Janda usia muda

Di keheningan malam, ditemani temaram senja yang sangat indah, tengah berdiri di balkon apartemen seorang diri, Miranda Anderson. Putri satu-satunya dari Anderson pemilik Multy Strada. Ia bekerja diperusahaan sang papa sejak kepulangannya dari Nurnberg-Jerman.

Sejujurnya Miranda tidak menyukai dunia bisnis sang papa, karena merasa tidak nyaman dan hanya memusingkan kepala. Dalam benaknya, dari pada menjadi seorang pengangguran lebih baik ia bekerja sekaligus mencari jodoh agar tidak terlalu lama hidup dalam kesendirian dengan status janda pada usia muda.

Sedikit iseng Miranda mengeluarkan gawai dari saku pyama, memilih duduk di sofa balkon untuk mencari tahu tentang istri Dean yang bernama Tyas.

Mereka bisa dikatakan saling mengenal, karena Tyas merupakan teman satu sekolah ketika berada di Singapura kala itu, membuat ia mengingat siapa-siapa saja yang menjadi temannya ketika sekolah.

Jemari lentik yang tampak mulus, terus menggeser layar gawainya, mencari informasi tentang Tyas di media sosial. Benar saja, Tyas sudah merubah statusnya menjadi menikah dengan Dean. Terlihat jelas lambang 'maried' di sana, membuat Miranda hanya tersenyum tipis. Entah mengapa, ia langsung mengajukan pertemanan dengan Tyas di akun media sosial pribadinya. Hanya untuk mempererat tali silaturahmi mereka karena sudah lama tidak bertemu sebagai sesama alumni Mulity Telent Internasional School Singapura.

Sekedar iseng, Miranda mengirim pesan melalui inbox untuk Tyas ...

[Hai ... masih inget sama gue]

Pesan hanya terkirim, dan tidak dapat terlihat sudah dibaca atau belum, karena mereka belum menjalin pertemanan di sana.

Miranda tersenyum sendiri, membayangkan ciuman dengan Dean yang tidak pernah berubah, sopan, lembut dan penuh perasaan. "Agh, Dean ... kenapa sih kamu tidak pernah mau balik lagi sama aku? Sebesar itukah kecewa mu karena aku tidak setia ...?"

Kembali ia terkenang ketika hakim mengetuk palu perceraiannya tiga tahun silam. Hanya pesan singkat yang Miranda kirimkan kepada Dean.

[Aku sudah resmi berpisah dari suamiku, mau kah kamu menikah dengan ku ...]

Tanpa menunggu lama pesan langsung terbalas.

[Maaf, aku sudah menemukan tambatan hati]

Sakit, kecewa, lagi-lagi Miranda harus menelan pil pahit karena tidak menyangka bahwa Dean akan membalas pesannya dengan kata-kata yang sangat menyakitkan. "Apakah Dean benar-benar membenci aku? Sampai saat ini, ia tidak pernah memaafkan aku ..." tuturnya dalam kesendirian.

Perlahan Miranda menoleh kearah pintu lift apartemennya, karena mendengar bahwa ada tamu yang berkunjung malam ini, sehingga mengejutkan lamunannya.

Ketika pintu lift terbuka, seketika itu perasaannya berubah dari sedih menjadi bahagia yang tak terkira. Miranda melihat sosok Heru Klinikum, sahabat sekaligus kekasih hati tanpa bertanya lebih tentang kelanjutan mereka kedepannya.

Miranda berlari kecil mendekati Heru, kemudian memeluk erat tubuh pria gagah nan tampan juga gondrong dengan penuh kerinduan. "Heru!"

Dengan sigap, pria berambut ikal itu langsung berhambur mendekap tubuh Miranda yang sangat dirindukannya.

Kecupan-kecupan kecil yang keduanya berikan karena perasaan rindu, membuat Miranda enggan untuk beranjak dari gendongan pria yang selalu datang suka-suka, pergi sesuka hati.

Miranda meringkuk di pundak Heru seraya bertanya, "Lo kemana saja? Gue rindu, tahu," ia masih menghirup aroma maskulin yang sangat kontras dari tubuh Heru.

Heru ketawa karena tak kuasa menahan geli, "Gue baru nyampe tadi pagi. Terus pulang dulu ke rumah mama, mungkin besok gue akan ke Bali karena ada pemotretan di sana," titahnya membuat Miranda langsung memilih turun dari gendongan sang sahabat semasa kuliah.

Kembali Miranda menghela nafas berat, kemudian mengembungkan pipi mulusnya, "Terus lo ngapin kesini, hah? Kalau memang lo besok ke Bali, lo tidak usah datang lagi kekediaman gue! Gue tidak butuh lo!" sesalnya beranjak menuju kulkas, kemudian melanjutkan ucapannya, "Ogh ... emang ada model baru? Oya, mungkin lusa gue akan melamar menjadi badan narkotika di negeri ini. Tadi gue lihat ada beberapa informasi tentang syarat-syarat di google, jadi gue mau berhenti dari Multy Strada. Biarin deh, Beny aja yang ngurusin perusahaan papa, karena gue tidak suka dunia bisnis."

Kedua netra itu kembali saling menatap, Heru kemudian memeluk Miranda dari belakang, kembali ia mengecup lembut leher janda kembang itu dengan penuh perasaan curiga, "Tumben, kok mau-maunya lo jadi bagian nengok-nengok di negara ini? Bukankah ada baiknya lo ikut gue pemotretan, dan kita bisa menghabiskan waktu di Bali." Ia mulai menggoda sahabat sekaligus tempat persinggahannya dengan penuh kerinduan.

Miranda tersenyum nakal, membalikkan tubuhnya, menatap lekat iris kecoklatan milik Heru dengan perasaan yang sama, "Gue nggak suka daerah panas, sayang. Kalau lo mau, kita ke Medan. Gue mau ketemu sama Dean," jujurnya tanpa perasaan bersalah.

Kening Heru mengerenyit masam, ia menggelengkan kepala, mendecih karena tidak menyangka bahwa Miranda masih mengingat sang mantan masa sekolah, "Lo masih berharap sama dia? Why Mir ... come on, gue kesini buat lo. Gue rela lo apa-apain, yang penting jangan pernah lo ingat dia lagi. Move on Miranda, move on!" sesalnya dengan perasaan yang bercampur aduk.

Miranda dan Heru bukanlah pasangan kekasih, melainkan dua insan yang saling membutuhkan hingga nanti akan menemukan wanita ataupun pria yang tepat mengisi kehidupan mereka berdua.

Status Heru yang masih single, membuat dirinya merasa bahagia karena dapat melampiaskan hasratnya pada wanita yang sangat baik juga jujur seperti Miranda. Bukan sekali dua kali pria gondrong itu mendengar sahabatnya menghabiskan malam dengan pria lain selain dirinya. Akan tetapi ia berusaha untuk bertahan agar hidup mereka tidak terlalu mengikuti trend kehidupan bebas seperti orang-orang diluar sana. Heru bukanlah pria yang suka bergonta-ganti pasangan, begitu juga Miranda.

Janda muda itu justru menikah dengan seorang pria yang merupakan pilihan keluarga, ketika ia kembali ke tanah air, kemudian berpisah karena kasus perselingkuhan yang berbalas. Edan, gila, ya ... sejak saat itulah Miranda tidak pernah percaya akan namanya cinta serta kata 'pernikahan'. Baginya pernikahan itu hanya pengkhianatan yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa indahnya, karena tidak dapat dipisahkan dari perselingkuhan.

Sehingga Miranda memutuskan untuk berpisah, kemudian menjalin hubungan tanpa status dengan Heru ketika pria muda itu berada di kota metropolitan.

Heru mengecup lembut bibir Miranda yang sejak tadi tak kuasa ia bendung. Tiga minggu berpisah dari sang sahabat, membuat dirinya berambisi untuk menyelesaikan pekerjaan secara terburu-buru. Ditambah janda cantik itu tidak membalas semua pesan singkat whatsApp yang dikirim beberapa hari lalu.

Merasakan kecupan-kecupan manis Heru semakin nakal, membuat Miranda langsung memilih menghindar dari ajakan sahabatnya untuk bercinta.

"Mir, lo kenapa sih? Tidak seperti biasanya lo nolak gue, enggak rindu lo sama gue, hmm?" Ia mendekati Miranda yang sudah beranjak menghempaskan tubuhnya di sofa ruang keluarga.

"Gue kesel sama, lo! Kalau lo besok ke Bali, lebih baik selesai pekerjaan saja kesini nya! Jangan buat gue nunggu lo terlalu lama, dong. Kemaren lo tinggalin gue dengan alasan ada pemotretan di Shanghai untuk wedding, sekarang model, besok apalagi Heru Permadi!"

Tawa Heru pecah karena mendengar namanya di sebut sang teman tapi mesranya dengan penuh penegasan. Miranda selalu menyebut nama lengkapnya ketika mereka berdebat panjang seperti saat ini.

Wajah Miranda semakin kesal, ia melirik tajam kearah Heru yang selalu mendekatkan wajahnya jika sang pujaan hati dirundung kekecewaan seperti malam ini, "Kamu cantik kalau lagi ngambek, jangan ngambek terus, dong. Nanti kita enggak bisa kangen-kangenan lagi," kecupnya pada daun telinga janda muda itu.

Miranda langsung menghempaskan tubuhnya di sandaran sofa, menikmati kecupan manis yang diberikan Heru padanya. Kedua bola matanya tertutup rapat, menikmati indahnya sentuhan pria yang selama enam bulan ini mengisi hari-harinya.

Lenguhan itu lolos dari bibir merah Miranda, membuat Heru tersenyum nakal karena sudah tidak tak kuasa ingin bermain-main lama dengan sang sahabat.

"Ahh ..." Kembali dessahan itu keluar dari bibir mungil Miranda ketika perlahan Heru membuka perlahan piyama yang dikenakan sang pujaan hati.

Kembali Heru berbisik ketelinga Miranda, "Aku mencintaimu, Mir ..."

Keduanya sama-sama terlarut dalam suasana hati yang bahagia. Kata-kata cinta yang selalu di ungkapkan oleh pria yang satu tahun lebih muda darinya mampu meluluhlantakkan semua penghalang diantara mereka.

Decaapan, errangan yang menjadi rintihan penuh kerinduan membuat Heru semakin terlarut dalam permainan perasaannya.

"Ahh ..." Heru menghentak lebih dalam ketika mendengar lenguhan panjang dari bibir Miranda yang ternganga karena mencapai pelepasannya untuk kesekian kalinya.

Tubuh keduanya ambruk, nafas terasa tersengal membuat Miranda tersenyum sumringah penuh bahagia. "Aku juga menyayangi mu," ia mencium pundak Heru, kemudian beranjak menuju kamar untuk beristirahat.

Akan tetapi, bak pungguk yang masih merindukan bulan, kembali Heru menggendong tubuh ramping sahabatnya itu untuk sama-sama menjemput impian dalam suasana hati penuh kerinduan yang berbalut hasrat tanpa syarat.

***

Ditempat yang berbeda, Dean Alexander tengah duduk menikmati segelas kopi hitam buatan Tyas. Dua pasangan suami-istri itu saling bercerita tentang kegiatan sang suami yang baru kembali dari kota metropolitan dan mendapatkan penghargaan sebagai kepala cabang dalam naungan PT. Anugerah Finance.

Tyas menjelaskan seraya bertanya pada sang suami, "Bang, kalau aku melahirkan ... abang masih di Medan atau bakalan pindah lagi? Aku masih belum kuat untuk pindah-pindah kota, karena mama dan papa juga sudah menetap di sini. Jadi kita di sini saja, ya? SK aku juga baru turun tadi pagi untuk di tempatkan di Samsat Medan, bang."

Hanya senyuman tipis yang menguar disudut bibir Dean, ia mengusap lembut punggung istrinya kemudian mengecup perut buncit wanita yang tengah mengandung benihnya. "Kamu di sini saja. Kalau untuk karir abang, biarkan saja ... semua akan baik-baik saja. Toh, kamu juga tidak kesepian karena anak kita akan lahir dan kalau kita berjauhan, sudah terbiasa juga long distance."

Dengan senyuman manis, Tyas hanya mengusap lembut kepala sang suami yang sangat ia cintai sejak masa kuliah.

Tyas bukanlah seorang wanita yang betah berdiam diri tanpa memikirkan karirnya, baginya diluar rumah Dean bebas melakukan apa saja, asal tidak mengkhianati pernikahan mereka berdua, walau sesungguhnya pernikahan ini merupakan satu kesalahan.

Tak lama mereka saling bercerita dan bermain gawai masing-masing, seketika kedua bola mata Tyas terkesiap, melihat pesan singkat melalui inbox media sosialnya dari seseorang. "Miranda, agh ... ternyata dia masih ingat sama aku. Dasar bocah, tahu aja kalau aku ini kakak kelasnya, dimana dia sekarang ...?"

Dengan adanya pesan dari Miranda, Tyas langsung membalas pesan itu.

[Hai, kamu apa kabar adik kecil ... dimana posisimu saat ini? Apakah sudah kembali ke Singapura, atau justru masih stay di Jakarta]

Hanya pesan itu yang Tyas kirimkan, sambil tersenyum bahagia memandang sang suami yang sudah mulai mencintainya.

Terpopuler

Comments

Deviastryveads_

Deviastryveads_

loh kok pelepasannya udah yg kesekian kali sih kak, berasa kurang greget gitu kalo ga dijelaskan secara detail ttg anunya, tiba2 udah yg kesekian kalinya 🤦🏻‍♀️🤣🤣🤣🤣🤣

2023-04-15

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!