Kedua wanita itu kini diam membisu, setelah aku berani berterus terang dengan perkataan mereka yang kurang menyenangkan ketika di dengar oleh telinga.
Sari keluar dari kamarnya, menatap ke arah ibu dan juga Puja.
"Ada tamu?"
Setiap kali melihat raut wajah Sari, ibu selalu seperti itu, berpura pura cuek dan tak peduli,
"Halo, Mbak Sari apa kabar?" Puja menyapa Sari, dengan melambaikan tangan bersikap ramah.
"Alhamdulilah kabarku baik!" balas Sari pada Puja. Aku langsung membantu istriku untuk berjalan dan duduk di atas sofa
"Kamu siapa?" Pertanyaan Sari kini aku jawab langsung, " dia itu hanya …."
" Wanita penggantimu Sari," Ketus ibu tiba tiba saja memotong pembicaraanku.
Sari menatapku sayu, dimana aku melambaikan kedua tangan dan menimpal, " jangan dengarkan apa yang dikatakan ibu, mana mungkin kamu aku ganti dengan Puja. Aku sangat mencintaimu Sari.
Ibu seperti ingin puas melihat Sari sakit hati, " Alah, cinta sama wanita penyakitan. "
Aku mengacak rambutku dengan kasar, membalas perkataan ibu yang kejam, " bu, Sari itu tidak penyakitan, dia habis keguguran."
"Sama aja. " Ibu bangkit dari tempat duduknya, memegang tangan Puja untuk pergi dari hadapanku dan juga Sari.
"kenapa sih, kalian ini hah." Lama lama aku benar benar tak tahan ingin pergi dari rumah ibu.
Mendekat ke arah Sari, memegang punggung tangannya, wanita yang sudah menikah selama enam bulan denganku itu tertunduk lesu tak berdaya.
"kamu jangan pernah dengarkan perkataan ibu ya," ucapku terus meyakini Sari, merangkul bahunya membawanya masuk ke dalam kamar.
Namun tiba tiba saja Puja datang," Sari, Riki. "
Dimana ibu berdiri dengan posisi tangan yang ia lipatkan, " ada apa lagi Puja?" Entah apa yang ada dipikiranku saat ini, melihat wanita itu membuat aku langsung membentaknya.
"Riki, apa bisa kamu tidak membentak Puja, dia itu ada niat baik datang ke sini, kamu malah membentaknya," tegas ibu, mendekat ke arahku. Aku tahu jika dimata ibu menantu yang sempurna itu mempunyai pekerjaan dan tampil cantik, tidak dengan istriku sederhana dan tak mempunyai pekerjaan.
"Bela terus Puja, Sari istriku itu menantu ibu, bukan Puja. " Entah sampai kapan aku akan terus berdebat dengan wanita yang sudah melahirkanku, karena ia terus membela Puja wanita yang jelas jelas bukan siapa siapa di dalam keluarga.
Puja mulai menyodorkan sesuatu pada istriku," Kebetulan aku bawakan buah buahan untuk kamu di makan ya. "
Wanita yang menjadi istriku itu kini mengambil pemberian dari Puja, ia selalu menghargai orang lain.
"Terima kasih, Puja."
"Sama-sama."
Ibu terlihat risih melihat Puja berlama lama mengobrol dengan Sari, membuat wanita tua itu membawa Puja pergi.
"Ayo Puja, kita jalan jalan ke taman, ngapain coba kamu pake acara ngasih buah buahan dan makanan ke si Sari, wanita penyakitan itu."
Mendengar perkataan ibu membuat aku membulatkan kedua mata, " Bu."
Terlihat ibu tak peduli dengan tatapanku, sedangkan Puja berusaha memperlihatkan keramahan. " Puja sudah niat kok, ingin menengok Sari yang sakit. "
Tangan yang sudah terlihat mengkerut itu, kini memegang kedua pipi Puja, membuat aku melihat ada rasa iri pada hati istriku.
"Ahk, kamu memang anak baik. Tak payah ibu menyukai kamu, Puja. "
Wanita itu tersenyum lepas, menganggukkan kepala," terima kasih atas pujianya bu."
Drama yang pastinya akan membuat Sari sakit hati, " ayo sayang kita pergi ke kamar, aku tahu pasti kamu sangat kelelahan. Jadi kita istirahat yuk. "
Sari menurut ia menganggukkan kepala, " iya mas, ayo."
