“Jadi? Apa harus sebuah jawaban?”
“Mungkin,” jawab Diel sambil tersenyum.
Sungguh Diel tak mengharapkan jawaban itu sekarang, tak apa jika memang Nasha tak menjawab atau terkesan “menggantung” dirinya, Diel tak peduli. Yang penting jika memang Nasha bukan jodohnya dia akan mencoba ikhlas, tapi dia akan selalu menjaga Nasha dari jauh.
“Diel please.. jangan gini, aku cuma takut ga bisa mencoba, aku juga takut kecewa-in kamu, aku cuma.. hiks..”
“Eh.. jangan nangis Sha, aku gapapa beneran, kalaupun kamu gajawab juga gapapa, tapi jangan kaya orang lain yah, tetep jadi sahabat aku, gimana?” ucap Diel menenangkan Nasha yang sedikit terisak.
Diel tak menyangka Nasha akan terbawa suasana sampai seperti ini, dia pikir kalaupun tak dijawab Nasha akan biasa atau bahkan tetap cuek seperti biasanya. Tapi Diel lupa, Nasha adalah orang yang tak ingin mengecewakan orang lain, bahkan dia memilih membuat dirinya sendiri yang kecewa daripada orang sekitarnya. Dan mengalah yang selalu dia lakukan.
“Aku beneran gapapa Sha, aku seperti ini karena ku pikir mungkin nanti gaakan ada kesempatan lagi untuk bicara, bisa jadi nanti kamu bertemu dengan seseorang dimasa lalu kamu dan aku gapernah punya kesempatan sama sekali untuk bicara. Aku minta maaf kalau aku memang membuat kamu merasa ga nyaman karna ini, tapi Sha, aku beneran hanya ingin bicara, agar kamu tau, itu aja,” sambung Diel karna Nasha masih sedikit terisak.
“Ta tapi,” ucap Nasha terhenti karena menahan tangisnya, mencoba menutupi lebih tepatnya, dia jarang sekali menangis di hadapan orang lain, jadi seperti itulah.
“Kalau kamu mau nangis, nangis aja dulu Sha, aku tau gimana bingungnya kamu, tapi aku juga ga maksa buat kamu jawab kan, jadi please Sha, jangan terlalu dipikir-in yah, jangan karna ini kamu menjauh nantinya, aku gamau itu,”
“A aku cuma gamau kecewa-in seseorang, karna aku tau gimana sakitnya dikecewa-in, dan aku gamau orang lain merasakan itu, walau aku tau ga semua orang akan terhindar dari rasa itu, tapi aku berusaha agar tak ada yang kecewa,” ucap Nasha yang mulai berhenti tangisnya.
“Aku paham, dan maaf aku sempet lupa akan hal itu, maaf karna hal ini kamu jadi kaya gini, harusnya memang aku gapernah bilang kalau tau jadinya gini,”
“Eh.. bukan gitu Diel, tapi jujur aku bingung sekarang, dan aku gabisa kasih kepastian juga buat kamu, karna hati aku masih tersimpan satu nama yang tak bisa dilupakan begitu saja, dan janji di masa lalu yang harus ku pegang. Mungkin janji itu akan lenyap suatu saat nanti, karna hidup juga harus terus berjalan kan, hanya saat itu belum tiba, karna hati ku belum menyesuaikannya,” ucap Nasha diakhiri senyum.
“Aku tau Sha, aku tau, dan aku harap saat janji itu kamu hilangkan, aku yang menggantikannya,” balas Diel sambil tersenyum juga.
“Makasih Diel, kamu udah mau ngerti, dan maaf karna hal ini,” ucap Nasha menggantung karna di sela oleh Diel.
