"Ee, maaf Riki. Aku tak sengaja. "
Ibu terdengar meringis kesakitan, sambil memegang kepalanya, " sakit. "
"Ibu bertahan ya, Riki akan membawa ibu ke rumah sakit. "
Puja tak mau pergi dari tempat duduknya, ia tetap saja duduk di depan bersebelahan denganku. Sari yang melihat hal itu, akhirnya mengalah, duduk dibelakang menjaga ibu.
"Maunya apa si Puja ini." Gerutu hatiku. Dengan tangan yang memegang setir mobil, aku berusaha fokus untuk membawa ibu ke rumah sakit.
Tak perlu menempuh perjalanan jauh, pada akhirnya aku berhasil membawa ibu ke rumah sakit. "Bu, bertahan ya. "
Perawat membawa ibu ke ruang UGD, mereka langsung menangani ibu yang terus mengeluarkan dari di kepalanya.
"Mudah mudahan ibu baik baik saja."
Mendengar perkataan Puja, membuat aku geram, menunjuk ke arah wajahnya. " Semua ini gara gara kamu, andai saja kamu tidak datang ke rumah, ibu tak akan kenapa kenapa."
Puja terlihat bersedih dengan bentakan yang aku layangkan padanya, dimana Sari berusaha menenangkan amarah yang menggebu gebu pada hati ini.
"Sudah mas, kamu harus tenang."
Setelah dokter keluar, membuat aku terburu buru menghampiri lelaki yang bertugas itu, " Bagaimana keadaan ibu saya dok. "
"Kami sudah menghentikan pendarahan dan menjahit beberapa kulit kepala yang terbuka, jadi anda tenang saja, ibu anda sebentar lagi akan segera pulih."
"Syukurlah kalau begitu, dok. Terima kasih. "
Sari yang berada di sampingku tersenyum, membuat aku memeluknya.
"Hem, Hem. " Puja mengeluarkan suara, membuat aku melepaskan pelukanku.
Dokter kini mengizinkan aku masuk ke dalam ruangan, terlihat jika ibu tengah terbaring di ranjang tempat tidur dengan tubuhnya yang terlihat lemas.
"Bu, bagaimana keadaan ibu?"
Bertanya pada wanita tua itu, membuat ia malah diam dan memalingkan wajahnya dari hadapanku. "
"Bu." Tiba tiba saja Puja datang mendekat pada ibu, terlihat ibu merespon panggilan dari wanita tua itu.
"Iya bu, ada apa?" tanya Puja, dimana ibu memegang tangan gadis itu dengan lembut, sedangkan istriku, ia acuhkan begitu saja.
"Ibu ingin di temani kamu di sini!" jawaban yang pastinya membuat istriku sakit hati, sebagai seorang suami, aku mencoba merangkul bahu Sari. Membuat ia tenang dan tak sakit hati karena perkataan ibu.
"Iya bu, Puja pasti nemenin ibu. Ibu mau apa?" tanya Puja.
"Ibu mau minum. "
Wanita tua itu menganggukan kepala, merasa nyaman dengan Puja, aku yang melihatnya kini berucap, " Bu, menantu ibu itu Sari bukan Puja. Ibu bisa tidak menghargai istriku?"
Menarik napas mengeluarkan secara perlahan, aku mencoba tetap tenang, walau perasaan ini sudah amat kacau.
Ibu terlihat tak memperdulikan apa yang aku katakan, ia fokus dengan Puja.
Sampai aku tak tahan, menarik tangan Sari untuk pergi dari ruangan ibu.
"Ayo kita pergi dari sini. "
Mendengar hal itu, terlihat Sari menahan tanganku, membuat ia menyuruhku untuk, " Sudah mas, kamu temani ibu di sini, dia masih membutuhkan kamu, biarkan aku saja yang keluar dan mengalah. "
Dalam keadaan sakit pun, ibu masih saja bisa memarahi Sari, " Akhirnya kamu sadar diri Sari, begitu donk, kalau jadi mantu. "
"Bu."
"Mas, sudah jangan buat percikan api lagi. Nanti ibu kenapa kenapa, kamu juga yang repot. "
"Ahk, benar juga. "
"Ya sudah kamu temani ibu di sini, biar aku di luar. "
"Nggak ah, aku ingin sama kamu. Di dalam ada Puja, aku nggak mau nanti kamu salah paham lagi. "
Sari terdiam, sepertinya ia masih merasakan keraguan dalam hatinya karena perkataan Puja.
