apa? Sudah jelas kalau kamu tidak menerimakedua bayi ini sebagai anak kandungmu sendiri? Ayah macam apa kamu ini...." Sedikit mendorong sang suami "Aku kira setalah ssmua ini kamu bisa berubah dan menjadi sosok figur seorang ayah yang baik bagi anak anak, tapi ternyata kamu tidak seperti itu" Air mata perlahan berjatuhan saking begitu sakitnya.

Menghela nafas berat "Hufff....terserahlah kamu mau bicara seperti apa yang jelas saya tidak ada pemikiran seperti yang kamu katakan" Hendak bergegas pergi, namun Tirani meraih tangannya.

Menoleh ke arah kedua bayi kembarnya lalu berusahan menyeka air mata "Kalau memang begitu ubtuk sekali saja kamu gendong mereka"

Sekarang Willy hanya bisa terpaku karena memang dia tidak sekali pun mau menggendong seorang bayi, meski anak kandungnya sekalli pun. "Tidak, saya tidak bisa" Melepaskan tangan Tirani lalu kembali berbalik.

"Oh....itu berarti memang benar bahwa kamu bukanlah sosok ayah yang mereka inginkan selama ini"

Berbalik badan menatap tajam kedua netrasang istri "Bicara apa kamu? Kalau dengan menggendong mereka bisa membuktikan rasa kasih sayang seorang ayah, maka baiklah saya akan menggendong mereka" Dengan tangan gemetar ia berusaha menggendong salah satu bayi kembarnya. Dan seketika saja bayi tersebut terdiam, kedua bola mata sang bayi ternampak berbinar melihat sosok ayahnya. Andai sudah bisa bicara bayi tersebut pasti akan mengutarakan kerinduannya kepada sang ayah.

Melihat semua itu tentu saja Tirani senang, akhirnya Willy mau menggendong buah hati mereka walau hanya sebentar.

"Sudahkan? Dia langsung diam dalam pelukan saya, itu artinya saya adalah ayah terbaik bagi mereka" Ucap Willy menyombongkan diri.

Sengaja menabur garam pada luka yang belum kering, semua demi mendapatkan apa yang di inginkan. "Baguslah kalau begitu tolong jaga mereka biar bibi bantu aku masak sarapan" Dengan lihat lidah Tirani mampu membalas deritanya semalam. Tanpa sungkan ia meminta sang asisten memberikan kedua bayi kembar tersebut dalam pengkuan Willy, selaku ayah kandung mereka.

"Bagaimana cara saya menjaga kedua bayi ini? Bagaimana nanti jika mereka menangis?" sambil berusaha menjaga kedua bayi dalam pangkuan agar tidak terjatuh. Kedua bayi tersebut nampak begutu bahagia, kedua kaki mereka bergerak gerak dan juga mengaung angun layaknya seorang bayi berusia lima bulan.

"Itu derita kamu" Tanpa belas kasihan Tirani menggandeng sang asisten menuju dapur.

"Astaga....bagaimana kalau mereka sampai ngompol?" Ucapnya sembari melihat wajah manis kedua bayi kembar tersebut.

"Eh Pa tunggu deh...." Kedua orang tua Willy baru saja memasuki rumah sang putra, mereka nampak terkejut melihat putra mereka yang anti bayi dan pernikahan sekarang menjelma sebagai seorang ayah nan sempurna.

Tuan Fernandes menahan tawa melihat putranya kesulitan dalam memangku kedua cucunya "Bagaimana pun dia adalah seorang ayah, wajib menyayangi keluarga. Biarkan dia belajar menjadi ayah sejati seperti papa dulu"

Nyonya Fernandes mencubit pinggang sang suami "Ayah sejati? Yang ada tiap hari anak bini di tinggal kerja terus sampai tidak ada waktu buat kita" Mengenang semasa dahulu ketika mereka sama seperti Willy.

"Papa kerja banting tulang juga buat kalian juga kan, ma? Biar pun papa jarang di rumah tapi hati papa selalu ada di dekat kalian" Ujar beliau sembali merangkul sang istri.

Tidak lama kemudian Willy terkejut ketika salah satu bayinya ngompol "Astaga....dia membuatku harus mandi lagi" Dengan ekspresi jijik ia meletakkan kedua bayinya di atas sofa. Pertama kalinya seorang ketua mafia harus berhadapan dengan seorang bayi, apa lagi harus berurusan dengan bau pesing.

"Saya harus cepat mandi atau badan saya bau pesing" Entah bagaimana pemikiran Willy sampai ia meninggalkan kedua bayi tersebut di atas sofa, lalu ia berlarian kecil demi membersihkan diri dari ompol sang bayi.

"Dasar anak kamu itu bagaimana bisa dia meninggalkan cucu kita di atas sofa, bagaimana kalau sampai mereka terjatuh" Melihat kelakuan sang putra membuat mereka segera menghamliri kedua cucunya.

Setelah sampai di kamar, tiba tibasaja Willy teringat sesuatu "Astaga...kenapa saya tinggalkan mereka di atas sofa, bagaimana kalau sampai mereka kenapa napa" Kembali keluar kamar dan menuruni anak tangga.

"Kalian....?" Setelah sampai di lantai bawah ia tercengang melihat kedua orang tuanya telah menggendong si kembar.

"Kamu ini bagaimana bisa ceroboh meninggalkan mereka di atas sofa? Dasar ayah macam apa kamu ini?" maki sang ibu.

"Lagian siapa suruh dia kencing di celana bikin bau" Sambil memperlihatkan ekspresi jijik.

"Bagaimana bisa di usia mereka masih lima bulan pipis ke kamar mandi sendiri?" Sambung Tirani dengan membawa dua botol susu untuk kedua buah hatinya.

"Tapi gara gara mereka celana saya jadi basah dan juga bau pesing" melihat celana basah akibat kencing sang buah hati.

Tuan Fernandes sampai geleng kepala "Astaga....dasar kamu ini, bagaimana bisa seorang ayah jijik sama air seni anaknya sendiri? Perjelanan kamu sebagai seorang ayah kurang jauh anakku" Sambil tersenyum puas bisa melihat putranya merasakan sulitnya menjaga seorang bayi.

"Kalian semua sama saja paling suka menyudutkan saya" Berbalik badan lalu kembali bergegas menuju kamar.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!