Sari masih memegang ponsel, membuat aku langsung mengambil ponsel itu dari tangannya.
Melihat siapa yang menelpon barusan.
"Ibu."
Aku mulai menatap ke arah Istriku yang terlihat begitu bersedih, wajahnya menunduk membuat aku berusaha menatap perlahan mata sayu milik istriku itu.
" Apa Ibu mengatakan sesuatu yang menyakiti hatimu?"
Pertanyaanku tak dijawab sama sekali oleh Sari, ia malah dia membisu seakan berat untuk mengatakan kejujuran.
Aku mulai memegang kedua bahunya, menenangkan rasa sakit yang membuat hatinya terluka.
" kamu tak usah takut. Ayo katakanlah apa yang sebenarnya sudah Ibu katakan kepada kamu."
Menyuruh Sari untuk menarik napas lalu mengeluarkannya secara perlahan, sampai berulang-ulang. " Bagaimana sekarang apa perasaan kamu sudah tenang?"
Sari menganggukkan kepala ia berusaha tersenyum di hadapanku, " Jadi apa yang Ibu katakan kepadamu?"
Kedua mata itu mulai berkaca-kaca, membuat aku sudah curiga jika ada sebuah tekanan dari ibu kepada Sari.
"Ibu menyuruh aku untuk mengizinkan kamu menikah dengan Puja. "
"Apa, berani ibu mengatakan hal itu."
Aku tak habis pikir dengan wanita yang sudah melahirkanku, kenapa ia begitu tega menyakiti hati menantunya yang jelas jelas, sama sama sebagai wanita.
"Kamu harus tenang dulu mas, jangan sampai kamu emosi dan melukai hati ibu kamu, " ucap Sari, disaat situasi seperti ini Sari masih memikirkan perasaan ibu.
"Ini tidak bisa dibiarkan aku harus datang ke rumah untuk menyelesaikan permasalah ini," balasku di depan Sari.
Tiba-tiba saja tangan istriku mulai meraih tanganku, " Aku ingin ikut. "
Aku mengijinkan istriku untuk ikut denganku, di mana kami berdua akan menghadapi ibu yang sangatlah keterlaluan.
Ponsel kembali mengeluarkan suara, membuat aku langsung mengangkat panggilan.
"Halo. Sari jadi bagaimana, apa kamu sudah mengijinkan Riki menikah lagi?"
Aku benar-benar mendengar perkataan Ibu terlontar dengan begitu jelas pada sambungan telepon, perkataan yang menyuruh menantunya untuk mengizinkan seorang suami menikah lagi.
"Bu, ini aku Riki. Sekarang Riki lagi di jalan menuju ke rumah ibu!"
"Mm, bagus kalau begitu, lalu Sari. Apa dia ikut denganmu?"
Mendengar perkataan ibu membuat aku menatap sekilas ke arah samping di mana istriku tengah duduk dengan perasaan gelisah.
" Aku sudah membawa, biar kita obrolkan masalah ini di rumah ibu. Aku tak mau jika diobrolkan pada sambungan telepon yang malah membuat aku tak fokus mengendarai mobil nantinya. "
" Baiklah kalau begitu Ibu tutup sambungan telepon ini ya nak, hati-hati di jalan Ibu sangat menunggu kedatangan kamu begitu dengan istrimu. "
Entah akan ada kejutan apa lagi setelah ini di rumah ibu.
Setelah sampai di rumah, aku sudah melihat ibu menyambut kedatanganku, wanita tua yang aku tinggalkan di rumah sakit itu kini duduk di kursi roda dengan Riri yang berada di sampingnya.
Sampai seseorang keluar dari rumah dengan senyuman liciknya, " Puja."
" Riki, akhirnya kalian datang juga. "
Aku mulai meraih tangan istriku memegangnya erat, untuk segera melangkah menuju ke arah ibu kandungku sendiri.
Sebagai seorang anak yang berbakti, tak lupa aku mencium punggung tangan ibuku lembut, " Ibu sangat rindu sekali dengan kamu, nak?"
Aku hanya tersenyum kecil, berusaha menyembunyikan rasa sakit, setelah apa yang dilakukan ibu terhadap Sari.
Sari yang berada di belakang punggungku, mulai meraih tangan Ibu untuk segera mencium punggung tangannya.