Aku mulai meraih tangan suami istriku, menempelkannya pada dada bidangku sendiri." Setelah ibu keluar dari rumah sakit, aku akan membuktikan kejadian semalam."
Sari melepaskan tangannya, ia kini pergi dari hadapanku, membuat aku berusaha tetap sabar menjalani lika liku rumah tangga.
"Ahk, cuman menunggu di luar, harus ada adegan perpisahan, lebay sekali," ucap ibu, berusaha memancing emosiku.
Aku mendekat, menjaga ibu dan berkata pada Puja. " Sebaiknya kamu keluar saja dari ruangan ini, biarkan aku yang menjaga ibuku sendiri. "
Puja kini beranjak pergi dari hadapanku dan ibu, membuat tangan wanita tua yang sudah terlihat mengkerut itu menahan tangan Puja.
"Kamu tetap di sini ya, temani ibu. "
Puja menghentikan langkah kakinya, membuat aku berdiri dan berkata, " nggak bisa gitu dong bu."
"Itukan hak ibu, kenapa kamu malah sewot?"
Bentak ibu dengan pertanyaan yang membuat aku ingin memarahinya. Namun sebagai seorang anak lelaki aku harus benar benar ekstra sabar.
"Bu, tolonglah jangan egois seperti ini. Menantu ibu Sari, ibu biarkan menunggu di luar sedangkan Puja yang bukan siapa siapa ibu. Malah ibu suruh menunggu ibu di dalam, Riki tak habis pikir dengan ibu ini. "
"Kamu masih nanya lagi Riki, bukannya sudah jelas ibu ini kurang suka dengan Sari, jadi wajarlah ibu seperti ini. Ibu ini lebih suka Puja, "
Perkataan macam apa yang dilontarkan ibu dihadapanku, seolah oleh aku ini robot yang harus menuruti keinginannya.
"Cukup bu, aku pusing dengar ibu seperti ini terus."
"Kalau memang pusing, makanya, menikahlah dengan Puja, biar ibu bisa menyayangi Sari. "
"Bu, tolonglah saring perkataan ibu itu. Aku lebih baik pergi dari rumah membawa istriku dari pada harus menuruti perintah konyol ibu. "
Aku yang benar benar sudah tak tahan dengan perkataan ibu, pada akhirnya angkat tangan pergi dari ruangan wanita tua itu.
Aku berniat membawa istriku pulang, untuk segera mengemasi barang barang dan hidup mengontrak.
"Riki, kamu mau ke mana? Jangan pergi begitu saja. "
Aku sudah tak mempedulikan perkataan ibu, teriakannya pun aku abaikan, keluar dari ruangan ibu, meraih tangan istriku.
"Ayo kita pergi dari sini. "
Sari terlihat terkejut dengan aksi yang aku layangkan padanya, " mas, ibu bagaimana. "
"Sudah, jangan pedulikan ibu. Sebaiknya kita pulang, kemasi barang kita di rumah dan pergi ngontrak, karena itu lebih baik. "
Aku membuka pintu mobil, menyuruh istriku untuk masuk, " cepat pakai sabuk pengaman."
"Tapi mas, ibu. Kasihan dia pasti butuh kita. "
Aku kesal dengan ocehan istriku yang terus menghawatirkan mertuanya sendiri, membuat aku memegang kedua pipinya dan berkata, " stop, jangan katakan itu lagi, kamu harus pedulikan perasaan kamu sendiri, jangan memikirkan perasaan orang yang tak menghargai kamu sama sekali. "
"Tapi mas. "
Aku menempelkan telunjuk tangan pada bibir istriku dan berkata, " jangan katakan itu lagi, aku tak mau mendengarnya dari mulutmu, turuti perkataanku lalu kita pergi dari sini, biarkan Riri yang mengurus ibu. "
Akhirnya Sari menurut, ia duduk dengan raut wajah yang terlihat gelisah, membuat aku memegang tangannya.
Melajukan mobil untuk segera mengemasi barang di rumah ibu.
Dan entah apa jadinya nanti, setelah aku pergi dari rumah dengan kondisi ibu?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Far AzaLah
Cerita nya terlalu di buat2....Auh ah
2024-01-21
0
Sri Suryani
meuakkan..sungguh keterlaluan..jd malass
2023-06-06
0
Izaz Tismaini
orang tua seperti itu jgn trllu d ikuti,anak sopan sma orang tua kalau orang tua seperti itu harus tegas sedikit
2023-05-14
0