Aku segera berlari setelah mendengar suara di dapur. " Astagfirullah, mah." Betapa terkejutnya melihat Sari terpeleset, tubuhnya terkulai lemah di atas lantai.
"Kamu kok bisa sampai jatuh begini, ayo mas bantu berdiri. "
Saat mengangkat tubuh Sari, darah terlihat mengalir dari atas betis istriku, kedua mataku membulat. Tanpa basa basi aku langsung membopongnya masuk ke dalam mobil.
Ibu yang baru saja selesai berdandan datang menghampiriku, " aduh, ada apa ini?"
"Sari, jatuh di dapur bu, barusan!"
"Lalu mau kamu bawa kemana dia?"
"Aku mau bawa ke rumah sakit bu, kasihan Sari dia sepertinya mengalami pendarahan!"
"Sudah, tak usah dibawa ke rumah sakit, ibu panggilkan dukun beranak saja. Buang buang duit kalau dibawa ke rumah sakit."
"Ibu gimana sih dukun beranak kan buat melahirkan bukan mengobati pendarahan, dan lagi ada BPJS ini. "
"Kamu ini kalau ibu bilangin."
"Ahk, sudah bu. Aku mau pergi sekarang. "
Aku membawa istriku pergi dengan menggunakan mobil kantor yang biasa dibawa untuk bekerja," mas, sakit. "
Mendengar rengekan istriku, membuat aku tak tega, berusaha kutenangi dia dengan berkata, " kamu harus tenang ya sayang, bentar lagi kita sampai di rumah sakit kok."
Dengan tangan gemetar mengendarai mobil, pada akhirnya aku berhasil membawa Sari ke rumah sakit.
Membopong tubuh istriku, mencari seorang perawat ataupun dokter.
"Dok, dok. Suster. "
Mereka baru saja datang, membuat hatiku merasa tenang. Sari dibawa ke ruang UGD untuk segera ditangani.
Dari sana hatiku sudah tak karuan, dimana ponsel terus berbunyi tanda orang kantor terus menelponku.
"Halo pak. "
"Halo, Riki. kenapa kamu tidak pergi ke kantor hari inu, bukannya kamu tahu sendiri di perusahaan kita sedang ada proyek besar."
Aku memukul kepalaku, lupa jika hari ini ada proyek besar yang harus aku tangani. " Maaf pak, sekarang saya ada di rumah sakit, istri saya mengalami pendarahan, mohon pengertiannya."
"Pengertian, memangnya perusahaan ini milik nenek moyangmu, pokoknya sekarang kamu harus datang ke kantor dan bawa berkas yang saya suruh kamu selesaikan kemarin. "
Sambungan telepon dimatikan sebelah pihak, aku bimbang saat ini, jika aku pergi kerja sekarang bagaimana dengan Sari, dia sendirian di rumah sakit.
Dengan memberanikan diri, aku mencoba menelepon ibu, " Halo Riki, kenapa?"
"Bu, ibu bisa datang ke sini temani Sari sebentar saja, Riki mau pergi kerja, sekarang ada meeting yang harus Riki hadiri!"
"Bukannya tadi ibu bilang sama kamu, bawa aja Sari ke dukun beranak, lah ini ke rumah sakit, jadinyakan kamu repot. Nyusahin saja bisanya. "
Aku mencoba melembutkan hati ibu, " Bu, Riki minta maaf, tadi Riki panik. "
"Ahk, kamunya aja nggak bisa diomongin."
"Ibu mau kan datang ke sini?"
"Iya."
"Syukurlah."
Baru saja ingin mengucap kata terima kasih, wanita tua yang sudah melahirkanku langsung mematikan sambungan teleponnya. Membuat aku hanya bisa mengelus dada, karena sekarang sekarang ibu memperlihatkan sifat aslinya. Dimana ia begitu membenci menantunya dan merasa tak puas akan pernikahan kami, ya Allah kuatkan hamba menjalani cobaan ini.
Menghela napas, aku kini berjalan menuju parkiran, berharap jika ibu benar benar datang menemani Sari.
Aku mulai menyalakan mobil dengan kecepatan tinggi, berharap sampai ke kantor.
Semua terasa menegangkan karena jam segini aku baru saja datang, melihat raut wajah sang bos membuat aku ketakutan.
Untung saja, kelain tidak menunggu lama dan aku mulai menjelaskan semuanya.
Dan untuk saja semua berjalan dengan sempurna, kelain suka dengan proyek besar yang kami rencanakan.
Sampai aku bersujud syukur kepada yang maha kuasa. " Riki. "
"Iya pak?"
"Sekarang kamu selamat, karena proyek kita berhasil! Dan saya mengurungkan niat saya untuk tidak memecat kamu, jadi saya berharap kedepannya kamu bisa lebih bertanggung jawab lagi!"
"Iya pak, saya minta maaf atas keteledoran saya. "
Menghela napas kembali, Allah masih memberiku rezeki dalam bekerja. Walau pemilik perusahaan begitu kesal kepadaku.
Menatap jam, sudah menunjukkan pukul lima sore, aku bergegas masuk ke dalam mobil untuk segera menemui Sari di rumah sakit.
Tidak butuh waktu yang lama untuk sampai di rumah sakit, kini aku keluar dari dalam mobil membawa buah buahan kesukaan istriku.
Terlihat suasana rumah sakit hampir sepi, aku bertanya dimana ruangan istriku sekarang.
Suster menunjukkan ruangan itu, aku berjalan dengan begitu cepat, melihat pada jendela kamar ruangan istriku.
Sari tengah menangis sendirian, ia terus mengusap air matanya yang terus berlinang membasahi pipi.
"Kemana ibu, padahal aku menyuruh ibu untuk menemani Sari, tapi sekarang. Kenapa dia tidak ada di dalam kamarnya?"
Aku segera mungkin masuk ke dalam kamar Sari, terlihat ia terburu buru mengusap air matanya.
"Mas, kamu sudah pulang kerja. " Sari tersenyum, setiap kali melihatku datang, ia seperti menyembunyikan kesedihannya sendirian.
Aku mendekat dan mencium kening istriku ini dan bertanya?" Oh ya, ibu kemana?"
"Ibu! Dari tadi Sari nggak lihat ibu di sini!"
Aku mengepalkan kedua tanganku, ibu sudah melalaikan amanahku, dia tidak menemani Sari.
Berusaha menenangkan Sari, " Oh ya mas bawa buah buahan untuk kamu loh sayang, nih lihat. "
Sari semakin melebarkan senyuman nya, ia menerima pemberianku dengan wajah bahagia.
"Maaf ya sayang, mas tidak menemani kamu. Karena …."
Sari memegang tanganku," sudah mas, tak usah dijelaskan lagi, Sari sudah ngerti kok. kamu kan kerja. "
Mengusap pelan pipinya dan berkata," terima kasih ya sayang. "
Baru saja kamu merasakan rasa bahagia, ibu datang dengan raut wajah terlihat kesal.
"Ibu."
Wanita tua itu mendekati Sari dan berkata, " bisa bisanya kamu sampai keguguran."
Deg ….
Mendengar perkataan ibu membuat jantungku terasa sesak.
"Makanya jaga kesehatan, ngurus anak dalam kandungan pun tak becus."
Sari hanya diam ketika ibu terus menerus memarahinya," Bu, sudah cukup jangan marahi lagi Sari, semua ini bukan karena ulah Sari seutuhnya dia tidak sengaja terjatuh. "
"Riki, kamu ini suami macam apa sih, sudah tahu istri salah, dibelain terus. Jadinya maja kaya gini. "
"Sari bukan manja bu, Sari kelelahan karena mengurus rumah sendirian, memasak, mencuci pakain ibu dan anak ibu yang janda itu. Belum lagi ibu selalu menyuruh Sari membuatkan makanan tengah malam. Sampai Sari lupa dengan namanya tidur nyenyak."
Aku baru pertama kali mendengar istriku mengatakan hal itu, membuat aku yang menjadi suami merasa gagal.
"Jaga ucapan kamu, itu sudah jadi tugas kamu. Siapa suruh mau nikah sama Riki, ya kamu harus tanggung dong resikonya, melayani kita semua."
Mendengar hal itu membuat aku bertanya pada ibu. " Bu, jadi selama ini ibu bohong sama Riki, ibu bilang kalau ibu sudah menyewakan pembantu dari jam sembilan sampai jam empat untuk mengerjakan pekerjaan rumah?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Izaz Tismaini
jgn diam dari harus d lawan mertua seperti itu,pindah rumah jika Riki TDK mau pisah aja,utk apa makan hati,
2023-05-14
0