Pintu kamar terbuka, entah dari mana kekuatan Garda, yang pasti dia bisa membuka pintu dengan sekali tarikan saja. Pria kekar itu segera menuju dapur, dengan sekali tarikan mengangkat tubuh Shena yang hendak menyuapkan mie ke dalam mulutnya.
"Gardaaaa!"
Tubuh Shena melayang ke udara saat Garda mengangkatnya dan membawanya ke kamar, menjatuhkannya tepat di atas ranjang, begitu juga dengannya yang ikut terjatuh dan menimpa tubuh Shena.
Bruk!
"Lo berani menyentuh mie instan gue Nona Shena Farasya Adhinata!" ujar Garda dengan kedua mata tajam, "Lambung lo lebih parah dari gue"
Keduanya saling menatap, jarak keduanya yang terlampau dekat dengan nafas saling berembus hangat membuat jantung Garda berdebar debar kencang.
"Garda ... lo---"
Shena mendorong dada Garda yang menghimpit tubuhnya, namun tenaganya tidak lah seberapa dibandingkan tenaga Garda.
"Garda Alfiansyah, gue bilangin Papa Al karena lo kirang ajar, ---"
"Hm! Bilang saja, dan mereka akan tahu segimana nakalnya lo." Garda terus memandangi wajah cantik Shena, wajah yang sejak kecil dia kagumi, kecantikannya tidak pernah berubah malah semakin cantik saja.
Perlahan namun pasti, suasana hangat dan membuat keduanya terlena, Garda memajukan wajahnya dan mengecuup ranuum bibir Shena, membuat gadis 21 tahun itu tidak bisa menolaknya, dia ikut hanyut dalam pusaran perasaan yang tidak bisa dia mengerti, entahlah mungkin hanya pengaruh minuman saja.
Garda mencecaapnya lembut, bahkan saat lembut hingga keduanya semakin larut dalam gelombang yang memabukkan. Decakan demi decakan kini terdengar saat keduanya saling memaggut, membelit satu sama lain dengan nafas menderu hebat.
"My lady!" Garda bergumam lirih, menahan gejolak yang tidak terelakkan lagi.
Shena yang masih dipengaruhi alkohol juga ikut bergejolak, gairaah nya semakin tersulut hebat, dengan dada naik turun terhimpit tubuh Garda yang beraroma maskulin.
Perlahan namun pasti, tangan Garda yang merengkuh ceruk lehernya kini turun merengkuh pinggangnya, membuat darah Shena semakin mendesir.
"Gardaa ...!"
Paguttan keduanya terus bertaut, dengan kedua tangan Shena yang melingkari leher anak kecil yang kini tumbuh menjadi pria dengan pemikiran dewasa, perlakuannya dan segala tindakannya sangat stabil, bahkan lebih dewasa darinya, selalu menjaga dan menuruti segala keinginannya. Walaupun usia Garda lebih muda satu tahun dari nya.
Namun, tiba tiba Garda berhenti memaggut, melepaskan dirinya dan berguling disamping Shena. Keduanya terdiam dengan nafas yang masih menderu, sesuatu yang menyeruak kini harus mereka tahan.
Shena tertawa, berguling ke kiri lalu ke kanan, merasa jika sesaat sebelumnya hanyalah mimpi. "Kita sepupu Garda, jijik banget sampe ciumaan begitu!"
"Gue tahu itu Shen ... Tapi ... Apa lo gak bisa nahan diri untuk gak ngelakuinnya juga?"
Shena terdiam, menoleh ke arahnya dengan heran.
"Ini jelas gak boleh! Jangan lakukan lagi!"
"Heh ... Lo yang___"
Garda perlahan bangkit, mengecup kening Shena lalu beranjak keluar. Sementara Shena mengerjap ngerjapkan kedua manik hitamnya. "Lo yang mulai bego...." cicitnya seraya melihat Garda menghilang di balik pintu kamar.
Pria itu masuk ke dalam kamarnya, langsung menghempaskan tubuhnya di atas ranjang dan menghela nafas panjang.
"Sial! Apa yang terjadi barusan?" ucapnya dengan meraup wajah dengan kasar karena tidak bisa mengendalikan diri.
"Bodoh. Apa yang gue lakukan tadi!" ujarnya lagi dengan terus membayangkan wajah Shena dan juga apa yang baru saja mereka lakukan.
Begitu juga dengan Shena, walau dia mabuk dan berfikir itu hanya mimpi, namun ternyata dia sadar jika itu nyata, dan sadar jika yang dilakukannya bersama Garda itu salah, tapi entah kenapa dia membalasnya juga.
