(Riki, ibumu kejang kejang.)
Membaca pesan dari Puja, membuat aku terpaksa memarkirkan mobil.
(Ya sudah aku kesana sekarang.)
Perasaan tak karuan, setelah mendengar ibu mengalami kejang kejang, membuat aku mengurungkan niat mengejar Sari.
Menjalankan mobil dengan kecepatan tinggi, berharap jika ibu tidak kenapa kenapa.
Sampai di rumah, Puja berusaha menenangkan ibu.
"Ibu." Turun dari dalam mobil, menghampiri ibu dan langsung membopongnya saat itu juga.
"Bu, bertahan ya. "
Aku mulai membawa ibu ke rumah sakit, " semoga ibu baik baik saja."
Sampai di rumah sakit, ibu langsung ditangani dokter, aku yang tak tenang, hanya bisa mondar mandir ke sana kemari.
"Riki, kamu harus tenang."
Mendengar perkataan Puja, membuat aku membentaknya, " bagaimana aku bisa tenang, ibu masuk ke rumah sakit dan istriku pergi, semua ini gara gara kehadiran kamu, Puja."
Dengan spontan aku menyalahkan Puja terang terangan di rumah sakit, dimana orang orang saling melirik satu sama lain ke arah kami berdua.
Puja kini berdiri, menatap ke arah wajahku. "Kenapa kamu malah salahkan aku?"
Wanita dengan tubuhnya yang ramping itu, menangis terisak isak dihadapanku.
"Kenapa kamu malah menangis?" Aku bertanya dengan nada ketus, tak suka akan drama yang Puja buat buat demi mendapatkan rasa simpati dari orang orang sekitar.
Puja kembali menangis, dan sekarang tangisan semakin kencang, " Huuu, huuuh."
Semua mata melirik ke arah wajahku, dimana mereka seperti kesal padaku.
"Hey, mas, kasihan tuh istrinya malah di buat nangis."
"Dia bukan istriku, jadi kalian jangan asal menghakimi."
Dokter kini datang, memberi kabar akan keadaan ibu.
"Bagaimana keadaan ibu saya, dok?"
"Tidak apa apa, ibu anda hanya kecapean saja dan perlu banyak istirahat!"
Aku mulai bernapas lega, setelah mendengar perkataan dokter jika ibu baik baik saja, jadi tak ada gejala serius.
Dokter mempersilahkan aku untuk menemui ibu, perlahan berjalan masuk ke dalam ruangan. Wajah ibu sudah basah dengan air mata, " Riki. "
Aku mendekat dan memegang tangan ibu dengan erat, " Ibu, maafkan Riki."
Tangan ibu yang terpasang jarum infus, kini mengusap pelan kepala rambutku. " Jangan pergi, ibu kuatir dengan keadaanmu."
Puja datang, dimana ibu menyambut gadis itu dengan begitu hangat. "Ibu, gimana keadaan ibu sekarang?"
"Agak baikan. "
"Puja kuatir saat ibu mengalami kejang kejang."
"Kamu memang anak baik, terima kasih ya Puja, sudah mengkhawatirkan ibu. "
Puja menganggukkan kepala, dimana aku melihat ibu begitu nyaman dengan gadis yang bekerja di kantor bersamaku.
Aku mulai merogoh ponsel dari saku celanaku, menghubungi Sari yang entah keberadaannya ada dimana.
Beberapa kali menghubungi Sari, ia malah mematikan panggilan dariku," Ayolah angkat Sari. Kenapa kamu malah matikan terus panggilan dariku. "
Pada akhirnya aku mulai mengirim pesan pada istriku, (Sari, kamu ada dimana, ibu masuk ke rumah sakit.)
Pesan pun terkirim, aku berharap sekali jika Sari membalas atau datang ke rumah sakit saat ini juga.
Benar benar tak ada balasan sama sekali, apa Sari semarah itu dan tak mau mempertahankan rumah tangga bersamaku lagi.
Ya Allah pikiran negatif mulai merasuki otak, dimana aku berusaha tetap tenang. Walau sebenarnya hati bimbang.
"Riki, kamu kenapa?"
"Ini bu, Riki lagi menghubungi Sari, memberitahu ibu, jika ibu masuk ke rumah sakit!"
Menjawab perkataan ibu, wanita yang sudah melahirkanku itu malah berucap dengan nada tegasnya. " Sudahlah Riki, ngapain kamu mempertahankan Sari lagi, dia sekarang sudah tak peduli padamu dan pergi begitu saja."
"Bukan begitu bu, Sari hanya ingin. "
Belum perkataanku terlontar semuanya ibu malah mencuci otakku agar aku sebagai suami membenci istriku.
"Hanya ingin apa? Wanita yang baik itu tidak akan pergi keluar rumah tanpa izin dari suaminya. Sedangkan Sari dia malah pergi tanpa izin darimu, coba kamu pikirkan lagi perkataan ibu."
Aku menatap sayu ke arah ibu, lalu menjawab, " Tapi bu, Sari tidak akan pergi kalau Puja tidak membuat sebuah fitnahan. "
Ibu terlihat tak suka jika aku terus menyalahkan Puja, " Kamu selalu menyalahkan Puja, dengarkan omongan ibu baik baik. Jika istrimu benar benar menyayangimu, dia akan percaya padamu, dia tidak akan meminta cerai ataupun pergi dari rumah. "
Aku sedikit pusing mendengar perkataan ibu, perasaanku saat ini, benar benar bimbang.
"Makanya ibu menyuruh kamu menikah dengan Puja, karena dia wanita baik yang akan mencintai kamu selalu. "
Ibu terus mengagul agulkan Puja, dimana kesetiaan mulai runtuh secara perlahan lahan.
"Riki, sadar, istri yang baik akan selalu percaya dengan perkataanmu."
Ibu semakin menjadi jadi, ia terus meracuni otakku, " Bu. Stop, Sari tetap istri terbaikku. "
"Riki."
Ibu yang memanggil namaku, membuat aku berpamitan untuk pergi dari ruangannya. " Riki pergi dulu untuk menenangkan diri. "
Aku berjalan membuka pintu, dimana langkah kaki terasa lemas. Mengambil ponsel, melirik kembali pada aplikasi pesan, tak ada balasan sama sekali.
(Sari, apa kamu tidak ada niat melihat ibu ke rumah sakit.)
Berulang kali mengirim pesan, Sari tetap mengabaikan pesan dan panggilan dariku.
"Sari, apa segampang itu kamu melupakanku. "
Puja tiba tiba saja datang dari arah belakang, mengagetkan aku yang fokus menunggu balasan dari Sari.
"Riki, gimana kalau kita cari makan di luar. "
Dengan tegas aku berusaha menolak, " silahkan kamu saja sendiri. "
Pergi dari hadapan Puja, gadis itu malah mengikuti langkah kaki.
"Kenapa kamu malah mengikutiku?"
Pertanyaanku membuat Puja menghentikan langkah kakinya.
"Idih, ge'er, aku cuman mau pergi ke toilet!"
Puja pergi begitu saja, ia terlihat berbeda.
"Apa yang aku pikirkan tentangnya, aku harus menghilangkan perasaan ini. "
Semenjak kepergian Sari yang tak kembali kembali, aku begitu sibuk mengurus ibu yang suka sakit sakitan, membuat aku lupa dengan Sari.
Ditambah lagi Puja selalu memperhatikkanku, namun sebagai seorang lelaki aku harus tahu batasan. Karena aku masih mempunyai Sari.
(Sari, lima hari kamu pergi, aku begitu merindukkan kamu, apa sebegitunya kamu membeciku dan tak percaya padaku sampai tak memberikan kabar kepadaku.)
Tak ada balasan sama sekali. Dimana ibu yang sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit, kini mendekat dan bertanya?" Apa yang sedang kamu pikirkan sekarang, Riki?"
Aku menundukkan pandangan, dimana kedua mataku memerah, badanku terasa semakin kurus, karena memikirkan keadaan Sari.
"Sari bu, aku rindu padanya. Dia tidak membalas pesanku sama sekali, memberi kabarpun tak ada. Sebenarnya kemana dia?"
"Mm, Riki, kamu masih memikirkan Sari yang jelas jelas sudah melupakan kamu dan pergi entah kemana? Dimana akal sehatmu sebagai seorang lelaki, sudah sebaiknya kamu ceraikan saja dia. "
"Tidak mungkin bu, Sari. "
Ibu memotong pembicaraanku lagi, " selalu pembelaan lagi. Ibu hanya memberi saran terbaik untuk kamu? Jadi pikirkan dengan kepala dingin? Karena ini demi kebaikan kamu juga, sebagai seorang lelaki."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Rilda Ummi ZhubaiRahmat
penulis sdh bisa membuat kita emosi, baca sj terus..😅
2024-04-15
0
Izaz Tismaini
kmu itu kn bodoh ikuti aja ibu mu, sudah di bilangi pergi jauh
2023-05-14
0
Izaz Tismaini
sudah orang tua banyak akal masih juga d turuti,capek deh baca ceritanya
2023-05-14
0