Aku melanjutkan langkah kakiku masuk ke dalam kamar, membuat ibu membentak kami berdua, " Apa kalian tidak kasihan terhadap Puja yang datang jauh jauh. "
Aku menghela napas berat ku, membuat aku menjawab dengan nada lembut, " Kami berdua ingin istirahat bu, seharusnya Puja itu datang di siang hari atau pagi hari, bukan di jam delapan malam begini. "
Aku mendengar ibu menghentakkan kakinya, sepertinya ia kesal dengan perkataanku," Riki, kamu ini, bisa bisanya berkata seperti itu pada tamu. "
"Kan dia tamu spesial ibu, Sari kan nggak tahu sama Puja." Aku mencoba mengatakan hal yang mungkin akan membuat ibu semakin kesal kepadaku.
"Riki, ihh, pasti gara gara wanita sialan itu, kamu berani melawan ibu. "
Sari menatap ke arahku, menggelengkan kepala, merasa perkataan ibu melukai hatinya, aku tahu apa yang dirasakan istriku pastinya menyakitkan.
"Sudah, kamu tak usah pikirkan."
Aku langsung masuk ke kamar tanpa basa basi, membawa istriku dimana ibu berteriak, memanggil namaku terus menerus.
"Riki."
Ibu sepertinya melangkahkan kaki menuju ke pintu kamar kami, mengetuknya dengan sangat keras.
"Riki, kamu ini bagaimana sih ada tamu malah masuk. Tak sopan. "
Aku bangkit dari tempat tidurku, "kamu tunggu dulu disini ya Sari. Biar mas urus ibu dulu. "
Sari memegang tanganku," jangan bentak ibu kasihan, mas. "
Walau hatinya terluka beberapa kali oleh perkataan ibu, Sari tetap menyuruhku untuk berkata sopan dan lembut pada ibu.
"Baiklah, aku akan mendengar perkataanmu. "
Melangkahkan kaki mendekat pada pintu kamar, membukanya secara perlahan.
Ibu memperlihatkan wajah merahnya, " Ada apa lagi, bu. "
"Masih tanya ada apa lagi, cepat antarkan Puja pulang, kasihan dia pulang sendirian, mana sudah malam. "
"Ahk, ogah bu, Riki mau temani Sari."
"Kok kamu gitu. "
"Ya siapa suruh dia datangnya jam segini, jadi bikin repot orang rumah. "
"Riki ibu tak habis pikir dengan kamu, bisa bisanya kamu membiarkan Puja yang seorang tamu pulang sendirian. "
"Riki tak peduli, bu. Dan lagi Puja bukan siapa siapa Riki, saudara bukan teman buka. Jadi nggak baik Riki yang sudah beristri ini mengantarkan Puja yang seorang gadis di malam hari."
"Riki kamu ini bagaimana sih, kasihan Puja, kalau dia kenapa kenapa gimana."
"Bodo amat bukan urusan Riki, dan bukan tanggung jawab Riki, atau mama suruh saja Riri yang nganterin Puja pulang."
Aku langsung menutup pintu kamar, tak perduli dengan teriakan ibu yang terus memerintahku untuk mengantarkan Puja pulang ke rumahnya.
"Riki."
Duduk di dekat Sari, dimana wanita yang menjadi istriku itu langsung bertanya, " kenapa mas, kok aku dengar ibu marah sama kamu? Kamu membentaknya lagi?"
"Tidak, aku tidak membentaknya sama sekali! Ibu yang bersikukuh suruh aku antarkan si Puja pulang! Aku nggak mau aku cape, dan lagi Si Puja itu ngapain coba jam segini datang ke rumah!?"
"Tapi kasihan loh mas, dia kan wanita, apa salahnya kamu antarkan dia pulang."
Mulai lagi sifat baik istriku ia perlihatkan begitu saja, " hah, memangnya kamu mau aku di dalam mobil berduaan dengan wanita yang bukan siapa siapa aku?"
"Nggak juga sih. "
Kami yang asik mengobrol menceritakan Puja, kini terkejut mendengar teriakan di luar kamar.
"Siapa itu?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Izaz Tismaini
memang bodoh si sari,nanti kmu mnyesal
2023-05-14
0