"Bego banget sih lo Shen!" rutuknya pada diri sendiri, menggigit bibirnya saat bayangan kedua benda kenyal saling memagutt beberapa menit yang lalu. "Gak ... Ini pasti karena gue mabuk aja!" ujarnya setengah sadar dan langsung tertidur saat itu juga.
Tidak ada yang kembali keluar dari kamarnya masing masing sampai ke esokan harinya. Dan seperti biasa, Garda akan lebih dulu bangun dari pada Shena, berolah raga dengan berlari pagi lalu akan kembali pulang dengan membawa sarapan untuknya sendiri dan juga Shena, sementara Shena masih bergelung manja di bawah selimut tebal, kuliahnya hari ini sedang libur, jadi dia bisa bersantai santai ria diapartemen.
Berbeda dengan biasanya, Garda berlari pagi lebih lama hari ini, selain dia menjadi kikuk karena perbuatannya semalam, dia juga belum berani bertegur sapa pada wanita yang sejak kecil dia panggil dengan sebutan My Lady.
Sejak kecil, Garda selalu jadi garda terdepan untuk Shena, sang ayah selalu mendidik dan melatih untuk menjaga sepupunya itu, sesuai namanya. Garda Alfiansyah, membentuk pribadinya kuat dan berjanji menjaganya sampai kapanpun, namun apa yang dilakukannya semalam. Dia tidak mengerti kenapa semuanya terjadi begitu saja.
Perasaan bersalah timbul tenggelam, saling beradu dengan perasaan suka yang lama lama semakin mencuat saja. Sejauh dia berlari, semakin ingat dia akan sosok cantik yang dia tinggalkan di apartemen.
Sementara Shena terbangun dengan kepala yang nasih terasa berat dan perut keroncongan, mengerjapkan kedua matanya saat sinar mentari kota L.A yang menghangat ditambah mimpi semalam yang rasanya bukan mimpi semata.
"Gardaa!" panggilnya saat dia keluar dari kamar.
Biasanya, pria itu sudah meletakkan sarapan pagi di atas meja makan dan duduk menunggunya. Kegiatan yang menurutnya membosankan karena hanya itu yang dia lakukan selama tinggal bersamanya. Namun kali ini tidak ada apapun di atas meja makan.
"Apa dia belum pulang jogging?" gumamnya dengan terus memijit pelipisnya yang masih berdenyut pusing.
"Gardaa!" Dia masuk ke dalam kamar mencarinya, namun tidak juga melihatnya.
Dan tiba tiba pintu terbuka. Garda datang dan langsung meletakkan sarapan miliknya di atas meja lalu berbalik. Menghindari kontak mata karena merasa bersalah dan berniat langsung masuk ke dalam kamar untuk sembunyi. Namun sayang, kedua matanya justru langsung beradu dengan Shena yang baru keluar dari kamarnya.
"Lo baru balik. Gue laper Ga." ujar Shena mengelus perutnya yang keroncongan.
Namun Garda hanya diam saja, dia masuk ke dalam dapur dan kembali keluar dengan piring yang dia bawa.
"Kok satu. Lo emang udah sarapan?"
"Udah tadi!" ujarnya simple.
Shena duduk, membuka bungkusan sandwich yang dibeli Garda. Kedua matanya berbinar saat melihat sarapan kesukaannya dan langsung melahapnya.
Sesekali Dirga meliriknya diam diam, lalu masuk ke dalam kamar untuk membersihkan diri.
"Dih kenapa dia?" Ujarnya dengan terus mengunyah lalu menatap pintu kamarnya "Aneh."
Namun dia tiba tiba berhenti mengunyah, kembali teringat mimpinya yang seperti nyata semalam lalu menatap pintu kamar Garda dengan pupil yang membesar.
"God. Apa itu bukan mimpi?"
Garda keluar dengan kemeja dan jas yang membalut tubuh atletisnya, dengan dasi yang masih menjuntai di kerah lehernya.
Biasanya, Shena akan membantu memasangkan dasinya setiap pagi, dan kebiasaan itu tidak pernah terlewatkan satu hari pun. Dan kali ini, Dasi yang melilit kerah kemeja Garda sudah terlihat rapi.
Shena terbeliak, menyadari ada yang aneh dan rasanya tidak enak.
"Gar ...! Lo udah bisa pasang dasi lo sendiri?"
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Susi Sidi
sepupuan masih bisa nikah ko..
2023-05-23
1
Made Widi
baca segitu aja udah berasa novelnya bagus. buruan update Thor..
2023-04-14
1
Titin Setya Ning Tyas
sepupu rasa suami istri jdnya itu mah
2023-04-13
1