Sampai di rumah, aku mulai membuka pintu tanpa mengetuk ataupun memanggil nama adikku.
"Astaga, Kak Riki ini apa apaan sih, bisa bisanya masuk tanpa mengetuk pintu." Riri terlihat kesal dengan tingkahku.
Dimana aku terus berjalan dengan menarik tangan istriku untuk segera masuk ke dalam kamar.
"Cepat kamu kemasi barang barang, kita pergi dari rumah ini sekarang juga. "
Perintahku pada Sari, " baik mas. "
Riri yang mendengar hal itu kini mendekat ke arah kamarku dan berkata, " Kak Riki, apa maksud kakak pergi dari rumah ini, bukannya tadi kakak ada di rumah sakit jagain ibu. "
Perkataan Riri membuat aku membentak wanita yang menjadi adikku ini, " Diam kamu, jangan banyak tanya."
"Kak Riki, kenapa kakak jadi pemarah seperti ini sih. " Riri perlahan menatap ke arah Sari dengan tatapan kesal. Menunjuk jari tangan ke arah kakak iparnya itu, " Riri tahu, pasti ini ulah Kak Sari kan, ayo ngaku. "
"Jaga mulut kamu, jangan asal memfitnah istriku, dia tak salah apa apa, kalian yang selalu membuat masalah dan menyalahkan Sari terus menerus. "
Riri melipatkan kedua tangan setelah mendapatkan bentakan dariku, " Bisa bisanya kakak membela orang asing daripada keluarga kakak sendiri. "
"Apa maksud kamu orang asing, Sari ini istri kakak, dia bukan orang asing."
"Tetap saja dia orang lain. "
Brakk ….
Memukul tembok dengan meluapkan rasa kesal, akhirnya Riri diam membisu, ia pergi dari hadapanku.
"Riri, mas. "
"Sudah kamu tak usah pedulikan dia, lebih baik kita pergi dari sini, aku tak mau jika mereka semena mena sama kamu. "
Sebagai seorang istri Sari hanya menurut, ia mengikuti langkah kakiku, dimana Riri membalikkan badan menatap ke arah Sari dengan tatapan penuh kebencian.
Aku sudah tahu resiko akan hal ini, Sari pasti akan disalahkan, padahal aku yang berperan dari semua yang aku lakukan demi keutuhan rumah tanggaku.
Di dalam perjalanan, Sari terlihat lebih tenang dari biasanya. " Bagaimana perasaanmu setelah bebas dari rumah ibu. "
"Perasaanku tetap tak tenang Mas, aku masih memikirkan perkataan ibu dan tatapan Riri yang seolah olah membenciku. "
Aku mencoba memegang punggung tangan istriku dan berkata, " sudah, kamu tak usah memikirkan hal itu, biar aku yang urus. Jika ibu marah biar aku yang hadapi. "
"Tapi aku di mata keluargamu selalu terlihat salah. "
Aku melihat jika Sari terlihat tak senang, dan tak puas dengan apa yang aku lakukan, karena memang pergi dari rumah ibu dalam keadaan marah bukan hal yang baik.
"Maafkan aku ya Sari, selama menjadi suamimu aku tak pernah membahagiakan kamu, aku malah membuat kamu menderita dan tinggal di rumah seperti hidup pada bara api yang berkobar kobar. Yang membuat kaki kamu dan kulit kamu terus terluka. " Gumamku dalam hati, melirik sekilas ke arah Sari yang terlihat kelelahan.
Aku berkeliling kota mencari kontrakan yang jauh dari rumah ibu, berharap jika istriku akan nyaman jika jauh dengan orang tuaku.
Jam masih menunjukkan pukul satu malam, aku kabur dari rumah bersama istriku tanpa mengenal waktu karena saking kesal dan emosinya dengan perkataan ibu.
Dengan terpaksa aku menghentikan mobil hanya untuk beristirahat sejenak di sebuah parkiran, " Sari kita tidur di mobil dulu ya. "
Sari hanya menganggukkan kepala, ia begitu menurut sekali padaku. Membuat aku semakin sayang padanya.
Aku membuat kursi mobil senyaman mungkin, agar Sari tidak merasakan sakit pinggang.
