Setelah menempuh waktu yang begitu lama menurut Nasha, karena dia menggunakan lift yang memperlambat dirinya sampai di ruangan atas. Bahkan sapaan dari orang yang berada atau yang turun naik lift pun tidak dia dengar, karena dia sendiri terlalu takut.
“Akhirnya sampe sini juga, semoga baik baik aja, aamiin,” gumam Nasha yang hanya didengar oleh dirinya sendiri.
Dia tidak menemukan adanya Tery karena memang kemarin dia sudah diberitahu oleh Tery jika dirinya langsung pergi dari apartemennya, dan mungkin akan ke perusahaan lagi setelah selesai makan siang, sama seperti dia.
Sesampainya di depan ruangan Farzan, Nasha masih ragu untuk mengetuk pintu, takut jika nanti akan dibentak. Bukannya dia tidak terbiasa dengan bentakan, tapi entah kenapa saat bersama dengan Farzan dia selalu merasa takut jika Farzan marah atau membentaknya. Padahal dengan yang lainnya dia bisa lebih mengendalikan rasa takutnya.
Tok.. tok.. tok..
Akhirnya setelah perdebatan batin yang begitu panjang dia memberanikan diri untuk mengetuk pintu di depannya. Dan tak lama orang yang berada di dalam ruangan tersebut menyuruhnya untuk masuk. Dia pun membuka pintu perlahan dan mulai masuk ke dalam ruangan tersebut.
“Permisi Pak. Saya ...,” ucap Nasha saat baru membuka pintu, tapi belum selesai dia berbicara Farzan menyelanya terlebih dulu. Lebih tepatnya mengalihkan pembicaraan Nasha agar tidak membahas hal tadi. Dia punya rencana tersendiri untuk itu.
“Kita berangkat jam 8 dan sekarang apa berkasnya sudah siap?” Tanyanya.
“Sudah siap Pak, berkasnya saya simpan di atas meja Bapak kemarin sebelum saya pulang, tinggal diperiksa ulang saja,” ucap Nasha
“Baik kalau begitu, saya tidak akan memeriksanya kembali, apa pun yang terjadi itu menjadi tanggung jawab kamu,” ucap Farzan tanpa melihat Nasha karena dia sedang memainkan ponselnya.
“Baik Pak, biar saya periksa ulang sebelum kita berangkat, “ ucap Nasha yang dibalas deheman oleh Farzan.
Setelah mengambil berkas yang akan dia periksa ulang, Nasha keluar ruangan menuju toilet yang ada di dekat pantry untuk mengganti baju dan memakai blazernya. Selesai dengan bajunya, dia langsung membaca ulang berkas agar lebih yakin dengan isinya dan jika ada kesalahan agar lebih mudah mengubahnya.
Untuk sekarang waktu berjalan terlalu cepat menurut Nasha, jika tadi melambat sekarang berubah menjadi cepat. Karena jarum jam sudah menunjuk angka 7 dan angka 10 yang artinya tinggal 10 menit lagi waktu yang dia punya untuk mempelajari berkasnya.
“Arfa sekarang kita berangkat, saya takut di jalan ada banyak hambatan yang membuat kita terlambat nantinya. Jadi lebih baik kita berangkat lebih awal. Sekarang kamu ikut saya ke bawah,” ucap Farzan yang tiba tiba sudah ada di pintu pantry entah sejak kapan, dan langsung menyuruhnya bersiap pergi.
“Baik Pak,” ucap Nasha yang langsung berdiri dan membawa apa saja yang akan di perlukan nanti.
Mereka pun berlalu menuju mobil yang di pakai oleh Farzan. Kali ini Farzan mengendarai mobilnya sendiri tanpa menggunakan driver. Padahal biasanya jika akan bertemu klien seperti ini dia akan membawa driver atau Brady yang menyetir. Jarang untuknya menyetir sendiri apalagi menyetir bersama seseorang yang baru dikenalnya, kecuali keluarga atau sahabatnya jika dia sedang tidak bisa menyetir.
Sesampainya di bawah Nasha bingung, sekarang dia harus duduk di depan bersama dengan Bosnya atau dia duduk di belakang atau dia harus pergi dengan menggunakan angkutan umum saja? Sungguh membingungkan. Melihat Nasha yang tidak kunjung naik Farzan membuka jendela dan ...
“Sampai kapan kamu akan berdiri disana?” tanya Farzan dengan nada yang datar.
“Eh iy ya Pak,” gugup Nasha lalu dia membuka pintu belakang, tapi sebelum masuk suara Farzan kembali terdengar.
“Apa aku ini supirmu?” ucap datar Farzan.
“Duduk di sebelahku! Cepat!!” ucap Farzan dengan tegas karena Nasha terlalu lambat menurutnya.
Tanpa berkata apa pun lagi Nasha membuka pintu depan dan memakai sabuk pengamannya dengan cepat. Dia sungguh merasa takut sekarang.
“Kenapa aku sangat takut jika dia marah atau membentakku? Ada apa denganku? Biasanya aku bisa mengendalikan kegugupanku, tapi bersamanya sungguh sangat sulit, aku menunjukkan kelemahan yang selama ini ku sembunyikan dan hanya Kak Arza yang tau, dulu bahkan dia tidak lagi membentakku setelah aku menceritakan keluh kesahku. Sekarang pada siapa aku harus berkeluh kesah selain pada-Nya?” batin Nasha yang saat ini masih merasa takut.
Sekuat tenaga dia menyembunyikan rasa takut itu dengan meremas kuat kedua tangannya dan kepala yang terus menunduk melihat bagaimana tangannya bergulat di atas laporan yang dia pegang, sedari tadi juga keringat dingin terus mengganggunya dan membuatnya tiak nyaman apalagi dengan ac yang ada di dekatnya membuatnya keringatnya tersamarkan namun rasa dingin semakin lama semakin menusuknya.
Farzan? Dia selalu melirik ke kursi sebelahnya, dan terkadang keningnya mengernyit bingung. “Kenapa dengan dia? Seperti sedang gelisah atau ketakutan? Apa karena meeting ini atau karena ada hal lain? Tapi apa?” kini batin Farzan yang bingung.
Keadaan di dalam mobil yang hening dan juga rasa takut yang menjadi lebih terasa membuatnya tanpa sadar memejamkan matanya berharap hari ini cepat berlalu atau dia dapat segera turun dari dalam mobil ini. Ini sungguh menyiksanya dan membuatnya ingin sekali menangis, sekuat tenaga dia menahan setiap ketakutannya kini. Dengan mata yang tertutup dia hanya bisa membayangkan jika ada Kakak penolongnya yang membuatnya sedikit merasa tenang.
Tak lama setelahnya, mereka sampai di salah satu restoran yang di tentukan sebagai tempat untuk rapat kali ini. Farzan hanya memperhatikan Nasha yang masih terus menunduk dan meremas tangannya tapi tidak sekuat tadi. Dan terlihat sedikit lebih tenang, walau masih terlihat gelisah.
“Apa kamu tidak ingin turun?” tanya Farzan sambil melihat ke depan dan membuka sabuk pengamannya.
Nasha sedikit tersentak mendengarnya, padahal nada yang di pakai Farzan tidak ada bentakan sama sekali, hanya mungkin memang nadanya sedikit datar.
“Eh iy iya Pak,” jawab Nasha sambil membuka sabuk pengamannya dan juga merapikan laporan yang ada di pangkuannya.
Keduanya pun turun dan berjalan untuk masuk ke dalam restoran tersebut. Walau kegelisahan Nasha berubah menjadi rasa gugup sekarang, tapi Nasha terus berdoa dalam hatinya agar semua berjalan lancar dan tidak mengecewakan.
Akhirnya mereka sampai di ruangan yang sudah di pesan kemarin. Dengan masih sama sama terdiam tentunya. Sekarang mereka tinggal menunggu kliennya datang saja. Dan tak lama dari itu klien yang ditunggu pun datang.
.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments