Luna
Pagi-pagi sekali aku sudah siap berangkat ke kampus. Barang-barang yang aku packing semalam juga aku bawa. Rencananya, kekasihku Noah, akan datang menjemput dengan mobil miliknya.
Noah adalah kekasih yang sudah setahun ini aku pacari. Mama dan Papa juga sudah kenal karena Noah sering mengantar jemputku kuliah. Noah berasal dari keluarga dengan perekonomian yang lumayan mapan. Keluarganya harmonis tidak seperti keluargaku yang selalu ribut.
Sambil menunggu kedatangan Noah, aku menyeret koper milikku keluar dari kamar. Pemandangan berbeda kulihat di meja makan. Mama yang biasanya masih tertidur lelap kini sudah terbangun dan bahkan sudah menyiapkan sarapan untukku. Hal yang sangat langka sekali. Basanya aku hanya sarapan dengan roti tawar yang terkadang satu bungkus pun tak habis aku makan sendiri selama beberapa hari.
"Sarapan dulu, Luna!" kata Mama.
Mau tak mau aku menurut. Aku menghargai usaha Mama yang sudah membuatkanku nasi goreng. Kutinggalkan koper milikku di depan kamar dan duduk di kursi makan.
Mama menuangkan nasi goreng untukku di atas piring putih. Salah satu piring di antara beberapa piring yang masih tersisa, yang lain sudah pecah akibat pertengkaran Mama dan Papa.
Mama juga menuangkan nasi goreng untuk dirinya sendiri. Kami duduk dan makan dalam diam. Aku tahu Mama menunggu waktu yang pas untuk memulai percakapan denganku. Pasti ingin membujukku agar mengubah keputusanku yang ingin kost.
"Mama tahu selama ini Mama terlalu sibuk. Mama bahkan jarang bertemu kamu. Saat kamu tidur, Mama baru pulang kerja, begitu pun sebaliknya, saat kamu berangkat kuliah, Mama masih tidur. Mau bagaimana lagi, Papa sudah lama tidak rutin memberi Mama nafkah. Semua uangnya untuk istri sirinya. Kamu masih beruntung, kadang kamu dikasih uang sama Papa karena hanya kamu anak Papa satu-satunya, namun tidak dengan Mama,"
"Untuk memenuhi kebutuhan hidup, Mama terpaksa harus bekerja sampai larut malam. Mama sudah tidak muda lagi, daya saing di kantor semakin ketat. Kalau Mama tidak bekerja lebih loyal, Mama akan kalah dengan yang lebih muda dan pintar. Karena itulah Mama bekerja sampai malam terus."
Mama menyudahi makannya. Beliau menaruh alat makannya lalu menggenggam tanganku dengan tatapan penuh harap. "Luna, maukah kamu merubah pikiran kamu untuk kost? Temani Mama di rumah ini. Hanya kamu penyemangat Mama dalam bekerja. Meski Mama hanya melihat kamu tertidur saat Mama pulang kerja, itu sudah cukup bagi Mama."
Aku menarik tanganku sambil menggelengkan kepala dengan tegas. "Maaf, Ma, keputusan Luna sudah bulat. Ma, Luna sudah lama memutuskan ini. Luna lelah terus melihat Mama dan Papa bertengkar tiap hari. Luna capek dengan sikap Mama yang tak mau bercerai dari Papa dan membiarkan Papa bersenang-senang di atas penderitaan Mama. Belum lagi Luna harus mendengar barang-barang kita yang pecah karena sikap tempramen Papa. Luna mau hidup Luna tenang, Ma. Biarkan Luna tinggal di kostan. Luna mau fokus belajar, Ma."
Mata Mama mulai berkaca-kaca. Mama menggunakan senjatanya andalannya untuk membuatku berubah pikiran. Percuma saja, keputusanku sudah bulat tak akan bisa digoyahkan lagi. "Please, Lun ..."
"Maaf, Ma. Aku tak akan berubah pikiran lagi. Mama tenang saja, aku akan sering menengok Mama kok. Ya ... tidak sering sih tapi aku usahakan pulang sebulan sekali." Aku tahu ucapanku semakin menyakiti hati Mama. Aku egois dan hanya mementingkan perasaanku saja. Mau bagaimana lagi, aku capek dengan keluargaku.
