“Udah pulang Sha, Dari nya?” tanya Ibu ketika aku baru masuk rumah dan menutup pintu.
“Iya udah Bu,” jawabku
“Lain kali kalau mau pergi kabar-in dulu yah, biar kita ga bingung juga kenapa kamu belum pulang,” ucap Ibu kembali.
“Iya Bu, tadi aku kira bakal sebentar ternyata lumayan lama perginya, maaf ya Bu, Yah,” ucapku lagi.
“Iya gapapa, yaudah sana bersih bersih abis itu makan yah,” ucap Ibu.
“Iya Bu, aku ke atas dulu ya Bu, Yah,” setelah itu aku mengambil tasku dan berlalu menuju kamar.
“Padalah aku masih kenyang, tapi kalau aku ga makan nanti ditanya macem macem, mending makan ajalah walau dikit,” batinku.
Aku masih tak menyangka sebenarnya. Ku kira kami hanya akan sekedar berbicara mengenai seseorang yang sedang dia dekati, tapi nyatanya mallah lebih dari itu. Sulit untuk bersikap sepperti biasa, tapi jika aku canggung dia pasti akan merasa menyesal telah berbicara seperti tadi. Kak Arza, kapan Kaka akan kembali? Atau tidak akan pernah? Haha, sudahlah aku tak ingin memikirkan hal ini dulu yang penting ujian dulu dan lain sebagainya.
.
.
.
Seminggu setelahnya..
Ujian sudah selesai, dan sekarang sudah masuk masa perbaikan nilai, ujian susulan dan hal lainnya. Untukku? Aku sekarang sedang mengurus cuti untuk beberapa semester mungkin, tapi aku usahakan hanya satu semester saja aku cuti agar masih bisa menyusul teman temanku yang lain.
Tapi mungkin ini akan sedikit sulit, karena sahabat sahabatku menginginkan aku tetap kuliah dan menunda pekerjaan, menurut mereka kuliah lebih utama dibandingkan bekerja. Tapi menurutku, menghasilkan uang saat ini menjadi prioritas dibanding kuliah, terkadang mencari ilmu bisa dari mana saja tidak harus dengan pendidikan formal. Bahkan di sekitar kita pun pasti ada sedikit ilmu yang berguna untuk kehidupan sehari hari.
Bukan berarti kuliah itu tak penting, tapi menurutku pribadi, kebanyakan orang kuliah hanya untuk mencari gelar yang akan dipakai untuk mendapatkan pekerjaan yang “bagus”, nyatanya orang yang lebih dahulu kerja, mau itu baru lulus sekolah menengah pertama atau atas, jika memang kerja dengan jujur dan amanah pasti lebih terpakai dibandingkan orang yang mempunyai gelar itu sendiri.
Padahal rejeki sudah ada yang mengaturnya, dengan atau tanpa gelar yang ada di belakang nama.
“Woi Za.. lagi mikirin apaan? Diem bae dari tadi,” ucap Rumi sambil menepuk bahuku lumayan kuat dan itu sakit.
“Sakit Ru.. bisa ga sih biasa aja gausah pukul pukul,” ucapku kesal.
“Hehehe.. ya maaf, abis dipanggil dari tadi kaga jawab jawab,” ucapnya sambil nyengir.
“Hm aja,”
“Lah marah hahaha,”
“Tau ah bete,”
“Iya iya maaf deh,”
“Btw Za, jadi buat cuti?” ucap Rumi yang tiba tiba serius.
“Hm jadi kayanya, kenapa emang?” balasku.
“Huh.. kenapa galanjut dulu aja sih Za? Bisa kan? Atau kamu mau pake uang aku aja dulu, gausah cuti,” terdengar helaan nafas sebelum Rumi menyambung perkataannya.
“Gabisa gitu lah Ru, bukannya aku gamau pake uang kamu atau siapapun juga, aku cuma ingin di semester akhir nanti uangnya udah ke kumpul buat sidang dan lain sebagainya, aku juga tetep lanjut-in kuliah kok nanti setelah beres cuti, dan setelah itu aku berencana untuk keluar dari pekerjaan ini,” jelasku pada Rumi agar dia mengerti.
“Hah.. yaudah kalau itu memang yang terbaik menurutmu aku bisa apa kan? Aku akan dukung keputusan kamu dengan berat hati,” ucapnya yang sedikit terdengar keterpaksaan diakhir.
“Makasih yah Ru, maaf banget aku gabisa ubah ini sekarang, aku cuma ingin fokus disalah satu, karna kalau aku mengambil keduanya seperti biasa aku bisa lebih keteteran lagi, semester kemarin aja aku keteteran apalagi semester akhir ini kan?” ucapku meminta pengertian Rumi lagi, agar dia tidak terlalu kecewa aku menolak keputusannya.
“Hm, yaudahlah apapun yang kamu lakukan selama itu masih baik aku dukung kok,” ucapnya sedikit melunak.
“Setiap weekend aku usaha-in buat main sama kamu, gimana? Atau kalau kamu lagi suntuk dan minta aku temen-in aku usaha-in banget buat temen-in, jadi jangan kaya orang yang gapunya temen gitu deh mukanya,” ucapku menghiburnya, sebenarnya salah satu alasan Rumi melarang cuti, karena nanti dia tidak ada teman dikelas atau main, padahal teman dia juga tidak cuma aku sebenarnya.
“Iya iya, yaudah sekarang kamu tinggal ngurusin apaan?”
“Hm, kayanya udah beres sih, tinggal bayar ke bank, anter yu,”
“Oke yu, abis itu anter beli barang yah ke toko yang deket alun alun,”
“Oke sip,”
Setelah beres dengan urusan cuti, aku menepati janjiku untuk menemaninya mencari barang di dekat alun alun kota. Dia sedang mencari hadiah untuk seseorang yang spesial katanya. Memang dia pernah cerita jika ada seseorang yang mendekatinya beberapa bulan terakhir ini, dan bulan lalu mereka mengikat hubungannya dengan kata “pacaran”. Walaupun begitu, Rumi adalah orang yang selalu ingin bercerita, dan karna aku tak akan satu kampus semester nanti, tempat dia bercerita jadi berkurang, apalagi Rumi orang yang moody-an.
.
.
.
Keesokan harinya...
Hari ini Nasha sudah mulai bekerja kembali. Dan parahnya, hari ini dia terlambat bangun. Jadi dia pasti akan dapat ceramah pagi dari Bu Eno. Apalagi dia belum mengetahui peraturan baru atau pemimpin yang baru. Sungguh malang sekali nasibnya kali ini.
“Duh telat banget ini mah, sekarang udah jam 8.00 lagi, pake ojol juga bakal tetep telat, tapi yaudahlah daripada gadateng sama sekali kan yah,” gumam Nasha.
Setelah menempuh perjalanan yang lumayan memakan waktu, apalagi ojol yang dipesan oleh Nasha sempat terlambat datang, jadilah dia baru sampai jam 8.50, dan jam masuk kantor adalah jam 8.00. Dia terlambat 50 menit. Setelah sampai Nasha langsung pergi menuju loker tempat dia menyimpan barang dan pakaiannya, seperti dugaannya di loker masih ada Bu Eno yang sedang menunggu kedatangannya.
“Dari mana? Udah jam berapa sekarang? Masih inget jam kerja kan?” ucap Bu Eno ketus.
“Maaf Bu, kemarin malam saya baru menyelesaikan tugas akhir yang akan dikumpulkan hari ini, dan itu berakibat saya yang terlambat bangun, sekali lagi maafkan saya Bu,” jelas Nasha, memang tadi malam dia mengerjakan tugas akhir yang dikumpulkan seusai ujian.
“Beruntung kamu hari ini Presdir belum datang, jadi masih bisa terselamatkan, jika kamu ketahuan terlambat olehnya bukan tidak mungkin kamu akan di skors, Presdir kita yang baru sangat menjunjung tinggi waktu, sekarang kamu ke ruangan atas saja, tugas kamu untuk minggu ini disana,” ucap Bu Eno yang sedikit melunak.
“Alhamdulillah, makasih Bu, sekali lagi maaf ya Bu,” ucap Nasha yang masih merasa bersalah, walau sudah sedikit lega karena Bu Eno tak terlalu marah.
“Yasudah sana kamu ke atas, kerja yang semangat, kalau emang tugas kamu belum beres kamu bisa ijin nanti siang,” ucap Bu Eno sambil tersenyum. Pengertian sekali Bu Eno ini.
“Sudah beres ko Bu, aku langsung ke atas ya Bu,” ucap Nasha. Bahkan ketegangan tadi sudah menghilang digantikan kehangatan. Sebelum ke ruangan paling atas Nasha menyempatkan mencium tangan Bu Eno terlebih dahulu. Setelah itu dia pun menuju ruangan atas.
.
.
.
Lantai paling atas...
“Pagi Bu Tery,” sapa Nasha.
“Eh Nasha, tumben telat,” ucapnya.
“Hehe iya Bu maaf, malem ngerjain tugas jadi kesiangan deh,”
“Oalah, padahal ujiannya udah beres yah,”
“Iya Bu, biasa dosennya sedikit ribet, hehe,”
“haha ada ada aja kamu mah,”
“Yaudah Bu, saya ijin masuk ke ruangan Bapak yah, yang ini udah selesai soalnya,” ucap Nasha, karena sedari tadi tidak hanya mulut yang bekerja tapi tangan dan kaki juga bekerja.
“Udah beres aja nih haha, yaudah sana masuk beresin yang bener yah, oh ya Presdir kita yang baru memang masih muda, tapi dia orangnya perfect jadi sebisa mungkin jangan buat kesalahan yah,” ucap Bu Tery memperingati.
“Oh gitu ya Bu, oke kalau gitu, sebisa mungkin saya melakukan yang terbaik dan meminimalisir kesalahan,” ucap Nasha, setelah berkata seperti itu Nasha masuk ke dalam dan mulai membersihkan ruangan tersebut.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Muhammad Ari
keren thor... ijin promo nih, jgn lupa mampir di novel dg judul "sudden kiss" ya 😇😇😇
2020-08-27
0