“It’s Ok Sha, gapapa, dan makasih udah mau dengerin aku hari ini,”
“Kaya ke siapa aja haha,”
“Iya iya, your my best friend and my future wifey haha,”
“Apaan sih haha,”
Diel tau akan seperti apa jawaban itu, tapi mencoba itu harus bukan. Jika di pendam bisa jadi ada penyesalan nantinya saat sudah tak bisa bicara. Untuk saat ini mungkin belum ada kesempatan, tapi bolehkan Diel berharap suatu hari nanti akan ada sedikit harapan untuk mereka? Mungkin, dan semoga.
“Aku suka lihat tawamu ini Sha, walau bukan menjadi seseorang yang spesial untukmu, tapi bisa melihatmu terus tersenyum dan tertawa itu menjadi satu kebahagiaan untukku. Terus bahagia ya Sha, kalaupun senyum itu bukan hanya saat bersamaku,” batin Diel.
Tanpa sadar Diel melamun untuk beberapa saat, dan Nasha yang melihat jam sudah hampir jam 7 malam pun langsung terkesiap, lalu..
“Eh.. kenapa udah jam segini lagi, duh telat pulang dicari-in nih pasti, Diel kita pu..lang yu,” ucap Nasha yang melambat karna Diel yang melamun.
“Diel.. hallo..”
“Hm.. maaf maaf, kenapa?”
“ck.. ngelamun apaan coba? Masa iya gara gara tadi?”
“Bukan bukan, tenang aja, tadi kamu mau ngomong apa?”
“Ish.. udah jam 6, aku mau balik yah, oh iya ini berapa? Aku yang bayar aja yah,”
“No.. udah aku bayar ko, tenang aja,”
“Lah kapan bayarnya? Kan dari tadi sama aku disini,”
“Tadi waktu kamu ngelamun, haha,”
“Emang iya? Ga ngelamun ish,”
“Ya ya ya, terserah kamu aja, yang jelas ini udah aku bayar tadi titik,”
“Hm.. iya iya makasih kalo gitu, hehe,”
“Lumayan kan bisa ditabung tu uang, tapi makan enak, haha,”
“Iya dong, haha,”
Setelah selesai berbicara mereka pun bergegas pulang, karna Nasha lupa mengabari orang rumah jika dia akan pulang terlambat. Siapa yang tau jika Diel ternyata akan membawanya ke tempat yang tak terduga seperti ini kan? Ternyata makna dari “mengantar membeli minum” akan berujung dengan hal ini.
Tak apalah, terkadang apapun itu, jika mengganjal dan perlu dibicarakan, lebih lega jika sudah bicara dengan yang bersangkutan, daripada harus dipendam dan berakhir lebih buruk, atau dibicarakan pada orang yang tidak tepat, dan berakhir tersebarnya cerita itu.
***rumah***
Setelah menempuh perjalanan sekitar 45 menit, dengan mengendarai di atas rata rata, mereka tiba di rumah Nasha. Diel dan Rumi memang dikenal oleh kedua orang tua Nasha, karena mereka pernah belajar bersama, atau sekedar main, jadi sudah tak sungkan lagi jika bertemu.
Seperti saat ini, Diel yang ternyata tak langsung pulang dan menyempatkan untuk mampir, bukan apa apa, tapi Diel yang membuat Nasha pulang terlambat karna diajak pergi dahulu, jadi dia harus bicara dulu pada orang tua Nasha, agar Nasha tak di marahi tepatnya.
Sebelum masuk..
“Loh.. ko ikut turun?” tanya Nasha.
“Mampir dulu kali bentar,” jawab Diel.
“Udah malem Diel.. ntar kamu pulang kemaleman,” ucap Nasha, geram juga lama lama sama sikap Diel yang terkadang menyebalkan seperti ini.
“Yaudah sih, cuma bentar juga, lagian udah lama ga main kesini, hehe,”
“Ish.. yaudahlah, terserahmu saja,” ucap Nasha dan langsung berjalan masuk ke rumah.
*Di rumah..
“Assalamualaikum,” ucap Nasha dan Diel bersamaan, sambil menyalami kedua tangan orang tua Nasha yang memang sedang berada di ruang depan.
“Wa ’alaikumsalam, tumben baru pulang Sha, tumben juga dianter-in Dari,” ucap salam orang tua Nasha berbarengan, diakhiri pertanyaan dari Ibu Nasha.
“Iya Bu, maaf Nasha jadi pulang telat, tadi aku minta tolong ke Nasha buat anter ke suatu tempat dulu, dan lumayan jauh tempatnya, sekali lagi maaf ya Yah, Bu, Nasha nya jadi pulang telat, Dari kira ga akan lama, ternyata makan waktu yang lumayan,” penjelasan ini yang bicara adalah Diel tentu saja, Nasha hanya memperhatikan, tadinya memang dia yang akan menjawab, tapi ternyata Diel lebih cepat membalas, jadi dia hanya diam menyimak saja.
Untuk panggilan Diel, itu memang karna orang rumah memanggil nama depan Dariel, dan memotong 2 kata terakhir agar lebih mudah “katanya” haha.. dan panggilan Diel dan Rumi pada orang tua Nasha memang sama seperti Nasha, karena terlalu sering main jadi terbiasa memanggil seperti itu.
“Oalah kirain dia main dulu kemana,” ucap Ibu Nasha.
“Iya gapapa, tapi lain kali kasih tau orang rumah dulu ya Dari, kan kita jadi mikir yang macam macam,” ucap Ayah Nasha.
“Iya Yah sekali lagi maaf, tadi lupa mau ijin, hehe,” ucap Diel.
“Iya gapapa, kalau bisa jangan ulangi lagi ya,”
“Iya siap yah,”
“Oh iya sampe belum bikin-in minum, mau minum apa Dari?” sela Ibu Nasha.
“Gausah Bu, ini juga Dari mau langsung pulang, udah malem juga, kalau gitu Dari pamit pulang dulu ya Yah, Bu, Assalamualaikum,” ucap Diel sambil berpamitan pada orang tua Nasha.
“Yasudah kalau gamau minum dulu, hati hati dijalan, Wa ‘alaikumsalam,” ucap Ibu dan Ayah Nasha.
“Aku anter ke luar dulu ya, Bu, Yah,” ucap Nasha.
.
.
.
“Kadang heran akutu, kenapa ya kalau kamu yang ngomong ke Ibu atau Ayah, jawaban mereka kalem aja gitu, gabanyak nanya lagi, giliran aku yang bilang ceramahnya panjang kali lebar, aneh,” gerutu Nasha sepanjang jalan menuju motor Diel.
“Hahaha.. mungkin karna aku lebih cocok jadi anaknya dibanding kamu, kamu mah bandel, gakaya aku yang baik hati ini, hahaha,” ucap Diel sambil terus tertawa dan mengejek Nasha.
“Ketawa aja ketawa, aku baik gini dibilang bandel, gimana sama yang bandel dibilang apa coba mereka, soleh? Gitu? Huh,” kesal Nasha.
“Hahaha.. ya ga gitu juga, haha,”
“Tau ah, udah sana pulang,” usir Nasha.
“Dih marah, ngusir, ntar kalau butuh aja di baik baik-in, dasar,” balas Diel.
“Bodoamat, gimana nanti aja kalau butuh mah, haha,”
“Iya-in aja, haha,”
“Udah ya aku pulang dulu, jangan kangen, haha,” ucap Diel setelah memakai helm dan sarung tangan.
“Dih males, yaudah sana, hati hati dijalan, dan makasih,” ucap Nasha.
“Sama sama, jangan sungkan Sha, kalau kamu butuh bantuan dan aku bisa bantu aku akan coba bantu ko, yaudah aku pulang ya, bye,” ucap Diel, dan pergi meninggalkan rumah Nasha setelah Nasha mengangguk.
.
.
.
to be continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments