Fedrick, Lara dan kedua pria itu sangat terkejut dengan kehadiran pemuda berambut hitam tersebut.
Pilar api yang tadinya menyala dengan kuat dan tinggi tiba-tiba padam. Tidak mempedulikan semua yang menatapnya, pemuda itu membalikkan wajah ke arah sang gadis. "Kau tak apa-apa?" tanyanya dengan suara datar.
Gadis berambut emas itu tersenyum lebar, sinar ketakutan di mata hijaunya segera sirna begitu melihat sang pemuda, "Aku tidak apa-apa, Apel. Tapi, mereka..." kedua matanya terarah pada Fedrick dan Lara.
"Siapa kau?" tanya salah satu pria berbaju hitam kepada pemuda yang muncul tiba-tiba tersebut.
Apel, pemuda itu hanya diam membisu.
"Siapa kau?" tanya pria itu lagi dengan penuh kemarahan karena tidak mendapatkan jawaban.
Apel tidak mempedulikan kemarahan pria tersebut. Membalikkan wajah menatap kedua pria di depan, dia membuka mulut. "Tinggalkan tempat ini sekarang juga."
"Apa katamu?" balas pria satu lagi.
"Aku bilang tinggalkan tempat ini sekarang juga. Aku tidak akan mengulang kataku lagi." Nada suara Apel tidak berubah sama sekali; tenang dan datar.
Mendengar ucapan Apel, kedua pria tersebut bergerak menyerang dengan penuh kemarahan. Namun, dengan cekatan juga, dia menghindari serangan mereka sambil membopong gadis di sampingnya itu.
Fedrick, Lara dan kedua pria tersebut kembali terkejut dengan apa saja yang baru terjadi. Mata pemuda tersebut ditutup kain, yang berarti, dia sama sekali tidak dapat melihat. Tapi, bagaimana dia dapat menghindari semua serangan yang ditujukan kepadanya dengan mudah?
Apel meloncat menjauhi kedua pria tersebut. Saat mendarat beberapa meter jauhnya dari kedua penyerang, dia menurunkan gadis berambut emas tersebut. "Tunggu di sini dan jangan bergerak."
Gadis itu mengangguk kepala begitu mendengar perintah Apel.
Perlahan, Apel berjalan ke arah kedua pria berpakaian hitam tersebut. Tidak membuang waktu, salah satu pria segera membuat lingkaran sihir berwarna biru kehijauan muncul dan membacakan mantra sihir. Dari dalam lingkaran sihir tesebut, serpihan es meluncur dengan cepat ke arah Apel.
Namun, saat serpihan es itu akan menyentuh Apel, dia segera mengangkat tangan kanannya membuat sebuah lingkaran sihir berwarna merah. Membacakan mantra, dinding api muncul melindunginya dari serangan tersebut.
Mata Fedrick, Lara dan kedua pria tersebut terbelalak tidak percaya. Kecepatan pemuda itu saat membuat lingkaran sihir sangat luar biasa, begitu juga dengan pelafalan mantra sihirnya.
Tidak mempedulikan reaksi terkejut mereka, Apel bergerak menuju pria yang tadi menyerangnya dengan sihir. Pria tersebut berusaha menghindar serangan. Namun, dia tidak berhasil menghindari; serangan Apel terlalu cepat. Dia terjatuh sambil memegang perut saat Apel meninjunya.
Begitu melihat temannya jatuh, pria satu lagi bergerak ke arah Apel. Apel memalingkan wajah menghadap pria tersebut. Dia mengangkat tangan kanan dan membuat lingkaran sihir berwarna merah. Membacakan mantra, sebuah bola api muncul.
Apel melemparkan bola api tersebut kepada pria yang menyerangnya. Pria itu memang berhasil menghindar. Hanya saja, begitu dia sadar, Apel telah berdiri di belakangnya. Gerakan pemuda berambut hitam yang begitu cepat benar-benar membuatnya kewalahan dan tidak percaya.
Apel menendang pria tersebut hingga terpental ke samping temannya. Kedua pria tersebut berusaha bangkit. Namun, baru mengangkat wajah, Apel telah berdiri di depan mereka.
"Ini adalah kesempatan terakhir kalian—pergi dari sini." Suara Apel cukup pelan, namun sekaligus juga sangat dingin.
Perasaan takut menyerang kedua pria itu. Mereka tidak tahu mengapa, tapi suara dingin yang mereka dengar membuat mereka mesakan kengerian yang tersembunyikan. Pemuda yang ada di hadapan mereka sekarang bukanlah orang biasa dan sangat—berbahaya.
Bangkit dengan cepat, kedua pria tersebut segera melarikan diri meninggalkan Apel dan yang lainnya. Saat kedua pria itu telah menghilang dari pandangan, gadis berambut emas itu segera berlari ke arah Apel dan memeluknya dengan erat.
"Lepaskan aku, bodoh." Perintah Apel datar.
"Aku kan mengkhawatirkanmu." Protes gadis itu semakin mengeratkan pelukan yang ada. Ekspresi khawatir memenuhi wajah cantiknya.
"Kau pikir aku akan kalah melawan mereka? Kau memang bodoh."
Mendengar ucapan Apel, gadis itu melepaskan pelukannya. Kekhawatiran dia wajahnya berubah menjadi kesal. "Namaku bukan bodoh, Apel."
"Aku cuma memanggil 'Bodoh' pada orang bodoh. Tidak ada salah, kan?" balas Apel lagi dengan cuek.
"Apel!" teriak gadis itu penuh kemarahan.
Fedrick dan Lara hanya diam melihat perdebatan kedua orang tersebut. Namun tiba-tiba gadis berambut pirang itu berhenti berdebat. Tersadar dengan keberadaan mereka, dia segera berjalan mendekat. "Kalian tidak apa-apa?" tanyanya pelan.
"Terima kasih. Kami tidak apa-apa" Jawab Fedrick sambil membantu Lara berdiri.
"Tunggu sebentar! Kau terluka." Gadis berambut emas itu sedikit panik begitu melihat luka di wajah Lara.
"Tidak apa-apa, ini hanya luka kecil." Balas Lara cepat. Luka di wajahnya adalah luka akibat ditinju oleh penyerang mereka tadi. Luka itu akan sembuh dengan alami beberapa hari kedepan.
Gadis berambut emas itu tidak mempedulikan jawaban Lara. Perlahan, dia mengangkat tangan kanannya mendekati wajah Lara. Namun, tangan Apel tiba-tiba menghentikan tangan tersebut.
"Apel?" kebingungan, gadis itu menatap Apel.
Apel tidak mengatakan sepatah katapun, pemuda itu hanya menggeleng kepala.
"Kenapa?" tanya sang gadis tersebut semakin bingung.
"Ini bukan urusan kita."Jawab Apel.
"T-tapi..."
"Dengarkan aku." Suara Apel tetap datar, tapi terdengar jelas tidak ada kesempatan bagi gadis berambut emas itu untuk melawan.
Dengan wajah cemberut, gadis itu kemudian mengangguk kepala. Terlihat jelas dia tidak suka, tapi dia tidak melakukan apapun lagi.
Fedrick dan Lara yang melihat dan mendengar pembicaraan dua orang di depan tidak mengucapkan sepatah katapun. Mereka berdua tahu, dari gerak gerik gadis berambut itu, sepertinya dia bermaksud menggunakan sihir untuk menyembuhkan luka di wajah Lara, tapi Apel, pemuda berambut hitam itu tidak mengijinkannya.
Fedrick kemudian membuka mulut. "Tidak apa-apa," ujarnya sambil tersenyum. "Aku juga bisa menggunakan sihir penyembuh."
Mengangkat tangan kanan dan membuat lingkaran sihir berwarna putih, Fedrick kemudian membacakan mantra untuk menyembuhkan luka di wajah Lara.
Lara tetap diam membisu dan tidak mengucapkan terima kasih pada Fedrick walau luka di wajahnya telah menghilang. Mata hitamnya terarah pada gadis berambut emas yang tersenyum bahagia saat melihat sihir Ferdrick.
"Syukurlah," tertawa, mata hijau gadis berambut emas itu berbinar indah. "Kau tidak merasa sakit lagi, kan?"
Lara merasa bingung dengan pertanyaan gadis tersebut, dia tidak mengerti, kenapa dia terlihat bagitu bahagia saat lukanya sembuh?—padahal mereka adalah orang asing.
Dengan senyum yang masih ada di wajah, gadis berambut emas itu kemudian menatap Fedrick. Bertepuk tangan, dia tertawa. "Sihirmu hebat sekali! Lukanya sembuh tanpa bekas."
"T-terima kasih.." Ujar Fedrick terbata-bata karena pujian yang didapatkannya. Sihirnya sama sekali bukan sesuatu yang spesial, tapi gadis itu memujinya dengan begitu antusias.
"Rue," tawa gadis itu ceria. "Namaku, Rue."
......................
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments