...----------------...
Membutuhkan waktu sekitar 1 jam untuk mereka yang berada di dalam ruangan ini saling terdiam. Belum ada tanda tanda akan adanya kalimat yang diucapkan baik oleh Farzan ataupun Nasha. Dengan jengah Nasha menghembuskan nafas lelah lalu menurunkan egonya untuk kembali bertanya.
“Jadi apa penawarannya?” ucap Nasha ketus.
“Ekhem..” berdehem sebentar lalu Farzan melanjutkan perkataannya.
“Saya punya 2 pilihan sekarang, dan kamu bisa memilih salah satunya,” ucap Farzan memberi jeda sebentar. Tak lama dia melanjutkan perkataannya
“Pertama, Jadi istri sementara saya ...,” sebelum Farzan selesai dengan perkataannya, sekarang Nasha yang menyelanya.
“Sebenarnya mau Bapak itu apa HAH?! Saya sudah bilang jika saya bukan orang yang seperti itu. Apa masih kurang jelas juga!” ucap Nasha dengan sedikit penekanan kata pada beberapa kalimatnya.
“Sstt.. tenang Arfa. Saya masih memiliki penawaran bukan? Dan lagi saya tidak pernah berpikir seperti yang kamu pikirkan itu, jadi jangan menuduh seperti itu,” ucap Farzan yang masih tetap tenang.
“Oke sekarang beralih ke penawaran kedua. Dan sepertinya kamu akan memilih penawaran ini,” sambung Farzan kembali dan melanjutkannya beberapa detik kemudian.
“Penawaran kedua. Kamu bisa memecat 100 orang dari perusahaan ini. Terserah dari bagian mana saja dan siapa saja. Saya akan langsung memecatnya saat ini juga. Sepertinya disini membutuhkan beberapa karyawan baru yang lebih kompeten lagi bukan?” lanjut Farzan dengan seringainya. Melihat Nasha yang terkejut mendengar penawaran tadi batin Farzan bersorak senang karena rencananya sebentar lagi akan tercapai.
“Dua hari mengenalmu aku tau sifatmu. Kamu tidak akan setega itu untuk membiarkan orang lain menerima konsekuensi dari apa yang kamu kerjakan. Dan itu menjadi kelemahan yang menguntungkan,” batin Farzan.
“Kenapa pilihannya tambah sulit. Apa dia sengaja? Tapi ini bukan saatnya memikirkan itu, sekarang apa yang harus ku pilih? Mereka tidak mempunyai salah dan mereka juga begitu baik walau memang ada yang sedikit kurang menyukaiku, tapi itu tidak bisa dijadikan alasan. Mereka tidak mempunyai kesalahan apa pun. Bagaimana ini?” batin Nasha bimbang.
“Apa tidak ada pilihan lain Pak?” ucap Nasha yang sudah tidak seketus tadi. Bahkan suaranya kali ini seakan memohon agar ada pilihan yang lebih baik di antara kedua pilihan tadi.
“Ada. Penawaran terakhir. Biarkan aku datang ke rumahmu dan memberitahu kedua orang tuamu jika kamu bekerja di perusahaan ini sebagai office girl sejak 2 tahun yang lalu tanpa memberitahu mereka. Bagaimana?” ucap Farzan yang membuat wajah Nasha pucat. Bahkan sekarang seluruh tubuh Nasha bergetar kuat karena terlalu takut.
“Ba bagai .. hm huh .. bagaimana Bapak tau hal ini?” ucap Nasha dengan nada yang begitu kentara sekali dia ketakutan namun mencoba dia tutupi. Farzan kasihan sebenarnya tapi dia juga tidak mempunyai pilihan lain, dia membutuhkan bantuan Nasha, walau dengan paksaan seperti ini.
“Mengapa perasaanku jadi seperti ini? Seakan hatiku ikut merasakan kesakitan yang dia rasakan? Ini tidak benar, aku tidak boleh seperti ini, jangan mengecewakannya,” batin Farzan memperingati dirinya sendiri.
“Hem.. saya bisa mendapatkan informasi apa pun dengan begitu mudah,” kecuali tentang dia, lanjutnya dalam hati.
“Jadi bagaimana? Apa pilihanmu?” desak Farzan karena sudah hampir jam pulang kantor, dan dia ada sebuah perayaan kecil karena keberhasilan Nasha. Tentu tanpa sepengetahuan Nasha.
“Bagaimana sekarang? Apa yang harus hamba pilih? Semua pilihan itu terasa sulit. Tidak bisakah Engkau mengurangi beban ini? Terlalu berat untukku. Bisakah memilih mundur dan lari dari tanggung jawab? Tidak. Tidak. Kamu pasti bisa melewati ini. Jangan putus asa. Kamu selalu kuat. Kita coba untuk memberi keringanan waktu untuk sedikit memberi jarak agar aku dapat berpikir lebih jernih dan memilih dengan tepat. Oke. Kita coba,” gumam Nasha dalam hati.
“Mm.. apa aku boleh memikirkannya terlebih dahulu? Setidaknya sampai besok, bagaimana?” tanya Nasha hati hati agar permintaannya bisa di turuti.
“Aku ingin jawabannya 1 jam dari sekarang. Keputusanku final. Dan kamu boleh keluar dari ruangan ini sementara, dan kembali ke sini 1 jam yang akan datang,” putus Farzan final dan tak ingin di bantah. Dia tidak ingin menunggu lagi. Sudah terlalu banyak ancaman.
