Suara air hujan yang jatuh ke dalam ember membangunkan Winda yang sedang tidur nyenyak.
Ia melihat jam dinding di kamarnya ya masih menunjukkan pukul dua pagi.
Karena di beberapa kamarnya sudah banyak yang bocor jika hujan tiba Ia harus menaruh ember atau wadah lain agar tidak banjir.
Padahal Ia baru saja bermimpi tentang kedua orang tuanya dan David mantan pacarnya.
Yang Winda alami bukan hanya sekedar mimpi yang fisik tetapi itu adalah kehidupannya sembilan belas tahun yang lalu.
Masa itu adalah masa-masa terindahnya. Ayah dan ibu masih hidup, Winda masih tinggal nyaman di rumahnya yang besar dan memiliki pacar yang tampan.
Tapi sekarang kondisi Winda berbanding terbalik 180 derajat.
Ia hanya seorang pramusaji di restoran chinese di daerah kota.
Yang dulunya ia tinggal di rumah yang besar sekarang Ia hanya sanggup mengontrak dikontrakkan kumuh yang selalu bocor ketika hujan seperti hari ini.
Jangan kan memiliki pacar yang tampan, ia harus merasakan kesepian karena menghadapi kehidupannya yang suram.
Kehidupan Winda berubah 180 derajat setelah kedua orang tuanya meninggal dunia dalam sebuah tabrakan mobil.
Hari itu seperti biasanya Winda pulang ke rumah diantar oleh David pacarnya.
Mereka berdua bahkan sempat mampir ke warung bakso langganan mereka sebelum pulang ke rumah Winda.
Kedua orang tua Winda sedang dalam perjalanan dari Bandung karena mengurus beberapa pekerjaan Ayah.
Belum sampai ke depan rumah, Winda melihat banyak orang yang memenuhi rumahnya.
Tidak ada firasat apapun, Ia turun dari motor lalu masuk ke dalam rumah.
Orang-orang yang berada di rumah Winda melihat ke arah Winda dengan tatapan sedih.
Winda semakin bingung dengan apa yang terjadi pada. Dengan menggandeng tangan David ia mempercepat langkahnya untuk masuk ke dalam rumah.
Di dalam rumah sudah ada Adik Ibu dan Kakak-kakak Ayah.
Mereka semua menangis membuat perasaan Winda semakin tidak enak.
Ia menjadi takut memikirkan apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Tante Nisa yang merupakan adik dari ibu langsung berjalan ke arah Winda dan memeluknya.
" Yang sabar ya sayang " Perasaan Winda menjadi tidak karu-karuan mendengarnya.
"Ada apa ini Tante?" Tante Nisa tidak menjawab pertanyaan Winda dan menangis semakin histeris.
Om John yang merupakan Kakak dari papa mencoba menjelaskan situasi ini kepada Winda.
" Kamu ikut Om dulu ke sana yuk, biar Om jelaskan semuanya "
Dengan perasaan bertanya-tanya, Winda mengikuti Om-nya menuju sudut ruang tamu.
" Mungkin berita yang akan Om sampaikan akan membuat kamu terkejut, Om tahu ini berat tapi Om harap kamu bisa bersabar menghadapi ujian ini"
Winda bahkan sudah ingin menangis walaupun belum mendengar penjelasan dari Om John.
" Sekitar tiga jam yang lalu, kedua orang tua kamu mengalami kecelakaan di puncak menuju Jakarta. Mereka berdua tidak bisa diselamatkan Winda"
Mata Winda basah dan ia tidak bisa membendung air matanya lagi.
Winda tidak bisa percaya dengan apa yang Ia dengar. Bagaimana mungkin kedua orang tuanya meninggalkannya sendirian, ia tidak siap dengan semua ini.
David menenangkan pacarnya yang sedang menangis histeris ia bisa merasakan kepedihan pacarnya itu.
Tubuh Winda sampai bergetar karena menangisi kepergian kedua orang tuanya.
Semua orang yang sedang ada di ruang tamu merasakan kepedihan Winda.
Belum sempat Winda mencerna semuanya, ia mendengar suara sirine Ambulans yang baru datang di rumahnya.
Ambulans itu membawa jenazah kedua orang tua Winda.
Kaki Winda lemas, ia tidak sanggup lagi berdiri. Rasanya sangat sesak sekali melihat jenazah kedua orang tuanya yang sudah dikafani masuk ke dalam rumah.
Winda masih tidak percaya dengan semua ini. Kemarin pagi mereka bertiga masih makan bersama.
Tidak ada tanda-tanda apapun dan semuanya berjalan normal seperti biasa. Dan kini ia harus menerima bahwa kedua orang tuanya sudah meninggal dunia.
Tangis Winda semakin histeris tak kala Ia melihat wajah kedua orang tuanya yang terlihat seperti tersenyum.
Tidak ada tanda seperti orang yang baru terkena kecelakaan. Semuanya terlihat bersih dan kedua orang tuanya Hanya seperti sedang tidur saja.
" Ayah.. ibu kenapa tega ninggalin Winda sendirian " Winda bahkan tidak bisa memeluk kedua orang tuanya karena masih menangis hebat.
Ia memukul-mukul kepalanya sendiri berharap ini semua hanya mimpi. Tapi sekeras apapun Winda memukul dirinya sendiri, ia harus menerima kenyataan jika kedua orang tuanya sudah meninggal dunia.
Om dan Tantenya membantu mengurus pemakaman kedua orang tua Winda.
Winda tidak bisa berpikir apapun, Ia larut dalam kesedihannya.
Ketika Ia melihat kedua orang tuanya dimasukkan ke dalam liang lahat setelah itu adzan berkumandang, Winda tahu ini adalah saat terakhir ia dapat melihat kedua wajah orang tuanya.
Rasanya dunia Winda hancur, ia tidak pernah merasakan sesedih ini.
Ketika kedua orang tuanya dimasukkan ke dalam liang lahat, ingin sekali Winda mengikuti kedua orang tuanya. Tapi David dan tante-tante nya menahan winda.
Malam harinya digelar pengajian di rumah Winda, selama pengajian itu berlangsung tatapan Winda kosong seolah-olah Ia tidak ada di sini.
David yang sedari tadi menemani Winda tidak bisa berbuat banyak, Winda terlalu larut dalam kesedihannya.
" Kamu mau makan dulu Beb? " Winda hanya menggeleng lemas.
" Tapi kamu belum makan loh Beb dari siang, aku suapin ya " Winda masih saja menggeleng, Ia tidak punya semangat untuk melakukan apapun.
Winda hanya ingin kedua orang tuanya hidup kembali, tapi tentu saja hal itu tidak mungkin.
Sudah tiga hari dari kepergian kedua orang tua Winda. Satu persatu keluarganya sudah pulang dan tinggallah Winda dengan David.
David Sudah menemani Winda selama empat hari di sini. Winda masih belum bisa diajak bicara, bahkan David harus menyuapi Winda jika tidak ia tidak akan makan.
David tidak tega meninggalkan Winda seorang diri. Rumah Winda terasa sangat kosong, satu-satunya suara yang mereka dengar adalah detik jam dinding di ruang tamunya.
" Kamu sebaiknya pulang beb, kasihan kamu belum istirahat nemenin aku"
" Nggak apa-apa Beb biar aku nemenin kamu melewati masa-masa ini. Aku nggak akan pernah ninggalin kamu Beb"
Walaupun sudah mencoba untuk bicara tapi tetap saja tatapan Winda masih kosong.
David sampai kebingungan harus melakukan apa agar Winda bisa merasa sedikit terhibur.
" Aku tidur duluan ya Beb, kepala aku pusing banget. Kamu tidur lagi aja di kamar aku biar aku tidur di kamera Ayah dan Ibu"
Langkah kaki Winda lunglai Ia memaksakan diri untuk sampai di kamar kedua orang tuanya.
Sudah tiga hari Winda tidur di kamar kedua orang tuanya. Winda masih bisa mencium bau orang tuanya di kamar ini. Setidaknya itu membuat Winda sedikit terobati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments