Semangat Dari Ibu

...Han...

.........

Aku tahu kita memang berbeda. Tapi tak bisakah kita seperti dulu lagi yang selalu bersama?

Han bertanya-tanya dalam hatinya. Ia pun melemparkan baru kerikil ke kolam bunga teratai. Yang mana percikan airnya mengenai dirinya sendiri. Han pun mengusap wajahnya yang terkena percikan air. Hingga sang ibu melihat apa yang dilakukan dirinya di sana. Ratu pun mendekati putranya.

"Han, kau tidak melanjutkan latihan pedangmu?" Sang ibu datang bersama pelayannya.

"Ibu?" Saat itu juga Han berdiri dari duduknya.

"Sudah, duduk saja. Ibu juga ingin duduk."

Ratu tampak tidak keberatan duduk di pinggir teras kolam bunga teratai bersama putranya. Ratu pun memerhatikan bentuk hati yang ada di sana.

"Liona yang membuatnya?" tanya sang ibu.

Han mengangguk.

"Kau sangat rindu sampai datang melihat hasil karyanya. Han, ibu kadang tak mengerti denganmu. Kau mencintai manusia tidak seperti kebanyakan serigala lainnya. Apakah kau amat menginginkannya?" tanya ratu kepada putranya.

Han menunduk. Ia termenung memikirkan perkataan ibunya. "Aku juga tidak tahu, Bu. Yang jelas aku ingin selalu bersamanya. Mungkin karena sejak kecil kami dibesarkan bersama," tutur Han kepada ibunya.

"Kau sudah memikirkan berapa hari akan bertapa di bukit bunga kristal?" tanya ibunya segera.

Han menggelengkan kepala. "Sepertinya tidak jadi, Bu," kata Han.

"Lho?! Kenapa?" tanya ibunya segera.

Saat itu juga Han menelan ludahnya. Ia sulit untuk mengatakan yang sesungguhnya. Sedang sang ibu masih menunggu jawabannya.

"Han." Sang ibu pun memegang pundak putranya. "Apa kau melihat Liona hari ini?" Ibunya menduga.

Han mengembuskan napasnya. Ia mengangguk perlahan. "Dia datang ke perbatasan hutan, Bu. Tapi hanya untuk memberi tahu jika sudah mempunyai pasangan," kata Han lagi.

Sang ibu mengernyitkan dahinya. "Dia ke perbatasan? Itu berarti Liona sudah masuk ke dalam hutan?!" tanya ibunya lagi.

Han mengangguk. "Aku berlari dan melompat cepat untuk menemuinya. Tapi saat sampai, saat itu juga kulihat dari kejauhan dia sedang berpelukan bersama seorang pria. Aku pun tak kuat melihatnya. Aku langsung pergi dari perbatasan." Han menceritakan.

"Han." Sang ibu tampak bersimpati.

"Apakah cinta sesakit ini, Bu?" tanya Han seraya menoleh ke ibunya.

Ratu pun menelan ludahnya. Putra semata wayangnya itu kini sudah bisa mengatakan cinta.

"Aku kesal, Bu! Rasanya aku ingin mencabik-cabik pria itu! Dia memeluk Liona sedang aku yang dibesarkan sejak kecil bersamanya pun belum pernah. Apa manusia bisa dengan mudah berpelukan walau belum kenal lama?!" tanya Han berapi-api kepada ibunya.

Sang ibu menarik Han agar merebahkan kepala di bahunya. "Belum tentu itu pacar Liona. Bisa saja dia teman Liona di istana yang tidak ingin Liona masuk ke dalam hutan ini. Bukankah hutan ini terlarang untuk dimasuki manusia?" Sang ibu balik bertanya.

Saat itu juga Han berpikir jernih.

Ratu kemudian memegang wajah putranya. "Anakku, lekaslah bertapa untuk menemui Liona. Dan setelah kalian bertemu, tanyakanlah kebenaran hal itu padanya. Maka kau akan mendapat kepastian darinya. Itu lebih baik daripada hanya mengira-ngira saja." Sang ibu memberikan saran.

Saat mendengarnya, saat itu juga amarah Han mereda. Benar apa yang dikatakan oleh ibunya jika ia tidak bisa hanya menerka atau mengiranya saja. Han harus meminta kepastian dari Liona langsung. Tekad Han untuk bertapa di bukit bunga kristal pun mulai tumbuh kembali. Ia ingin membuktikannya sendiri.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!