Luna
Kamar kost yang aku sewa terletak tak jauh dari kampus. Cukup 5 menit jalan kaki sudah sampai. Saat kemarin aku survey, aku langsung jatuh cinta dengan tempat kostku ini.
Kamarku terletak di lantai 2 paling pojok. Tetangga sebelah kamarku adalah karyawati kantor yang pulang kerja di atas jam 11 malam. Tak akan mengganggu dengan kebawelannya. Pas sekali.
Sebuah kasur di atas lantai berkarpet menjadi pilihanku. Tak perlu divan, malah membuat kamar sempit jadi lebih luas. Ada sebuah lemari pakaian yang disediakan pemilik kost dan sebuah rak sepatu di bagian luar kamar.
Aku memilih kamar kost dengan kamar mandi di dalam. Aku tak suka berbagi kamar mandi dengan banyak orang. Tak apa lebih mahal sedikit yang penting aku nyaman. Untuk dapur, aku bisa sharing bersama yang lain, ada di setiap lantai.
Aku sudah membayar kostanku selama 3 bulan. Uang dari Papa cukup untuk membayar kostan selama 6 bulan. Sepertinya Papa baru saja mendapat proyek yang lumayan besar, transferan masuk darinya membuat senyum di wajahku merekah. Jarang-jarang Papa memberiku uang sebanyak ini.
"Lumayan juga kostannya, Sayang." Noah memasukkan koperku ke dalam kamar.
"Iya. Bagus. Yang terpenting, aku suka ketenangan di kostan ini," jawabku.
Noah lalu merebahkan tubuhnya di atas kasurku. "Enak juga. Aku boleh menginap 'kan, Sayang?"
"Me-nginap?" tanyaku agak terbata. Aku takut salah dengar. Masa sih Noah mau menginap di kostanku? Apa kata orang nanti.
"Iya. Kenapa? Tidak boleh? Aku ada kegiatan senat. Kamu tahu sendiri kalau rapat dengan anggota senat yang lain suka lama dan pulang malam, daripada aku pulang ke rumah, lebih baik aku menginap bukan?" Noah menatapku penuh harap.
Aku memaksakan senyum di wajahku. Bagaimana ini? Aku tak mungkin menolak Noah. Kekasihku ini sudah banyak membantuku, mulai dari mengantarku mencari kostan sampai membawakan barang-barangku. Kalau aku melarangnya, apa Noah akan berpikir kalau aku pelit?
"Itu ... eh, kita masuk jam berapa sih? Nanti kita telat loh! Ayo kita ke kampus!" Aku terpaksa mengalihkan pembicaraan yang tak bisa aku jawab dan mengajak Noah masuk kelas.
Aku mengambil tas milikku yang belum lama aku taruh, aku tak mau lebih lama di dalam kostan ini dengan Noah. Takut Noah bertanya apakah boleh menginap atau tidak lagi.
Noah bangun dengan malas. Ia berjalan lebih dulu ke arah pintu namun bukan untuk keluar kamar, ia malah menutup pintu kamarku dan menahannya dengan tubuhnya.
"Kita ... enggak jadi ke kelas?" tanyaku dengan polosnya.
Tatapan mata Noah kini terasa asing bagiku. Ia menarik tanganku sampai jarak kami begitu dekat. Tangan kiri Noah sudah berada di pinggangku. Tanpa banyak kata tangan kanan Noah merengkuh wajahku dan langsung mencium bibirku.
"Hmmp!" Aku mau protes namun Noah tak memberiku kesempatan. Ia menciumku dengan penuh hasrat.
Noah memojokkan tubuhku ke arah tembok. Kini aku terkungkung dengan bibir Noah yang menciumku penuh napsu dan lidahnya yang bergerak bebas.
Jarak kami begitu dekat, bisa dibilang tubuh kami saling menempel. Bisa kurasakan ada bagian tubuh Noah yang berdiri tegak. Gawat, aku harus mencegah hal yang tak diinginkan terjadi.
Aku berusaha mendorong tubuh Noah agar menjauh namun Noah membuat tubuhku diam seolah kaku saat tangan kanannya mulai meraaba dadaku.
Aku tak bisa protes. Mulutku disumpal dengan ciumannya. Tubuhku tersudutkan di tembok dan tak bisa bergerak. Ada apa dengan Noah? Kenapa ia bersikap seperti ini padaku? Selama ini kami pacaran baik-baik saja. Kenapa baru hari pertama aku kost, ia langsung berubah?
Tanganku berusaha menepis tangan Noah yang ingin merabaku lebih banyak lagi. Noah tak peduli, ia bahkan membuka kancing kemejaku tanpa sepengetahuanku. Sedikit lagi ... sedikit lagi tangan Noah akan masuk ke dalam kemejaku jika saja pintu kamarku tidak ada yang mengetuk.
"Luna! Kamu sudah pindah ke kamar ini?" Suara cempreng Ariel memanggil namaku seraya mengetuk pintu kamarku.
Noah melepaskan pagutannya padaku. Kesempatan ini tak kusia-siakan. "Iya, Riel."
Noah menatapku dengan tatapan protes. Ia mau kami melanjutkan kegiatan panas kami namun aku tak bekerja sama dengannya. Dengan kesal Noah pergi ke kamar mandi.
Aku merapikan kemejaku. Mengancingkan kemeja yang sempat Noah buka lalu merapikan anak rambutku yang sedikit berantakan. Bibirku merah dan agak bengkak, semoga saja Ariel tak curiga.
Aku membuka pintu kamar, nampak sahabatku Ariel sedang menunggu di depan kamar dengan senyum hangat di wajahnya. "Lama banget sih! Kamu kok enggak main ke kamarku? Kamarku tak jauh loh dari kamar kamu." Tanpa aku suruh, Ariel masuk ke dalam kamarku.
"Belum sempat, Riel. Aku belum lama sampai. Tadi aku lagi siap-siap mau masuk ke kelas," kataku beralasan.
"Itu ... bukannya tas Noah ya? Ada Noah juga di sini?" Ariel celingukan mencari kekasihku.
"Noah yang membantuku pindahan. Sekarang dia lagi di kamar mandi, perutnya sakit," kataku beralasan.
"Oh ... enak ya kamar kamu, Lun. Lebih besar dari kamar aku. Aku mau pindah ke kamar ini tapi aku urungkan karena harga sewanya yang sedikit mahal. Maklum, anak perantauan macam aku, selisih lebih murah sedikit saja aku ambil. Lumayan sisa uangnya untuk beli Indimie."
Tak lama Noah keluar dari kamar mandi. Rambutnya sedikit basah dan wajahnya terlihat lebih segar sehabis cuci muka. "Eh ada kamu, Riel," sapa Noah dengan ramah. Kekasihku itu memang baik pada siapa saja, wajar kalau banyak yang menyukainya.
"Iya. Kalian kuliah jam berapa? Berangkat bareng yuk!" ajak Ariel.
Sorot mata Noah terlihat tak setuju dengan ajakan Ariel. Aku tahu kalau ada yang mau dibicarakan Noah padaku. Aku yang justru menghindarinya.
"Kuliah pagi. Yuk kita berangkat!" jawabku sambil tersenyum.
Noah memutar bola matanya dengan malas. Kalau ada Ariel, ia tak akan berbicara macam-macam, apalagi membahas apa yang kami lakukan tadi. Untuk sementara kami aman.
Kami jalan bertiga ke kampus. Sepanjang jalan, Ariel terus menggandeng tanganku. Mengoceh kalau ia senang bisa satu kostan denganku. "Kalau malam, kita bisa sharing beli nasi goreng, Lun. Ah, aku senang deh kita satu kostan. Kita bisa ngobrol sampai pagi sambil nonton drama Korea. Pasti seru!"
Aku hanya tersenyum menimpali ucapannya. Sejujurnya aku tidak konsentrasi. Aku memikirkan sikap Noah yang berubah drastis. Kenapa tadi ia lepas kendali seperti itu? Apa nantinya Noah akan seperti itu lagi?
"Sayang, aku ke ruang sekretariat dulu ya. Nanti aku menyusul ke kelas," pamit Noah.
Aku tersenyum dan menganggukkan kepalaku. "Iya."
Setelah Noah pergi, Ariel langsung memuji kekasihku. "Noah tampan ya, Lun. Kamu beruntung mendapatkan Noah yang jadi idola kampus. Rahasianya apa sih, Lun?"
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
lucky gril
anak ngerasa paling beban hidupnya ,tapi saat mereka ada kebutuhan tetep aja orang tua yg diharepin.
tapi apa setelah mereka bahagia mereka lupa memberi kebahagiaan orang tua nya🤧
2024-07-29
0
Aysana Shanim
Kek si Leo sama maya ya jadinya. Bedanya mereka mah sama sama doyan 😅
2024-06-18
0
☠︎︎⏤͟͟͞R°คɳ꒐ηძ𝐙⃝🦜
modus kan maneh mah noah 🙃
2023-06-28
2