Ibu terjatuh karena dorongan dari tanganku, " ibu. "
Membuat aku langsung membopong tubuhnya, meletakkannya kembali pada ranjang tempat tidur, ia tiba tiba saja menangis terisak isak," Bu, maafkan Riki, ya. Riki nggak bermaksud mendorong ibu."
Aku berharap jika wanita yang sudah melahirkanku ini mengerti dan sadar, jika ia banyak melakukan kesalahan pada Sari.
"Ka-m-u se-la-lu, me-m-b-ela wa-ni-t-a i-tu dar-i pad-a i-bu-m-u sen-di-ri. "
"Bu, Riki tidak bermaksud membela Sari, Riki hanya ingin ibu sadar dengan kesalah ibu sendiri."
Farhan datang mendekat ke arahku, ia kini berbisik. " Biarkan ibu kamu tenang dulu."
Mengusap kasar wajah, setelah mendengar perkataan Farhan, aku mulai mengajak Sari keluar dari dalam ruangan ibu.
"P-u-j-a."
Setelah sampai di ambang pintu, aku kesal di buat ibu ketika ia memanggil nama Puja.
"Kamu harus tenang mas."
Mendengar perkataan istriku membuat aku sedikit lebih tenang, tak terlalu mengandalkan emosi.
"Kita beri waktu ibu untuk sendiri dulu."
Menganggukkan kepala, aku mulai menutup pintu ruangan ibu.
Kami duduk di kursi luar ruangan, " Riki."
Aku menatap ke arah wanita yang memanggil namaku. Bangkit dari tempat duduk," mau apa lagi kamu datang ke sini?"
"Riki, tolong dengarkan penjelasanku dulu!"
"Penjelasan apa lagi, sebaiknya kamu pergi dari sini. " Aku mengusir Puja, berharap jika wanita itu tak menampakan dirinya lagi dihadapanku.
"Mas, kamu harus tenang."
Sari berusaha menenangkanku, dimana tanganya terus mengusap bahuku.
"Kita dengarkan dulu penjelasan Puja. Dia mau berkata apa." Menuruti perkataan Sari, membuat aku kini mendengarkan penjelasan dari Puja.
Air mata Puja perlahan menetes, membuat aku tak sedikit pun merasa kasihan terhadapnya.
"Riki, aku minta maaf sudah memfitnah kamu, semua aku lakukan atas dasar perintah dari ibu kamu. "
"Hanya dengan minta maaf apa semua masalah selesai begitu saja."
"Lalu apa yang harus aku lakukan, agar mendapatkan kata maaf darimu. "
"Kamu harus mengakui kesalahanmu pada orang orang kantor. "
Deg ….
Puja terlihat diam membisu, sepertinya ia tak mungkin melakukan hal itu.
"Baik aku akan lakukan. "
Aku tak menyangka jika Puja akan senekat itu," Aku tunggu pembuktian dari mulut kamu itu."
Puja menganggukkan kepala, dimana ia mendengar ibu memanggil namanya.
"Pu-j-a. Di-man-a ka-m-u."
"Ibu."
Terlihat Puja menghindar dari panggilan ibu, "Aku pulang dulu, sampai ketemu di kantor. "
Farhan tiba tiba menahan Puja, dimana ia berkata, " Kamu takut?"
Puja tampak gelisah, aku yang melihatnya hanya diam. "Maaf, aku pergi. "
Farhan tersenyum, ia mengusap pelan dagunya. " Sepertinya seru juga membuat Puja ketakutan. "
Farhan mulai berpamitan untuk pulang, " Riki, aku pulang dulu, ada sesuatu yang harus aku kerjakan. "
Mengerutkan dahi, dan menjawab, " Oke, terima kasih sudah membuat Sari kembali lagi."
Farhan memperlihatkan jempol tangan nya, pergi dari hadapan kami berdua.
Jam sudah menunjukkan pukul dua belas siang, waktu dimana ibu makan.
Sari yang melihat suster membawa sebuah makanan, kini mengambil makanan itu.
"Sus, biar saya saja. "
"Apa kamu yakin?" Sari menganggukkan kepala dengan pertanyaanku. " Aku yakin mas, insyaAllah. "
"Ya sudah kalau begitu. "
Kami berdua masuk ke dalam ruangan ibu.
