Toxic Love

Toxic Love

Butuh Ketenangan

Luna

"Kamu tuh yang tidak pernah peduli dengan rumah tangga ini! Apa kamu pernah peduli dengan anak kita Luna?" Suara Papa terdengar kencang sampai menembus dinding kamarku.

"Loh, aku pergi kerja, Mas. Cari uang untuk biaya anak kita sekolah. Mas lupa, Luna sudah semester akhir kuliah? Siapa yang akan membayar biaya semesternya kalau aku tidak bekerja?" balas Mama yang tak mau kalah.

"Kamu pikir aku tak mampu membiayai anakku? Jangan sok kamu jadi perempuan, mentang-mentang punya karir bagus, sok merasa paling hebat. Kamu tuh harus nurut sama suami, bukan malah bekerja sampai lupa waktu!" Papa makin marah saat Mama menjawab perkataannya.

"Ya, kamu memang mampu. Bahkan kamu mampu membiayai simpanan kamu. Kalau bukan aku yang bekerja sampai lupa waktu, bagaimana nasib kuliah anak kamu? Mau dia putus sekolah? Setidaknya aku keluar rumah untuk bekerja, bukan untuk mencari janda kampung sebelah yang mau dinikahi siri!" balas Mama lagi.

Aku menghela nafas dalam. Tugas kuliahku menumpuk. Aku butuh ketenangan namun bukan ketenangan yang kudapat, aku malah mendengar kedua orang tuaku bertengkar hebat.

Kuambil earphone dan menutup telingaku dengan musik kencang. Berpura-pura tak tahu pertengkaran yang terjadi di rumah mungil kami. Suara Mama dan Papa saling adu argumen yang berujung dengan suara piring pecah dan barang jatuh lainnya.

Hatiku pilu mendengarnya. Mama nanti akan menangis lama dan Papa akan pergi. Ya, pergi.

Semua masalah dalam keluargaku bermula saat Papa mulai berulah. Papa hobby menggoda para janda di kampung sebelah. Pekerjaan Papa yang lebih sering berada di lapangan membuat jiwa centilnya mudah tersalurkan.

Papa mulai lupa dengan keluarga. Ia asyik dengan istri yang dinikahinya secara siri. Terpaksa Mama yang bekerja lebih keras untuk membiayaiku.

Aku menaruh earphone saat suara bertengkar kedua orang tuaku sudah tak terdengar lagi. Aku berjalan keluar kamar dan melihat rumah sudah bak kapal pecah. Papa sepertinya habis menendang meja ruang tamu. Serpihan kaca dari vas bunga yang pecah kini berantakan di lantai, sudah menjadi tugasku untuk membereskannya.

Aku pergi ke dapur dan mengambil sapu. Kubersihkan kekacauan yang dibuat Papa lalu mengambilkan segelas air hangat untuk Mama. Yang dibutuhkan Mamaku adalah waktu sendiri untuk menangis, jadi saat tangis Mama sudah tak terdengar aku baru masuk ke dalam kamarnya dan membawakannya minum.

"Ma, Luna masuk ya!" kataku setelah mengetuk pintu kamar Mama.

"Iya," jawab Mama dengan suara serak.

Kamar Mama gelap, sengaja Mama menangis dalam gelap agar tak ada yang melihatnya dalam keadaan lemah. Aku menyalakan lampu kamar dan melihat Mama sedang duduk di lantai bersandarkan tempat tidurnya yang terbuat dari kayu jati. Salah satu pemberian Papa saat mereka menikah dulu. Tempat tidur itu masih terlihat kokoh, meski rumah tangga Mama dan Papa kini rapuh.

Tisu bekas menyeka air mata dan ingus Mama bertebaran di lantai. Ini juga tugasku untuk membersihkannya. Kuberikan air minum yang kubawa untuk Mama. "Minum dulu, Ma."

Mama menerima air minum yang kuberikan dengan tangan gemetar. Mata Mama bengkak karena menangis lama.

Kupunguti tisu bekas Mama dan memasukkannya dalam kantong plastik yang kubawa dari dapur. Aku sudah hafal adegan ini. Sudah bosan malah karena terus menerus terulang lagi.

"Kenapa Mama tidak bercerai saja sih dengan Papa? Memangnya Mama bahagia hidup dengan status pernikahan tapi hanya status semata? Mama tidak lelah dengan semua ini?" Aku beranikan diri mengatakan hal yang selama ini aku pendam.

Aku lelah. Aku capek. Aku bosan melihat adegan seperti ini terus. Aku iri melihat teman-temanku yang dengan bangga menceritakan kisah kedua orang tuanya yang sedang liburan bareng. Aku sebal saat teman-temanku menunjukkan foto bersama kedua orang tuanya sambil tersenyum lebar.

Keluargaku tidak utuh. Mereka masih bersama padahal terus saling menyakiti. Semua hanya topeng. Aku muak dengan semua ini.

"Andai Mama bisa melakukannya, Luna," jawab Mama dengan tatapan mata yang kosong.

"Kenapa Mama tak bisa? Mama takut diomongin sama keluarga Eyang? Ma, percaya deh, sekarang juga mereka suka membicarakan Mama dan Papa di belakang kalian. Jangan pura-pura seakan semua ini baik-baik saja, Ma," kataku dengan kesal.

"Mama juga ingin tapi tak bisa, Luna. Tak ada satu pun anak Eyang yang bercerai. Kalau sampai Mama melakukan hal itu, bukan hanya mencoreng nama Eyang, Mama juga bisa membuat Eyang jatuh sakit!" kata Mama penuh emosi.

Aku menghembuskan nafas kesal. Mama sama saja dengan Papa. Sudah tahu saling menyakiti tapi tak mau melepas. Bodoh. Toxic sekali hubungan mereka.

"Terserah Mama saja deh. Aku capek nasehatin Mama terus. Aku tak bisa konsentrasi belajar kalau Mama dan Papa selalu bertengkar seperti ini. Aku mau kost saja. Kebetulan di dekat kampus ada kostan kosong. Aku mau fokus kuliah, Ma. Aku sudah semester akhir. Aku mau cepat selesai kuliah dan bekerja agar Mama tidak pulang malam terus dan diomeli Papa." Keputusan untuk kost memang sudah lama aku pikirkan namun aku masih memikirkan keadaan Mama. Siapa yang menjaga Mama kalau aku tinggal?

Saat Mama masih keras kepala mempertahankan rumah tangganya setelah Papa melakukan semua ini padanya, aku bisa apa? Sama saja Mama dan Papa. Biar mereka yang selesaikan masalah mereka, tugasku hanya menyelesaikan kuliahku dan berhenti jadi beban Mama.

"Kenapa harus kost sih, Luna? Kamu tak mau menemani Mama tinggal di rumah ini? Papa kamu saja tak mau tinggal di sini, kenapa kamu jadi ikut-ikutan meninggalkan Mama?" Mama memegang lenganku, berusaha membujukku agar mengurungkan niatku untuk kost.

"Aku sudah bilang, Ma. Aku mau fokus kuliah. Papa tadi transfer aku untuk uang jajan. Aku rasa cukup untuk biaya kost selama enam bulan. Uang jajan dari Mama bisa aku pakai untuk uang makan. Biarkan aku menyelesaikan kuliahku dengan cepat, Ma. Aku tak mau jadi benalu terus dalam rumah tangga kalian," kataku dengan pedas.

"Kamu tak pernah jadi benalu, Nak. Kamu anak Mama. Mama akan berusaha sekuat tenaga untuk membiayai kamu. Kalau kamu kost, siapa yang mengawasi kamu?"

Cih, mengawasi. Alasan macam apa itu?

"Memangnya selama ini Mama mengawasiku? Bukankah Mama selalu pulang lewat dari tengah malam dan tertidur di saat aku sudah berangkat kuliah? Ma, kita saja satu rumah jarang bertemu, bagaimana cara Mama mengawasiku? Sudahlah, Ma, aku bisa jaga diri. Aku sudah besar. Pokoknya Luna mau kost. Besok, Luna akan berkemas untuk pindah ke kostan." Aku berdiri dan meninggalkan Mama yang masih ingin berdiskusi denganku. Tak perlu. Untuk apa?

Aku pergi ke kamar dan mengunci pintu. Kurapikan barang-barangku untuk kubawa pindah besok. Ya, untuk apa tinggal di rumah yang selalu terdengar suara ribut dan tak ada ketenangan? Setidaknya aku bisa fokus belajar jika aku tinggal di kostan.

Kuambil ponsel milikku dan mengirimkan pesan pada kekasihku, Noah. "Sayang, aku jadi pindah ke kostan. Besok bantu aku bawa barang-barang ya?"

****

Hi semua! Ketemu lagi dengan karyaku yang kesekian. Kali ini aku mau mengangkat kisah yang terinspirasi dari kisah nyata. Kisah yang terjadi di sekitar kita. Banyak adegan dewasa, mohon bijak menyikapinya, yang baik dijadikan pelajaran dan yang buruk jangan ditiru ya. Selamat menikmati karyaku, selalu dukung aku dengan like, komen, vote, add favorit dan kopi yang banyak 🥰🥰🥰

Terpopuler

Comments

Aysana Shanim

Aysana Shanim

Aku mampir kesini kak 😊

2024-06-18

0

Jumria Jumi

Jumria Jumi

karyamu thor selalu yg terbaik, aku suka

2023-07-21

1

Fani Tsao

Fani Tsao

😉

2023-07-04

0

lihat semua
Episodes
1 Butuh Ketenangan
2 Tak Akan Berubah Pikiran
3 Kostan Baru
4 Es Teh Manis dan Jaket
5 Ariel dan Noah
6 Noah Selalu Ada
7 Pembuktian Cinta
8 Hubungan Terlarang
9 Tawaran Pekerjaan
10 Kebohongan Ariel
11 Transferan Dari Noah
12 Kedatangan Mama
13 Mama Sayang Padaku
14 Noah yang Marah
15 Membujuk Noah
16 Luna Milikku!
17 Pil KB
18 Jajan di Malam Hari
19 Gosip di Group Kelas
20 Liburan Seru
21 Mitos
22 Ancaman Papa
23 Kostan Baru
24 Teman Baru
25 Kisah Hidup Tedjo
26 Pertengkaran Tedjo dan Wulandari
27 Keberanian Wulandari
28 Memperbaiki Semuanya
29 Kita Ini Mirip
30 Kamu Mau Menikahi Aku?
31 Perubahan Baru
32 Penawaran Gratis
33 Obsesi Ariel
34 Sebuah Pengkhianatan
35 Kamu?
36 Sahabat Sebenarnya
37 Menyadari Kebodohan Yang Mendarah Daging
38 Mengelak
39 Putus
40 Super Rina
41 Kesehatan Mental Itu Lebih Penting
42 Putusan Sidang Cerai Mama
43 Persidangan Kedua
44 Toxic Family
45 Pekerjaan Baru
46 Lembur
47 Orang Baik
48 Bidadari Tanpa Selendang
49 Saling Melirik
50 Gadis Bodoh-1
51 Gadis Bodoh-2
52 Mencoba Memaafkan
53 Canggung
54 Rumah yang Nyaman
55 Kang Galon
56 Dalam Gendongan Kang Galon
57 Sisi Lain Azizah
58 Sikap Tegas Bahri
59 Orang Toxic Ada Di Sekitar Kita
60 Tak Mati Rasa Lagi
61 Seblak Mang Rapael
62 Akibat Pergaulan Bebas
63 Luna- War
64 Membuat Kesal
65 Berhenti Meminta Maaf
66 Masa Lalu Bahri
67 Pacar?
68 Terlalu Cepat
69 Bahri yang Dewasa
70 Bertemu Baby
71 Saingan Berat
72 Meyakinkan Mama
73 Bahri Patut Diperjuangkan
74 Menjenguk Ariel
75 Kamar Kotor
76 Semua Demi Uang
77 Panik
78 Resiko
79 Masa Lalu Bak Sampah
80 Berubahnya Rasa Kagum
81 Lelaki Dewasa
82 Berpisah
83 Meredam Kemarahan
84 Meminta Restu Papa
85 Acara Lamaran
86 Sabar Untuk Sesuatu Yang Indah
87 Tak Sabar
88 Hadiah Pak Rezvan
89 Malam Pertama
90 Binar Mentari Dahayu
Episodes

Updated 90 Episodes

1
Butuh Ketenangan
2
Tak Akan Berubah Pikiran
3
Kostan Baru
4
Es Teh Manis dan Jaket
5
Ariel dan Noah
6
Noah Selalu Ada
7
Pembuktian Cinta
8
Hubungan Terlarang
9
Tawaran Pekerjaan
10
Kebohongan Ariel
11
Transferan Dari Noah
12
Kedatangan Mama
13
Mama Sayang Padaku
14
Noah yang Marah
15
Membujuk Noah
16
Luna Milikku!
17
Pil KB
18
Jajan di Malam Hari
19
Gosip di Group Kelas
20
Liburan Seru
21
Mitos
22
Ancaman Papa
23
Kostan Baru
24
Teman Baru
25
Kisah Hidup Tedjo
26
Pertengkaran Tedjo dan Wulandari
27
Keberanian Wulandari
28
Memperbaiki Semuanya
29
Kita Ini Mirip
30
Kamu Mau Menikahi Aku?
31
Perubahan Baru
32
Penawaran Gratis
33
Obsesi Ariel
34
Sebuah Pengkhianatan
35
Kamu?
36
Sahabat Sebenarnya
37
Menyadari Kebodohan Yang Mendarah Daging
38
Mengelak
39
Putus
40
Super Rina
41
Kesehatan Mental Itu Lebih Penting
42
Putusan Sidang Cerai Mama
43
Persidangan Kedua
44
Toxic Family
45
Pekerjaan Baru
46
Lembur
47
Orang Baik
48
Bidadari Tanpa Selendang
49
Saling Melirik
50
Gadis Bodoh-1
51
Gadis Bodoh-2
52
Mencoba Memaafkan
53
Canggung
54
Rumah yang Nyaman
55
Kang Galon
56
Dalam Gendongan Kang Galon
57
Sisi Lain Azizah
58
Sikap Tegas Bahri
59
Orang Toxic Ada Di Sekitar Kita
60
Tak Mati Rasa Lagi
61
Seblak Mang Rapael
62
Akibat Pergaulan Bebas
63
Luna- War
64
Membuat Kesal
65
Berhenti Meminta Maaf
66
Masa Lalu Bahri
67
Pacar?
68
Terlalu Cepat
69
Bahri yang Dewasa
70
Bertemu Baby
71
Saingan Berat
72
Meyakinkan Mama
73
Bahri Patut Diperjuangkan
74
Menjenguk Ariel
75
Kamar Kotor
76
Semua Demi Uang
77
Panik
78
Resiko
79
Masa Lalu Bak Sampah
80
Berubahnya Rasa Kagum
81
Lelaki Dewasa
82
Berpisah
83
Meredam Kemarahan
84
Meminta Restu Papa
85
Acara Lamaran
86
Sabar Untuk Sesuatu Yang Indah
87
Tak Sabar
88
Hadiah Pak Rezvan
89
Malam Pertama
90
Binar Mentari Dahayu

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!