Mama menghapus air mata yang tak kuasa ia bendung. Beliau berusaha menegarkan dirinya. Kulihat Mama menarik nafas dalam dan menghembuskannya perlahan. "Baiklah jika itu keputusanmu. Ingat Lun, kamu harus jaga diri baik-baik. Jangan lupa sholat, karena sholat yang melindungi kamu dari segala perbuatan keji dan godaan dunia," nasehat Mama.
Aku memutar bola mataku dengan malas. Mama yang rajin sholat saja tidak membuat hidupnya bahagia, malah ditinggalkan Papa. Apa sholat menjamin hidupku jadi lebih baik?
Suara mesin mobil yang berhenti di depan rumah membuatku menoleh ke arah pintu. Ya, Noah kekasih hatiku sudah datang. Ia menjemputku dan akan membawaku pergi dari rumah yang gersang ini. "Noah sudah jemput, Ma. Aku pergi dulu."
"Noah tidak turun dulu, Lun? Ajak dia sarapan," kata Mama.
"Tak perlu, Ma. Kami ada kuliah pagi. Takut jalanan macet nanti malah telat masuk kelasnya." Kuulurkan tanganku untuk salim pada Mama yang terlihat berat melepasku. "Aku pergi, Ma."
Aku menyeret koperku sampai ke depan. Mama terus mengikutiku dalam diam. Tatapan matanya terus membuatku luluh dan berharap aku mengurungkan niatku untuk meninggalkannya.
Noah turun dari mobil dan salim pada Mama. Kekasihku itu sangat sopan dan hormat sama Mama. Itu yang membuatku sangat mencintainya dan beruntung bisa memiliki kekasih sebaik Noah.
"Noah, Tante titip Luna ya. Jaga dia!" pesan Mama.
Aku memanyunkan bibirku. Aku sudah besar namun Mama masih memperlakukanku layaknya anak kecil.
"Iya, Tante. Kami berangkat dulu ya, Tante." Noah pamit pada Mama lalu membukakan pintu mobil untukku.
Koperku sudah Noah taruh di bagasi mobilnya. Saat aku hendak naik ke mobil, kurasakan tatapan Mama terus tertuju padaku. Aku tak berbalik badan, takut berubah pikiran melihat Mama yang pasti sedang menangis.
"Lun," ucap Mama pelan.
Aku memejamkan mataku sejenak lalu akhirya terpaksa berbalik badan dan melihat ke arah Mama.
"Jaga diri baik-baik!"
Aku menjawab dengan anggukan. Kututup pintu mobil dan kami pun pergi meninggalkan Mama. Kulirik dari kaca spion dan melihat Mama sedang menghapus air matanya. "Maaf, Ma. Luna tak berniat menyakiti Mama. Luna hanya ingin hidup dengan tenang," kataku dalam hati.
"Sudah, jangan nangis terus. Kamu sudah dewasa, Sayang. Kamu bebas menentukan hidup kamu. Toh kamu bukan kabur dari rumah dan tak akan kembali. Kamu hanya kost dekat kampus saja. Kalau Mama kamu mau menengok kamu, tak sampai dua jam sudah sampai. Jangan terlalu mendramatisir keadaan," kata Noah.
Kutatap kekasih hatiku yang tampan. Ya, Noah memang tampan. Aku tak menyangka kalau lelaki tampan ini bisa jatuh hati pada gadis sepertiku. Salah satu keberuntungan dalam hidupku adalah memiliki Noah, lelaki baik dan tampan yang banyak disukai para mahasiswa di kampusku.
"Iya. Kamu benar. Aku kost karena ingin hidupku tenang. Semoga aku betah ya di kostan baru."
Noah tersenyum dan mengusap rambutku dengan lembut. "Betah, pasti betah. Aku akan temani kalau kamu bosan. Oh iya, kamu ambil kostan yang memperbolehkan laki-laki untuk main bukan?"
Aku mengangguk, kemarin memang hanya kostan ini yang kosong, sisanya penuh. "Iya. Tak apa lebih mahal sedikit tapi kostannya nyaman dan tidak terlalu ketat."
"Bagus. Nanti kita bisa kerjakan tugas kampus bareng ya!" Noah tersenyum senang.
"Iya." Aku tersenyum senang membayangkan kehidupanku yang baru. Kehidupan yang bebas dari pertengkaran kedua orang tuaku. Aku pasti akan lebih bahagia nanti, iya 'kan?
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Tati st🍒🍒🍒
aku mampir lagih nih
2024-08-02
0
lucky gril
untung bacanya sudah ending ,ngga emosi😅
2024-07-29
1
Gamar Abdul Aziz
astaqfirullahaladzim
2024-07-27
0