...----------------...
Cukup lama mereka terdiam di depan pintu masuk, bahkan mobil dari Ergi dan Mita sudah berlalu dari sana. Farzan hendak beranjak menuju kendaraannya, tapi saat menoleh ke samping dia melihat Nasha sibuk memainkan ponsel miliknya. Dikarenakan tubuh Nasha lebih pendek dari Farzan yang hanya sebatas dagunya saja, jadi dari belakang Farzan bisa melihat apa yang Nasha lakukan dengan ponselnya tersebut.
“Kenapa dia membuka aplikasi ojek online? Jangan bilang dia akan kembali sendiri, apa dia ingin menghindariku?” batin Farzan bertanya tanya.
“Kenapa masih di sini? Kamu mau lari dari hukumanmu, hmm,” ucap Farzan dari belakang tubuh Nasha yang membuat pemilik nama terkejut sampai hampir menjatuhkan ponselnya.
“Astaghfirullah,” kaget Nasha “sabar Cha sabar,” batin Nasha.
“Saya hanya ingin lebih cepat sampai saja Pak, di jam segini biasanya pasti macet karena selesai jam makan siang,” ucap Nasha setelah menetralkan rasa kagetnya.
“Dan kamu membiarkan saya yang menghadapi macetnya itu sendirian?” tanya Farzan sarkas.
“Eh bu.. bukan gitu Pak, maksud saya ...,” ucap Nasha terpotong karena suara dingin Farzan menyelanya.
“Sudahlah tidak perlu dijelaskan, terserah maumu seperti apa,” ucap Farzan dingin dan berjalan menuju mobil yang dia pakai.
“Duh.. Pak Farzan marah marah mulu perasaan, tapi kenapa aku selalu takut jika Pak Farzan marah ya? Sudahlah bukan saatnya aku memikirkan itu, sekarang harus mengejarnya dulu agar tidak kena marah lagi,” gumam Nasha yang masih terdengar sebenarnya oleh Farzan karena dia sejak tadi melambatkan langkahnya.
Merasa Nasha akan menyusul dia merubah langkahnya menjadi sedikit lebih cepat dengan langkah yang lumayan lebar, setelah lumayan jauh barulah dia memperlambat jalannya kembali.
“Dia harus menjadi tamengku untuk sementara, sampai aku bertemu dengan dia,” gumam Farzan dengan senyum namun berubah menjadi sendu saat mengingat dia.
“Tunggu Pak,” teriak Nasha saat Farzan hampir masuk ke dalam mobil tepatnya di belakang kemudi.
Farzan diam dan kembali menutup pintu mobil sebelum dia sempat naik. Dia melihat Nasha dengan tatapan seolah malas berbicara sekaligus bertanya “mau apa?”.
“Maaf Pak, tapi maksud saya tadi bukan ...,” lagi lagi ucapan Nasha terpotong oleh perkataan Farzan.
“Aku tidak mau dengar sekarang, disini panas, jika ingin ikut cepat masuk, jika tidak menyingkir dari sana,” ucapnya lalu membuka pintu kembali dan masuk ke dalam mobil tanpa mau mendengarkan Nasha bicara.
Nasha pun akhirnya membuka pintu mobil sebelah kemudi untuk ikut bersama dengan Farzan kembali ke perusahaan. Walau suasana di dalam mobil masih canggung, tapi setidaknya Nasha tidak lagi ketakutan seperti saat pergi tadi. Suasana yang paling tidak aku sukai, tapi aku juga tidak ingin dibentak, batin Nasha. Kadang kecanggungan lebih membuat bosan dan jadi bingung harus berbuat apa.
Setelah menempuh perjalanan yang lumayan memakan waktu, mereka pun tiba di perusahaan saat hampir menjelang sore hari. Dan saat ini Nasha sedang berjalan menuju lift untuk membicarakan masalah tadi. Namun sebelum Nasha pindah pada lift karyawan, Farzan lebih dulu memanggilnya dan menyuruhnya menaiki lift yang sama dengannya.
“Arfa, sebaiknya kamu ikut bersama saya agar langsung masuk ke ruangan saya,” ucapnya langsung tanpa repot repot melihat orang yang di ajak bicara.