"Gimana tidurnya sekarang, nyaman nggak. "
Sari menganggukkan kepala dan tersenyum kepadaku, ia mencoba menggerakan tubuh ke samping dan kekanan. " Sudah nyaman."
Setelah istriku tidur, aku mulai mengambil ponsel dari saku celana. Dimana ponselku terus bergetar menandakan beberapa panggilan tak terjawab dari nomor Puja.
(Riki, kamu ini gila ya, lebih memilih istri kamu dari ibu kandung kamu yang sudah jelas jelas melahirkan kamu.)
Beberapa pesan kiriman dari Puja aku baca, satu persatu.
(Riki, ibu kamu dari tadi terus menangis karena melihat kepergian kamu dengan keadaan marah padanya.)
Entah benar atau tidaknya yang dikatakan Puja, karena ibu selalu berpura pura dan mengandalkan drama untuk aku kembali lagi padanya.
Demi menenangkan mental dan menjaga emosiku, menaruh ponsel dan menenangkan pikiran yang terasa tak karuan.
"Siapa yang mengirim pesan?"
Pertanyaan Sari membuat aku terkejut, sepertinya ia melihat layar ponselku saat aku melihat pesan dari Puja.
"Puja mengirim pesan, dia bilang jika ibu menangis. " Gumam hatiku, ahk mana mungkin aku mengatakan hal itu yang ada aku malah melukai hati istriku.
Aku menatap ke arah Sari, tersenyum lebar dan menjawab, " hanya teman kerja saja. "
"Owh, aku kira ibu. Karena biasanya kalau kita pergi ibu pasti akan menangis dan menyuruh kita pulang. "
Ternyata istriku sudah menduga duga, dan dugaannya itu tepat sekali, hanya saja yang mengatakan hal itu sekarang Puja.
Wanita yang dekat dengan ibu, " sudah sebaiknya kamu tidur, jangan pikirkan ibu lagi."
"Baiklah, mas. "
Ponsel kini bergetar kembali, membuat suara getaran dari ponselku terdengar nyaring.
(Riki, kamu benar benar tega ya.)
Puja mengirim pesan kembali dan mengatakan jika aku tega.
(Puja, jika kamu tidak tahu masalahnya jangan ikut campur, yang ada kamu itu menjadi pihak ketiga dalam rumah tanggaku.)
(Riki, aku hanya kasihan terhadap ibu kamu, kenapa kamu malah menyalahkan aku.)
( Kalau memang kamu kasihan terhadap ibuku, kenapa saat fitnahan itu tejadi kamu malah mengatakan kebohongan? Kalau memang kamu tidak mau aku sebut pihak ketiga dalam rumah tanggaku, ada baiknya kamu jauh jauh dari keluargaku, karena kamu bukan siapa siapa melainkan orang asing yang mengemis cinta dariku. Lelaki yang jelas jelas sudah memiliki seorang istri. Aku lupa satu lagi. Aku tidak menyalahkan kamu sama sekali. )
Mengirim pesan panjang lebar pada Puja membuat aku bernapas lega, mudah mudahan wanita yang selalu akrab dengan ibuku sadar.
Karena Puja sudah merusak kebahagian istriku perlahan demi perlahan.
Tidak ada balasan sama sekali dari Puja, apa wanita itu merasa mau dengan perkataanku.
(Aku bukan perusak rumah tangga orang lain. Aku hanya dekat dengan ibu kamu. )
(Dekat, kalau memang dekat tolong jauh, agar tidak ada kesalah pahaman lagi antara kita. Aku tak mau rumah tangga yang aku bangun bersama istriku hancur, karena kamu.)
(Pokonya aku akan selalu menemani ibu kamu, karena dia sudah aku anggap ibu kandungku sendiri.)
(Terserah kamu, jika memang kamu benar benar ihklas dan senang mengurus ibu silahkan, aku izinkan kamu. Asalkan kamu jangan mengusik rumah tanggaku.)
Entah perkataan aku ini salah apa tidak, bagiku yang terpenting saat ini, menenangkan diri dan melihat istriku kembali ceria lagi.
"Apa bisa Puja mengurus ibu?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Isma adawiyah
si sari terlalu lembek males peran nya jadi ilfil
2023-04-23
0