Namun perlakuan ibu benar-benar keterlaluan, wanita tua itu seakan enggan diperlakukan sopan oleh menantunya sendiri, ia menepis tangan yang akan dicium oleh Sari istriku.
"Bu."
Sari berusaha menghentikan perkataanku, agar aku tak mudah mengatakan hal yang menyakiti hati ibuku.
"Ayo masuk. "
Sebelum aku masuk ke dalam rumah bersama dengan istriku, aku bertanya pada ibuku dengan telunjuk tangan mengarah ke arah Puja yang berdiri di samping Riri.
" Aku ingin bertanya pada ibu, apa keuntungan Puja ada di rumah ini, dia itu bukan keluarga kita ataupun saudara kita?"
Aku melihat ibu berusaha tetap tenang mendengarkan perkataanku, " lebih baik kita bahas di dalam rumah saja ya."
Sekilas menatap ke arah Sari di mana wanita yang menjadi istriku itu menganggukkan kepala, ya lalu berbisik pada telingaku, " sebaiknya kita masuk ke dalam rumah agar terlihat lebih sopan. "
Pada saat itulah aku mulai menjawab dengan nada malas. " Baiklah. "
Semua mulai duduk, di mana Ibu memulai sebuah perbincangan, " Ibu ingin meluruskan permasalahan kamu di kantor, karena Ibu mendengar …."
Belum perkataan Ibu terlontar semuanya, aku langsung memotong dengan sedikit membentak wanita yang sudah melahirkanku itu, " permasalahan? Maksud ibu," aku langsung menatap ke arah Puja dengan tatapan kesal, di mana tubuhku berdiri di saat orang-orang duduk dengan begitu rapi.
Tangan istriku kini memegang tanganku, perkataan lembutnya membuat aku luluh, " duduklah Mas, kita dengar dulu perkataan ibu."
Puja yang sudah memfitnahku terlihat duduk santai, " Sudahlah, mengaku saja Riki, kalau kamu sudah melakukan tindakan yang merugikan Puja. "
Aku benar-benar emosi ketika membicarakan masalah dan fitnahan di kantor yang pada akhirnya dibahas oleh ibuku sendiri.
" Mengaku untuk apa Bu? Aku tidak pernah melakukan apapun terhadap Puja, dia itu hanya mengada-ngada, dia memfitnah Riki. "
Ibu berusaha menenangkan, menyuruhku untuk duduk kembali, " Tolonglah kamu tenang sedikit Riki, ini demi kebaikan keluarga kita dan juga nama baik almarhum Bapak kamu. "
"P€rs£t@n dengan nama baik, Bu kenapa sih ibu itu lebih percaya pada wanita yang bukan keluarga ibu sendiri ataupun saudara ibu sendiri, sedangkan pada anak sendiri."
Entah kenapa aku tidak bisa meneruskan perkataanku, apa karena emosi ataupun rasa kesal yang menggebu-gebu. Membuat aku merasa sia-sia menjelaskan semuanya.
" Ibu bukan tidak percaya pada kamu, tapi buktinya sudah ada, dan sekarang Puja hamil anak kamu."
Entah Skenario apa yang diberikan sang Maha Kuasa kepadaku, sampai-sampai aku dikelilingi dengan orang-orang yang fitnah aku begitu keji.
"Bu, jangan percaya dengan perkataan wanita l@knat ini," ucapku yang terlanjur emosi, membuat ibu tiba tiba memukul meja.
Brakk ....
Aku terdiam, di mana semua mata yang berada di sana memandang ke arah wajah ibu.
"Riki, Ibu hanya ingin kamu bertanggung jawab atas kelakuan kamu, bukan malah mengata-ngatai Puja. Dia ini jadi korban karena ulah kamu sendiri. "
Pembicaraan ini sudah benar-benar tak masuk akal bagiku. Bagaimanapun aku menjelaskan kejadian yang sebenarnya Ibu tidak akan percaya, karena Ibu sangatlah berpihak kepada Puja.
" Riki tidak mau bertanggung jawab, karena Riki tidak pernah melakukan apa yang dikatakan Puja. "
"Riki, jangan egois kamu jadi laki laki, kasihan Puja."
Aku melihat ibu langsung melirik ke arah Sari.
"Sari."
Deg .....
Apa yang akan dikatakan Ibu pada sari?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Izaz Tismaini
jgn mau sari menuruti kata mertua mu itu lemot skli
2023-05-14
0