“Huh.. dasar tukang perintah, bos nyebelin,” gumam Nasha pelan namun masih bisa didengar Farzan.
“Saya masih mendengarnya Arfa,” ucap Farzan dengan nada datar plus dinginnya.
“ . . . “ baru saja Nasha akan menjawab tapi suara Farzan lebih dulu keluar untuk mencegah terjadinya perdebatan.
“Tidak perlu banyak tingkah, cepat masuk,” ucapnya tak ingin di bantah.
“Tu orang kenapa kadang bikin takut tapi kadang juga bikin kesel maunya apa sih, huh,” gerutu Nasha dalam hati.
Karena tak ingin membantah atau lebih tepatnya paksaan yang tidak bisa dia tolak, jadilah dia sekarang berada di dalam lift yang belum pernah dia gunakan walaupun pernah membersihkannya, tapi tetap saja berbeda, karena sekarang dia di tempat ini bersama orang yang selalu membuatnya kesal.
...----------------...
“Duduk disana,” ucap Farzan ketika mereka sudah sampai di ruangannya. Farzan pun duduk di kursinya setelah dia menyampirkan jasnya di senderan kursi tersebut, setelahnya dia menyuruh Nasha duduk di depannya.
“Oke. Karena kamu sempat membuat kesalahan tadi, saya mempunyai hukumannya. Atau mungkin saya akan membuat penawaran yang menarik, bagaimana?” ucap Farzan setelah Nasha duduk di hadapannya.
“Jika memang saya harus di hukum maka hukumlah saya sesuai dengan kemauan Bapak. Jika hukumannya masih bisa saya lakukan maka akan saya lakukan. Tapi jika itu melanggar aturan saya, maka saya memilih untuk membuat penawaran saja,” jawab Nasha setelah beberapa menit terdiam.
“Akan ku buat dia memilih penawaran dari pada hukumannya, karena lebih menarik jika kita melakukan penawaran nanti,” gumam Farzan dalam hati dengan sedikit senyum misterius.
“Baik. Karena kamu bicara seperti itu. Hukuman yang saya maksud adalah temani saya di kamar selama 24 jam,” ucap Farzan dengan senyum sinisnya. Aku bukan orang seperti itu, tapi untuk melancarkan aksiku kali ini, maka jalan ini menjadi solusinya, batin Farzan menyeringai.
“MAKSUD BAPAK APA?!!” bentak Nasha merasa tersinggung dengan perkataan Farzan. “Apa apaan dia ini! Bukannya tadi sudah ku katakan jika hukuman itu tidak sesuai aturan maka aku akan memilih penawarannya, kenapa dia malah berkata seperti itu! Aku bukan wanita rendahan yang sering dia booking,” batin Nasha tersinggung. Dia bukan wanita seperti itu.
“Waw. Santai Arfa. Saya sudah bilang tadi jika tidak sanggup maka saya ada penawaran lain bukan?” ucap Farzan tenang seolah Nasha hanya kesal biasa padanya.
“Tarik nafas, buang perlahan, astaghfirullah,” gumam Nasha terus menerus sejak tadi sembari beristighfar.
“Sabar Cha sabar, ini ujian, kamu pasti bisa melewati ini, semangat,” gumam Nasha sepelan mungkin untuk menenangkan hatinya yang ingin menyumpah serapah tapi tidak bisa. Takut dosa.
“Apa penawarannya?” ucap Nasha berusaha sabar dan tenagng.
“Penawarannya,” ucap Farzan menggantung. Ini membuat Nasha sangat penasaran tapi dia enggan bertanya. Maka yang di lakukannya hanya tetap diam sampai Farzan melanjutkan kalimatnnya yang tertunda.
Cukup lama keheningan menerpa ruangan ini. Dan belum ada tanda tanda Farzan akan memberikan penawarannya. Tidak tahukah dia jika Nasha begitu amat geram sekarang. Yang ada di pikiran Nasha adalah “bagaimana jika penawarannya ternyata tidak lebih baik dari hukumannya tadi?” Tapi Nasha masih mempertahankan dirinya agar tidak bertanya lebih dulu, takut menjadi bumerang untuk dirinya sendiri.
......................
.
.
.
.
.
.
tandai jika ada typo...
happy reading :)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Agustina Cindy
teralu berbelit
2022-05-10
0