“Baiklah. Saya permisi ke pantry terlebih dahulu,” ucap Nasha pada akhirnya. Setidaknya dia masih bisa mencari petunjuk walau sebentar. Dan dia ke sana karena ada satu ruangan yang bisa di pakai untuk sholat.
Farzan pun melakukan hal yang sama. Walau sifatnya yang seperti itu dia juga selalu memperbaiki diri agar bisa cepat dipertemukan dengan seseorang di masa lalunya. Walau terlihat otoriter. Sebenarnya dia orang yang bahkan tidak pernah menyentuh minuman keras atau apa pun itu yang dilarang oleh agama. Hanya urusan yang satu ini saja mungkin keputusan terkonyolnya. Rencana yang merugikan orang lain.
“Ampunilah hamba Ya Allah, hamba tau jika apa yang hamba perbuat sekarang ini tidak patut di ampuni, tapi hamba tidak memiliki jalan keluar lain, hamba terlalu lelah akan semua ini, ampuni hamba,” doa Farzan setelah selesai dengan sholat dan dzikirnya.
#Walau terlihat tidak baik tapi belum tentu orangnya seperti yang ada di pikiran kita bukan? Jangan memandang seseorang sebelah mata. Kadang yang terlihat belum tentu seperti kenyataannya. Walau mungkin banyak juga yang memang seperti itu. Cukup menilai mereka baik dan tidak berburuk sangka walau sulit, tapi cobalah agar hidup selalu damai.# Sedikit intermeso, abaikan jika tidak diperlukan :))
Yang dilakukan Nasha juga hampir serupa, bedanya dia sekarang meminta petunjuk yang memang tepat untuknya agar tidak salah langkah. Walau semua sulit, tapi pasti ada jalan keluar yang lebih mudah.
“Semoga keputusanku kali ini tidak salah, apa pun yang terjadi aku menerima segala konsekuensinya,” batin Nasha.
Setelah berdiam diri selama waktu yang diberikan oleh Farzan, jantung Nasha berdetak tidak beraturan karena begitu takut. Bahkan dadanya terasa di remas kuat oleh suatu alat saking sesaknya. Setegar tegarnya manusia pasti memiliki titik lemah juga bukan? Maka Nasha juga begitu, mencoba untuk tidak menangis namun air mata sejak tadi meluncur begitu saja, walau tanpa didampingi isakan. Tapi tangis tertahan seperti ini terasa lebih menyakitkan.
...----------------...
Waktunya kembali lagi ke ruangan Farzan sekarang. Dan Nasha enggan untuk masuk ke sana. Terlalu takut dan menyesakkan. Tapi tidak ada pilihan lain. Tanggung jawab tidak bisa begitu saja dia tinggalkan
“Bismillahirrahmanirrahim,” gumam Nasha sebelum mengetuk pintu.
Tok.. tok.. tok..
Setelah ada suara yang mengatakan masuk, Nasha membuka pintunya dan berjalan untuk duduk di hadapan Farzan kembali.
“Bagaimana keputusanmu?” tanya Farzan langsung karena tidak ingin menunda waktu terus menerus. Terdengar helaan nafas dari Nasha sebelum dia menjawab.
“Saya memutuskan untuk memilih penawaran pertama. Tapi saya mempunyai syarat untuk itu,” ucapnya langsung karena tidak ingin terlalu banyak drama setelah tadi. Farzan mengerutkan keningnya, namun dia menjawab.
“Baiklah, saya hargai itu, jadi apa syaratnya?” ucap Farzan setelahnya. Tadinya Nasha pikir akan ada drama lanjutan dari pernyataannya tadi, tapi ternyata dia salah, Farzan mempermudah semuanya.
“Pertama, saya ingin Bapak bertanya langsung pada kedua orang tua saya mengenai hal ini dan membiarkan mereka yang menjawab keputusannya. Dan Bapak tidak bisa menolak apa pun jawaban yang keluar dari mulut orang tua saya,” jeda sebentar, sebelum Nasha melanjutkan perkataannya.
“Dan yang kedua. Bagi saya pernikahan itu sekali seumur hidup. Sesuai perkataan Bapak tadi jika ini berlangsung sementara menurut Bapak, tapi menurut saya tidak. Walaupun saya tidak menginginkannya tapi saya tidak ingin ada kata pisah. Apa pun yang terjadi. Bahkan jika itu melibatkan orang yang Bapak cari yang memang Bapak inginkan menjadi pendamping Bapak, biarkan saya tetap dengan status saya di hadapan orang tua saya. Jika untuk rekan bisnis atau siapa pun itu, biarkan mereka hanya mengetahui pendamping Bapak adalah orang itu. Jika sudah waktunya nanti saya sendiri yang akan keluar dari rumah, tapi jika nanti saya memerlukan sandiwara di depan orang tua saya, saya mohon bantuannya. Dan terakhir, saya ingin melanjutkan kuliah saya, saya meminta ijin bukan untuk meminta Bapak membiayainya, saya masih memiliki tabungan untuk itu, saya hanya tidak ingin jika sesudah menikah saya tidak diperbolehkan melanjutkan kuliah,” lanjut Nasha sekaligus mengakhiri syarat yang dia ajukan.
“Maafkan aku Kak, aku tidak bisa menepati janjiku. Aku selalu berdoa semoga Kakak mendapatkan kebahagiaan dengan siapa pun itu walaupun bukan denganku,” gumam Nasha dalam hati.
......................
.
.
.
.
.
tbc...
happy reading :)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments