"Istri kamu ada di dapur."
Mendengar jawaban ibu membuat aku geram, berjalan memanggil Sari, dimana wanita yang menjadi istriku itu tengah membersihkan piring piring kotor yang menumpuk, pantas saja aku ingin cepat cepat pulang, jadi ini kerjaan ibu pada Sari.
"Sari." Menyebut namanya, Sari kini membalikkan badan, terlihat ia masih belum pulih total, dimana wajahnya masih terlihat begitu pucat.
"Kenapa kamu masih mengerjakan pekerjaan rumah, ayo sebaiknya kita istirahat saja, " ucapku pada Sari, dimana ia menganggukkan kepala, membuat aku langsung membopongnya.
Sedangkan ibu hanya menatapku sinis, ia terlihat kesal saat aku membawa Sari masuk ke dalam kamar.
"Sayang, aku tanya sama kamu, apa benar dokter menyuruhmu pulang? Ayo jawab yang jujur, jangan takut di sini ada aku?"
Pertanyaanku, membuat Sari terlihat ketakutan. Dimana tangannya bergetar dan suhu tubuhnya terasa panas.
"Kamu masih sakit sayang," ucapku memegang kening Sari.
Aku yang tak tahan dengan kelakuan ibu, kini berdiri dan berkata, " Ini pasti ulah ibu, kamu jadi demam seperti ini."
Sari tiba tiba saja menahan tanganku, ia menggelengkan kepala, seperti menyuruhku untuk tidak memarahi ibu.
Aku mulai tersenyum, menenangkan rasa sakit yang kurasakan terhadap ibu." Sudah kamu jangan kuatir, aku tidak akan memarahi ibu ya."
Setelah berkata seperti itu, Sari tak menahan tanganku lagi. Dengan rasa kesal yang menggebu gebu, aku mulai menghampiri ibu.
Dimana ibu tengah mengobrol dengan Riri.
"Ri, ayolah kamu cuci piring sana."
"Idih, kenapa ibu nyuruh Riri, ibu aja sana yang cuci piring. Riri takut kalau kuku kuku Riri yang cantik ini jadi hancur. "
"Ri, cuman hari ini aja. Stok piring sudah habis."
"Siapa suruh ibu nggak cuci dari awal, malah dibiarkan menumpuk. Suruh saja si Sari menantu ibu yang nggak berguna itu. "
"RIRI, APA MAKSUD KAMU MENGATAKAN JIKA SARI TAK BERGUNA. HAH."
Riri terlihat terkejut dengan perkataanku, ia menundukkan wajah dan berkata, " Kak Riki, aku tidak bermaksud berkata seperti itu."
Aku yang sudah kelewat kesal dengan adik dan juga ibuku kini berucap, " ASAL KALIAN TAHU ISTRIKU SUDAH MELAKUKAN YANG TERBAIK UNTUK KELUARGA KITA, TAPI KALIAN SEAKAN MEMANFAATKAN KEBAIKAN SARI. DAN KALIAN BILANG JIKA SARI ITU TAK BERGUNA, HARUSNYA YANG MENGATAKAN PERKATAAN SEPERTI ITU ISTRIKU, KARENA BERKAT ISTRIKU KALIAN BISA MAKAN DAN BELI KEBUTUHAN YANG KALIAN INGINKAN."
Ibu menatap ke arahku ia menjawab," jadi kamu rugi sudah membiayai kami, Riki. "
"Rugi, kalau rugi mungkin Sari dan Riki tidak akan tinggal disini. Bu, sadar dong. kurang baik apa Sari pada ibu, Sari tidak hitungan, ia memperbolehkan Riki membiayai ibu dan Riri. Tanpa Sari mementingkan dirinya sendiri dan kepentingan yang memang sudah menjadi kewajiban Riki sebagai suami. Ia lebih baik berpenampilan sederhana, tak pernah membeli baju ataupun peralatan make-up, karena Sari lebih mementingkan isi perut ibu dan Riri, begitupun kepentingan rumah ini."
Wanita yang sudah melahirkanku itu hanya diam, mematung, sampai dimana ia mendekat dan berkata, " Wajar lah, istri kamu seperti itu, dia kan numpang hidup di rumah ibu. "
"Bu, apa ibu lupa. Surat tanah dan rumah sudah ibu gadaikan ke bank, dan siapa yang membayar itu semua kalau bukan Riki. Dan Riki tak pernah mengambil sepeserpun dari uang bekas gadai rumah dan tanah ini."
"Bisa bisanya kamu berkata seperti itu, aku ini ibumu yang melahirkanmu, hanya karena wanita sialan itu kamu memarahi ibu habis habisan."
Ibu pergi melewatiku, ia terlihat menangis. Aku tidak bermaksud membuat beliau menangis, aku tidak memarahinya hanya berkata tegas. Agar beliau bisa menghargai menantunya.
Tapi ketika berurusan dengan orang tua, yang ada kita yang salah. Mereka selalu menganggap jika yang benar adalah mereka sendiri.
Aku menatap ke arah Riri, dimana ia bergegas mencuci piring kotor setelah aku membentaknya habis habisan.
"Mas."
Terkejut, melihat Sari sudah ada dihadapanku.
"Ada apa?"
"Aku mau ngomong sama kamu!"
Aku langsung mengikuti langkah kaki istriku, ia membawaku masuk ke dalam kamar.
"Kenapa, kamu malah memarahi ibu. Kasihan ibu, dia sudah tua dan berumur, seharusnya kamu memberitahu dia dengan perkataan yang lembut. "
Begitulah istriku, dia selalu kasihan terhadap ibu orang yang jelas jelas tidak menyukainya sama sekali.
"Ya aku khilaf, maafkan aku. "
"Jangan minta maaf sama aku, minta maaflah sama ibu. "
"Baik, biar nanti malah saja. "
"Mas, sekarang ayo. "
"Sekarang aku lelah, mau istirahat. "
Membaringkan badan di atas kasur, menenangkan setiap amarah yang meluap luap, Sari mulai duduk di samping kiri dimana aku berbaring.
"Mas."
"Ya kenapa?"
Baru saja aku ingin mendengar perkataan istriku, suara bel berulang ulang berbunyi, membuat telingaku sakit.
"Siapa coba yang pencet bel sampai berulang ulang. "
"Biar aku saja, mas istirahat dulu."
"Biar mas saja, kamu kan cape baru pulang dari rumah sakit. "
"Tapi mas."
"Aku langsung menyuruh istriku untuk duduk dan beristirahat di dalam kamarnya. "
Dimana aku keluar kamar, dan Riri masih sibuk dengan pekerjaannya, " siapa lagi. "
Membuka pintu rumah, ternyata Puja datang dengan membawa bingkisan, aku yang melihat wanita dihadapanku merasa risih.
"Ada apa?"
"Pak Riki lupa ya, aku kan ke sini mau menjenguk istri Pak Riki yang sedang sakit!"
"Oh, apa tidak ada hari lain. Sekarangkan cuaca sedang hujan. "
"Habisnya aku sudah janji pada bapak, dan kebetulan aku kangen sekali sama ibu. Mm, dimana ibu?"
"Di kamar!"
"Aduh, aduh, siapa ini yang datang. Ya ampun cantik sekali, seger lagi ngeliatnya. Nggak kaya yang onoh burik. "
"Yang onoh, siapa?"
Aku bertanya pada ibu, membuat ibu mengabaikan perkataanku.
"Ya sudah ayo masuk, kamu pasti kedinginan. Ibu akan buatkan kamu makanan yang enak dan minuman hangat ya. "
Ketika melihat Puja, ibu begitu senang saat menyambutnya pun begitu ramah. Tetapi pada istriku dia terlihat benci dan ketus.
Puja mulai duduk, dimana ibu menyiapkan beberapa makanan yang tak pernah aku lihat sama sekali.
"Oh ya tante dimana Sari, bagaimana keadaanya?" tanya Puja, dimana wanita itu seperti mencari perhatian ibuku agar terlihat baik.
"Sari ada di kamarnya, dia ya gitu gitu saja. Penyakitan!" jawab ibu, tak sadar jika aku dari tadi mendengarkan obrolannya.
"Penyakitan, aduhhh bahaya dong untuk kesehatan ibu," ucap Puja, perkataannya tak jauh berbeda dengan ibu.
Dimana mereka merasa wanita paling sehat dan sempurna di dunia ini, " Huuk, huuk."
Aku berpura pura batuk, membuat kedua wanita yang membicarakan istriku kini terdiam.
"Heh, Pak Riki, saya kira anda tidak ada di sini. "
"Saya berharap jika orang bertamu itu bisa menjaga perkataanya. "
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Siti Julaeha
kasihan sari
2024-04-12
0
Yati Syahira
makanya ngontrak sari jgn sok
2023-07-24
0
Izaz Tismaini
sari jgn sok kuat kmu,sudah k guguran masih juga mau diam d sana brtmbah sakit kmu nanti dn cepat tua jgn trllu yakin sama lelaki
2023-05-14
0