Dilain tempat, seorang lelaki muda yang tak hanya tampan tapi juga sangat berwibawa. Dia berjalan menuju salah satu ruangan yang ternyata adalah ruangan paling atas karena ia memakai lift khusus yang memang langsung terhubung ke dalam ruangan tersebut.
Orang itu tak lain adalah anak dari Zeroun Lakeswara, yaitu Farzan Adya Lakeswara. Jika ada yang bertanya, Bukankan nama itu pernah disebut sebelumnya? Jawabannya Iya. Dia seorang narasumber dalam seminar yang diadakan di kampus tempat Nasha menimba ilmu.
Ruangan...
“Siapa kamu?!” ucap Farzan dingin.
Nasha yang sedang membereskan berkas pun terlonjak kaget hingga berkas yang sedang dibereskan terjatuh dan sedikit berantakan, karena setau Nasha tidak ada yang membuka atau menutup pintu tadi.
“Maaf Pak, saya office girl yang biasa ditugaskan membersihkan lantai ini, terkadang bergantian dengan Bu Eno. Bapak sendiri siapa? Kenapa bisa masuk ke dalam sini,” ucap Nasha sembari melirik orang yang mengajaknya berbicara.
“Tapi tunggu, sepertinya aku pernah lihat orang ini, tapi dimana?” Batin Nasha.
“Ah iya, anda bukannya dosen yang pernah jadi narasumber itu? Yang tolong-in saya tapi ga ikhlas?” ucap Nasha lagi, tapi dia tidak menyadari perubahan raut wajah orang didepanya yang sekarang sedang menahan marah mendengar ucapan Nasha.
“Jika iya, kenapa? Dan kenapa kamu ada di ruangan ini?” ucapnya menahan kekesalan.
“Wahh wahh, harusnya saya yang tanya kenapa Bapak yang ada disini, ini ruangan milik atasan saya Pak, tidak sembarangan orang bisa masuk, jika tidak ada kepentingan lebih baik Bapak keluar dari sini, lagi pula Presdir kami juga belum datang, jadi sebaiknya Bapak kembali lagi nanti,” ucap Nasha yang kembali merapikan berkas tadi dan langsung menaruh di atas meja dan di rak arsip.
“Kenapa perempuan ini ada disini, dan kenapa juga dia yang merapikan arsip, bukankah seharusnya itu pekerjaan Tery juga tempat ini tak sebebas itu untuk setiap karyawan, hanya jika mereka petinggi itupun jarang dan juga karyawan yang memang dipilih langsung oleh Daddy, tapi melihat dari baju yang tengah dia pakai seperti baju karyawan disini, apa dia yang Daddy ceritakan, seorang gadis yang sering membantunya bahkan untuk menyelesaikan laporan, aku seperti mengenalnya jauh sebelum ini, tapi apa mungkin? Atau hanya perasaanku saja? Sudahlah semakin lama dipikirkan semakin membuatku pusing saja,” batin Farzan.
Cukup lama Farzan terdiam, akhirnya dia membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan Nasha yang belum terjawab tadi, tapi sebelum itu..
“Bapak dari tadi saya tanya Cuma diem aja sih, mau ngapain sebenernya Pak, atau mau saya panggilkan satpam disini?” ucap Nasha lagi dan lagi sebelum mendengar jawaban dari Farzan.
“Untuk apa kamu bertanya? Seharusnya kamu yang saya tanya, kenapa bisa kamu ada di ruangan saya? Apa kamu mau menyabotase ruangan ini?” ucap Farzan datar.
“Heh!! Enak aja nuduh orang sembarangan, saya disini kerja ya Pak, saya juga bukan orang seperti itu, jangan asal bicara yah!” ucap Nasha keburu emosi karna dituduh seperti itu. Tapi setelahnya dia baru tersadar akan omongan Farzan yang mengatakan ruangan saya, dan lagi dia belum tau wajah dari Presdir yang baru, dan jika benar “tamatlah riwayatmu Cha,” batin Nasha.
“Eh maaf Pak, tadi Bapak bilang ini ruangan siapa? Bukannya ini ruangan Pak Zeroun? Sebelum cuti ini masih ruangan Pak Zeroun kok,” ucap Nasha, sambil merutuki omongannya kali ini.
“Kenapa aku begitu bodoh, sudah jelas Pak Zeroun mengambil Pensiun lebih awal, kenapa juga aku masih menanyakan hal yang sudah diketahui jawabannya oleh seluruh warga kantor ini, bodoh kamu Cha,” rutuk Nasha dalam hati.
“Berapa lama kamu bekerja disini? Apa tidak pernah mendapatkan informasi? Karyawan macam apa kamu ini,” ucapnya dengan senyum meremehkan dan tatapan yang sinis.
“Duh.. mati aku, masa iya aku bakal dipecat sih, mana udah ngajuin cuti lagi, cari kerja tu susah, duh gimana dong, dibaikin juga gamungkin, harus gimana aku,” batin Nasha bergejolak.
“Ma af Pak, saya lupa jika Pak Zeroun sudah mengambil Pensiun lebih awal, dan saat penyambutan kemarin saya tidak bisa hadir, maka dari itu saya tidak mengetahui siapa pengganti Pak Zeroun, sekali lagi maaf atas kelancangan saya Pak, jika Bapak ingin menghukum saya tidak apa Pak saya terima, tapi tolong jangan pecat saya Pak, saya mohon,” ucap Nasha dengan sedikit terbata-bata.
“jarang sekali orang yang langsung mengakui jika dia bersalah padahal belum tentu juga lawannya benar, apa dia memang sebaik ini? Sudahlah kenapa aku harus memikirkan ini,” batin Farzan sedikit kagum pada sikap Nasha. ingat "sedikit kagum".
Sedikit berdehem karena tadi sempat mengagumi sedikit dan melamun, setelahnya dia menjawab
“Ekhem.. Kenapa kamu langsung meminta maaf? Bukankah belum tentu juga saya benar? Apalagi kamu baru bertemu dengan saya kan?” tanya Farzan yang tak bisa menutupi rasa penasarannya.
“Karena saya belum bertemu dengan Presdir yang sekarang, dan lagi jika dipikir ulang di dalam ruangan ini ada lift yang terhubung langsung dan hanya diketahui oleh orang orang tertentu terutama pekerja yang memang bekerja di lantai ini,” ucap Nasha yang memang lupa akan hal itu tadi, maka dari itu dia bisa yakin jika dia bersalah.
“Bagus juga pemikiranmu, siapa namamu?” ucap Farzan. Dia kagum karena jarang orang yang dapat menyimpulkan sesuai dengan logika, lebih tepatnya para wanita yang lebih sering menggunakan perasaan dibanding logika yang ada.
“Nama saya Zaina Arfha Nashafa, Bapak bisa panggil saya Zaina atau Nasha,”
“Baiklah Arfa, saya akan memaafkan kamu jika kamu bisa merefisi laporan yang ada di meja saya,”
“Baik Pak saya akan mencoba mengerjak.. eh Arfa?” ucap Nasha yang sedikit bingung akan panggilannya.
“Iya Arfa, ada yang salah?”
“Eh.. ti dak Pak tidak, saya hanya sedikit heran saja, maaf kalau begitu saya akan mulai mengerjakannya diluar Pak,”
“Tidak. Kerjakan disini, saya sendiri yang akan mengawasi kamu, saya takut kamu membocorkan laporan ini pada perusahaan lain,” ucap Farzan dengan nada yang sedikit meremehkan.
“Tarik nafas, buang, tarik nafas, buang, sabar Cha sabar, bos mah bebas, gapapa dihina yang penting buktikan, sabar sabar,” batin Nasha menahan kesal.
“Baik Pak akan saya kerjakan di ruangan ini, tapi boleh saya minta ijin untuk duduk di belakang sana,” ucap Nasha meminta ijin agar duduk lesehan di dekat lift agar bisa bersender disana.
“Kenapa harus dibelakang sana, kamu mau kabur? Duduk di depan saya,” ucap sinis Farzan.
“Mau duduk lesehan kaga boleh juga, ngeselin lama lama, tapi sayang kerjaan, udahlah turut-in aja, pusing lama lama mah,” gerutu pelan Nasha.
“Sudah cepat duduk disana, jangan beranjak sebelum selesai,” ucap Farzan memerintah.
“Baik Pak, saya akan memulai mengerjakannya,” ucap Nasha pasrah.
Nasha pun membaca laporan itu dengan teliti, sesekali dia melihat ke atas seperti sedang memikirkan sesuatu dan setelahnya dia menulis menggunakan pensil, entah sedang menulis apa. Sedari tadi juga Farzan memperhatikan Nasha tanpa melepas pandangannya sedikit pun. Terkadang Farzan tersenyum tipis melihat Nasha yang sedang berpikir, tapi juga senyuman tipis itu langsung lenyap saat bayangan masa lalunya datang.
.
.
.
.
.
.
.
to be continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments