"Mas."
Aku tak mengerti dengan diriku saat ini, hilang rasa percaya diri, saat wanita yang aku cintai menyuruhku untuk menceraikannya.
Perlahan aku mulai melepaskan pelukan dari tubuh istriku.
"Sari, aku tanya sama kamu? Apa semua atas keinginan hati kamu?"
Kedua mata ini menatap tajam ke arah Sari, ia terlihat ragu menjawab perkataanku.
"Sari? Ayo jawab. "
Menundukkan pandangan, bibir Sari terlihat bergetar, " I-ya. "
"BOHONG." tiba tiba saja mulut ini tak sengaja membentak Sari, membuat lupa mengontrol emosi.
"Mas."
"Maafkan aku Sari. "
Air matanya mengalir lagi, ia pergi dari hadapanku, " Sari. "
Tubuhku kini terjatuh ke atas kursi, tak sanggup mengejar Sari yang berlari menangis karena bentakan yang tak sengaja aku layangkan.
Memijat jidat, berusaha tetap tenang, " Kenapa hati wanita sulit dimengerti, dan saat diberi penjelasan malah pergi begitu saja. "
Aku bangkit dari tempat dudukku, berjalan ke arah kamar.
Tok, tok.
Mengetuk pintu beberapa kali, berharap jika wanita bernama Sari yang menjadi istriku ini langsung membukakan pintu.
"Sari."
Brakk ….
Terkejut, ketika pintu kamar dibuka begitu saja. Sari keluar dengan membawa koper besar dari dalam kamar.
"Sari, kamu mau kemana?"
Aku mencoba menahan istriku, berharap jika Sari tetap di rumah dan menunggu bukti yang akan aku tunjukan padanya.
"Sari."
Beberapa kali memanggil nama istriku, dia tetap saja diam membisu, hanya air mata yang aku lihat mengalir membasahi pipi.
"Sari. Berhenti. " Teriakanku pada akhirnya mampu membuat Sari menghentikan langkah kakinya, aku berjalan mendekat ke arah Sari yang berdiri di abang pintu.
"Sari."
"Cukup mas, jangan panggil namaku lagi. "
"Kamu mau kemana?"
"Kamu tak harus tau, aku mau pergi kemana?"
"Sari kamu masih sah istriku. Jangan seenaknya pergi!"
Sari membalikkan badan, menatap tajam ke arah wajahku dengan berlinang air mata.
"Mas, maafkan aku jika aku pergi tanpa izin darimu sekarang. Aku ingin menenangkan diri, kumohon kamu mengerti."
"Tapi tidak dengan pergi, kamu bisa di sini, biar aku yang pergi. Jika kamu ingin merasakan ketenangan tanpa hadirnya aku. "
"Maaf mas. "
Sari tetap egois, ia menarik kopernya pergi dari hadapanku. Sampai dimana taksi datang menjemput istriku, tangannya kini memegang pintu mobil, dimana Sari menatap tanpa bersuara.
Tubuhku tiba tiba terkulai lemah di atas lantai, hatiku rasanya rapuh, entah kenapa aku begitu lemah menjadi seorang laki laki, hanya karena melihat kepergian istriku.
"Sari, kenapa kamu begitu percaya pada ibu. Sedangkan padaku suamimu sendiri. "
"Hapus, air matamu itu Riki. "
Aku perlahan menatap ke arah suara yang memanggil namaku, " Ibu. "
Kenapa wanita tua itu bisa tahu tempat tinggalku saat ini, " Riki, kenapa juga kamu harus menangisi kepergian istrimu?"
Aku mulai berdiri, menatap ke arah ibu yang duduk di kursi roda.
"Ibu, kenapa datang kesini?"
Ibu malah tersenyum sinis, ia menjawab perkataanku dengan bantuan Puja.
"Ibu datang kesini karena mengkhawatirkan kamu Riki. "
"Diam kamu, aku tidak bertanya pada kamu Puja. "
Puja menundukkan wajah, saat aku sedikit berkata kasar padanya, " Riki, Puja itu baik, dia tak ingin melihat ibu dan kamu pisah. "
"Baik. Hahaha. " Aku tertawa di hadapan ibu, dengan membulatkan kedua mataku.
"Baik dari mananya bu? Aku tanya lagi sama ibu baik dari mananya."
Ibu diam membisu, saat pertanyaan berulang kali aku layangkan. " Kalau memang wanita itu baik. " Menunjukkan tangan ke arah Puja, " Wanita ini tidak akan memfitnahku, membuat aku dan istriku sampai bertengkar hebat seperti ini. "
"Jaga bicara kamu Riki, Puja itu. "
Aku menghentikan perkataan ibu, " Puja itu wanita tidak tahu diri. "
Plakk ….
Tamparan keras melayang pada pipi kiriku dari Puja. " Aku bukan wanita seperti itu. "
"Riki, jaga perkataanmu itu," tegas ibu.
"Sudahlah bu, ibu selalu saja membela wanita ini, apa sih keuntungan dia bagi ibu, sampai ibu bersikukuh untuk menikahkan aku dengannya. "
Ibu malah diam membisu, ia menundukkan pandangan, dimana aku masuk ke dalam rumah. Membiarkan mereka berdiri di luar rumah.
"Riki, kamu kenapa begitu tega, sama ibumu sendiri?"
Teriakan Puja terdengar begitu keras, membuat aku berusaha mengabaikannya.
Meraih ponsel untuk segera menghubungi Sari.
" Sari, kenapa kamu tidak mengangkat panggilan dariku?"
Perasaanku bimbang saat ini, Aku benar benar mengkhawatirkan istriku yang pergi entah kemana? Membuat kaki ini bolak balik kesana kemari.
Sedangkan ibu masih di luar rumah, ia mengetuk pintu beberapa kali, membuat aku berusaha mengabaikan teriakannya.
"Maaf jika aku durhaka terhadap ibu, asal ibu tahu, aku tak mau berpisah dengan Sari, karena aku sangat mencintainya."
Bergumam dalam hati, perasaanku kini benar benar tak karuan, mengambil kunci mobil.
Pergi keluar rumah.
"Riki, akhirnya kamu membukakan pintu untuk ibu. " Wajah sedih ibu membuat aku tak tega. Sebagai seorang anak, aku merasa bersalah karena membuat wanita tua yang melahirkanku bersedih.
Namun aku juga merasa menyesal jika pernikahanku yang baru sebiji jagung kini berakhir begitu saja.
"Maaf bu, Riki pergi dulu. "
"Riki."
Aku berlari menuju mobil, untuk segera mengejar istriku. " kamu mau kemana?"
"Aku mau mengejar Sari, aku tak mau rumah tangga yang sudah susah payah aku bangun hancur karena sebuah fitnahan tak jelas yang dibuat ibu dengan Puja."
"Riki, jangan gila kamu. Sari sudah pergi jauh, untuk apa kamu mengejar wanita yang jelas jelas tak mau mempertahankan kamu."
"Maaf bu, aku tak ada waktu meladeni ibu yang terus menjelek jelekan Sari. "
Masuk ke dalam mobil, melajukkan mesin mobil dengan kecepatan tinggi, berharap jika Sari bisa aku kejar.
"Ya Allah aku tak mau kehilangannya, tolong mudahkan aku dalam menjalankan ujianmu ini, beri aku petunjuk agar aku bisa membuat istriku percaya padaku. "
Tak lepas aku berdoa pada sang maha kuasa, karena hanya jalan satu satunya yang bisa aku lakukan saat ini yaitu berdoa, agar sang maha kuasa meluluhkan hati istriku.
"Sari. Dimana kamu, kenapa kamu berani dan senekad itu pergi dari rumah."
Entah kenapa aku menjadi laki laki cengeng, saat mencari keberadaan istriku. Berulang kali mengusap air mata yang terus jatuh mengenai pipi.
Aku harus kuat, aku yakin akan ada suatu kebahagiaan setelah kesedihan melanda.
Suara ponsel kini berbunyi lagi, aku mulai merogoh saku celana, melihat siapa yang meneleponku saat ini.
"Ternyata Ibu, ada apa lagi, sudah jelas perkataanku tadi. "
Mengabaikan panggilan telepon dari ibu, aku tetap fokus mencari taksi yang membawa istriku pergi.
"Sari dimana kamu. "
Dreet, dreet.
"Ada apa lagi sih ibu, kenapa dia selalu menganggu kehidupanku dan juga rumah tanggaku bersama Sari?"
Tring.
Satu pesan datang, dimana aku melihat Puja mengirim pesan, seketika kedua mataku membulat.
*******
Pesan apa yang dikirim Puja?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Evy
pasti drama ibunya...
2024-07-20
0