Perlahan kami langkahkan kaki mendekat pada ibu, dimana Sari duduk dan berkata," Bu, makan siang dulu."
Ibu sekilas menatap ke arah Sari, lalu memalingkan wajah lagi, " Bu, ayo. "
Satu suapan mulai dilayangkan Sari pada mulut ibu, namun tiba tiba.
Brakk.
Terkejut melihat tangan ibu menepis nampan berisi makanan dari tangan Sari, " I-bu ti-da-k ma-u di su-apin. Ol-e-h ka-mu. "
Aku berusaha menenangkan ibu, dimana Sari terlihat bersedih dengan perlakuan ibu.
"Ibu, memangnya kenapa dengan Sari, dia itu menantu ibu. Peduli pada ibu."
"I-bu i-ng-in di su-api-n Pu-ja. "
Mendengar kata Puja, membuat darahku seketika naik ke atas kepala, membuat urat kepala terasa berdenyut. Sampai tanpa sadar mulut ini membentak ibu.
"Puja lagi, Puja lagi. Bu, dia itu bukan siapa siapa ibu. Tolong hargai istriku Sari saat ini. " Ibu malah menangis dengan perkataan yang terlontar dari mulutku ini.
Sari kini berdiri, berusaha menenangkan aku yang sudah terbakar amarah.
"Mas, tenangkan dirimu jangan marah seperti itu."
Dadaku naik turun, napas seakan tak beraturan, " bagaimana aku bisa menahan amarahku, jika ibu terus membahas Puja. "
"Ia aku tahu itu, ibu kan sudah tua, kita harus memaklumi ibu. Walau mungkin agak susah. "
Melihat ibu masih menangis, membuat aku mendekat ke arahnya, memeluk erat tubuh wanita tua itu. " Bu, maafkan aku?"
"I-b-u i-ngin ber-te-mu Pu-ja. "
Aku melirik ke arah istriku, terlihat ia tersenyum lebar dan menganggukkan kepala.
"Iya, nanti Riki panggil Puja ke sini untuk temui ibu. "
Kedua mata berkaca kaca itu, menatap kearah wajahku, " Be-na-r ka-h it-u. "
Nada bicara ibu yang terdengar susah dimengerti membuat aku hanya menganggukkan kepala.
"Iya bu, sekarang ibu makan dulu ya sama Sari. "
Ibu malah menggelengkan kepala, " I-b-u t-i-dak ma-u di-suap-in wa-ni-ta i-tu. "
"Bu, kalau ibu tidak mau disuapin Sari, ya sudah biar suster saja. "
Aku memberikan kode pada istriku agar ia mengerti dan tak sakit hati dengan keinginan ibu. Dimana Sari pergi dari ruangan ibu dan hanya ada aku dan juga suster yang menjaga ibu saat ini. Ibu mulai membuka mulutnya lebar lebar, dimana suster kini menyuapinya makanan.
"Bu, hati ibu terbuat dari apa? Kenapa ibu tidak bisa menghargai dan menerima kehadiran Sari menantu ibu sendiri." Gumamku dalam hati, melihat ibu begitu lahap menyantap makanan di rumah sakit.
Perlahan aku bangkit dari tempat duduk, untuk menghampiri Sari istriku.
Membuka pintu perlahan, aku melihat Sari tengah mengobrol dengan seorang dokter yang begitu akrab denganya.
"Siapa dokter itu, kenapa Sari terlihat begitu nyaman dengannya?"
Berniat menghampiri Sari, tiba tiba saja.
"R-i-ki."
Ibu memanggil namaku, membuat aku mengurungkan niat untuk menghampiri Sari.
"Ada apa, bu. "
"Ka-mu, ja-nj-i ya. Ma-u b-a-w-a Pu-ja ke-s-i-ni. "
Aku memegang punggung tangan ibu, tersenyum lebar dan menjawab, " Riki janji bu, sekarang ibu istirahat dulu ya. Biar kondisi ibu semakin membaik. "
"I-ya."
Ibu mulai menurut akan perkataanku, dimana ia menutup kedua matanya untuk tidur.
Setelah tidurnya ibu.
Ceklek.
"Mas."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments