Puja membantu mendorong kursi roda ibu, ia kini membantu ibu masuk ke dalam mobil.
"Riki, ayo. kita pulang, " ucap ibu sedikit berteriak.
Aku mulai melangkahkan kaki masuk ke dalam mobil, " Riki, ibu berharap setelah pulang dari rumah sakit, kamu tetap tinggal di rumah ibu. "
Perkataan wanita tua itu membuat aku menatap ke arah kaca mobil, " Riki sekarang kan punya tempat tinggal."
"Riki, apa kamu tidak kasihan pada ibu?"
"Kasihan kenapa bu, kan ada Riri dan Puja yang mengurus ibu!"
"Riki, jangan jadi anak durhaka kamu. "
Selalu perkataan seperti itu yang dilayangkan ibu ketika aku tak menurut.
"Bu, Riki juga punya kewajiban, Riki masih mempunyai istri?"
"Istri, bukannya Sari tak pulang pulang ke rumah, apa lagi yang kamu harapkan dari dia!"
Aku mengusap kasar wajah, berusaha tak melawan perkataan wanita yang sudah melahirkanku.
Melajukan mobil, di dalam perjalanan hatiku merasa tak nyaman. Perlahan kedua mataku menatap ke arah cermin, melihat ibu tertawa bersama Puja.
Kenapa ibu begitu nyaman pada Puja, apa spesialnya wanita bernama Puja itu, perhatian Puja tak jauh berbeda seperti Sari.
"Riki, kenapa kamu tidak masuk kerja sudah beberapa hari ini?" Tanya Puja padaku, dimana aku tetap memperlihatkan raut wajah jutek.
"Kamu masih tanya kenapa aku tidak masuk kerja, coba deh kamu pikirkan kejadian kemarin!?" Pekikku pada Puja.
Ibu seakan tak senang dengan nada bicaraku saat membalas perkataan Puja.
"Pelankan suaramu, kasihan Puja dia itu wanita, " timpal ibu, membuat Puja berkata, " Tak apa bu, Riki kalau ngomong emang suka begitu. "
Aku melihat dari kaca mobil, bagaimana ibu memperlakukan Puja, wanita tua itu menggenggam punggung tangan Puja, tersenyum lebar dan berkata, " Kamu memang wanita sabar dan baik, berbeda dengan menantu ibu yang tak tahu diri itu. "
Mendengar perkataan ibu seperti itu, membuat aku menginjak rem secara mendadak.
Ibu dan Puja yang duduk dibelakang, kini berteriak ketakutan.
"Kamu ini kenapa sih, Riki, hah. Mau bikin ibu mati?"
Aku melirik sekilas kearah ibu, menjalankan mobil kembali. " Riki, kamu dengar tidak ibu bicara?"
"Iya bu, Riki dengar kok!"
Mobil kini sampai di depan rumah, aku mulai memarkirkan mobil, terburu buru keluar untuk membantu ibu duduk di kursi roda.
"Ibu hati hati. " Tak lekat aku mendengar Puja selalu perhatian pada ibu.
"Ayo kita masuk. "
Setelah mengantarkan ibu masuk ke dalam rumah, aku mulai memanggil Riri.
"Riri."
"Riri."
Berulang kali memanggil sang adik, dia tak kunjung datang, aku curiga dengan pintu yang tertutup rapat.
Perlahan mendekat dan membuka nya saat itu juga. " Astagfirullah, Riri. Apa yang kamu lakukan?"
Aku terkejut, melihat adikku tengah bercumbu dengan seorang pria di dalam kamar.
Masuk, dan memukul lelaki itu, " sialan. Kurang ajar kamu, berani hah. "
Riri berusaha menahan pukulan yang memukul wajah pria yang tak kukenal sama sekali.
"Sudah cukup kak, jangan pukul Reno. Kasihan dia."
Kesal dengan pembelaan Riri, membuat aku menjambak rambutnya, " Kasihan, gila kamu Riri. Kamu ini wanita, tak pantas berduaan dengan laki laki yang bukan mahram kamu di dalam kamar, dosa. "
Riri meringis kesakitan, dimana ibu datang menghentikan aksiku. " Riki, cepat lepaskan rambut adikmu itu. "
Karena perintah ibu, akhirnya aku melepaskan tanganku yang menjambak rambut Riri.
"Ahk, ibu. "
Riri berlari sambil memeluk kaki ibu, ia menangis, dimana aku menatap tajam ke arahnya.
"Selalu begitu, ibu terlalu memanjakan Riri, sampai Riri berani membawa lelaki ke rumah ini. Sedangkan padaku, ibu selalu mengatur dan berusaha menjauhkan aku dari kebahagiaan saat aku bersama Sari. "
"Riki, jaga ucapan kamu. "
" Kenapa bu, salah memangnya Riki mengatakan isi hati Riki sendiri. "
Riri tetap saja menangis dengan menyenderkan kepala pada kaki ibu. " Cukup, Riki."
Ibu menyuruh Puja untuk membawa Riri dan menenangkannya di dalam kamar.
"Tolong kamu tenangin dulu Riri ya, Puja."
Puja menganggukkan kepala, menurut dengan perintah ibu.
"Bu, harusnya ibu memberi Riri nasehat, jika perbuatannya itu salah. "
"Sudah, sudah. Ibu tak mau mendengar kamu mengoceh. "
Ibu kini menatap ke arah Reno, dimana lelaki itu tersenyum dan menyapa ibu ramah.
"Reno, maafkan atas ketidak_nyamanan di rumah ini ya, ibu akan menasehati Kakaknya Riri."
"Bu. Pria ini sudah melakukan perbuatan mesum dengan Riri, kenapa ibu menyambut dia dengan baik, seolah oleh perbuatan yang dilakukan Riri dan pria ini, itu wajar. "
"Diam kamu Riki. "
Aku tak mengerti dengan jalan pikiran orang tuaku saat ini, bisa bisanya perbuatan tak baik tidak dilarang sama sekali.
"Reno, kapan kapan kamu bisa main lagi kesini lagi, jadi jangan kapok ya. "
"Oke, tante. "
Ibu memberikan senyuman lebar pada pria bernama Reno itu.
"Reno, sekali lagi ibu minta maaf ya. "
"Tenang saja kok tante, Reno nggak apa apa. Ya sudah kalau begitu, Reno pulang dulu. "
"Kalau begitu hati hati di jalan ya. "
Reno sekilas menatap ke arah wajahku dengan tatapan kesal, dimana pria itu menyunggingkan bibirnya.
Setelah kepergian Reno, membuat aku mendekat pada ibu, " Bu, jangan bilang ibu menjual Riri padanya. "
Ibu menatap ke arah wajahku dengan tatapan kesal, " jangan ngaco kalau ngomong, heh. Reno itu anak orang kaya, terpandang. Dia bisa menyenangkan hati Riri adik kamu. "
Aku memukul kepalaku, tak habis pikir dengan jalan pikiran ibuku sendiri, " heh, Riki. Harusnya kamu bisa belajar kaya adik kamu, bisa dekat dengan orang orang kaya. "
"Bu, apa maksud ibu. "
"Ya kan, ibu sudah bahas dari kemarin kemarin, kamu itu cocok dengan Puja, tidak dengan Sari. "
"Jadi ibu baik itu karena orang orang yang puya banyak harta dan kaya raya?"
"Sudahlah, materialis saja kamu jadi laki, jangan kuno, milih istri kampungan, miskin. Yatim piatu, kerjaan nyusahin saja. "
"Bu, harta tak menjamin kebahagiaan. "
"Alah munafik kamu Riki, tetap saja tanpa harta dan uang kamu tidak bisa bahagia. "
Berulang kali aku mengusap kasar wajahku, menyebut istigfar, di mana wanita tua itu pergi dari hadapanku.
Aku yang masih dikuasai amarah, karena melihat Riri melakukan hal yang tidak pantas di dalam kamar. Membuat darahku seketika naik keubun ubun, mengikuti kursi roda yang didorong sendiri oleh ibu.
Terlihat Ibu langsung menghampiri Riri, dia mencoba menenangkan adik perempuanku satu-satunya. " Riri, kamu jangan nangis terus ya, ibu sudah meminta maaf pada Reno."
Riri menganggukkan kepala setelah mendengar ucapan dari ibu, sedangkan aku yang berdiri di ambang pintu kamar Ibu hanya menggelengkan kepala, berharap jika Ibu dan juga adikku sadar akan kelakuan yang mereka lakukan adalah hal yang sangat salah.
Tiba tiba saja, aku dikejutkan dengan panggilan.
"Mas."
Apa itu Sari?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments